Sebagai pemenang sayembara, sudah pasti bahwa Sandanu mendapatkan hadiah tentang permintaan yang akan dikabulkan. Pagi itu dia bersama Mutia dipanggil untuk menghadap ketua suku di singgahsananya. Mereka berdua datang dengan penampilan petualangnya karena setelah itu sudah berencana untuk meninggalkan tanah Minangkabau.
Ketua suku pun menunggu dan menyambutnya dengan sangat hormat kepada pemuda yang sudah datang dari tempat nan jauh di tanah Aceh untuk mengikuti sayembara tersebut. Yang sebenarnya, beliau tidak tahu tentang perjalanan dan petualangan mereka.
"Baik, katakanlah apa permintaan kau sebagai hadiah telah memenangkan sayembara tahun ini."
Mmm… Sandanu menggaruk rambut benhurnya yang acakadul hanya bersisir tangan dan dia melirik Mutia untuk minta pendapat. Sayang Mutia menggeleng kepala, gadis berambut marun itu tahu permintaannya untuk diantarkan ke negeri Galuh. Tapi Sandanu tidak peduli, ketua suku sepertinya orang baik dan hebat. Dia pasti tahu tentang negeri itu.
Sandanu mendehem kecil. "Baik, ketua suku yang diagungkan," Sandanu tersenyum pada ketua suku membuat aparat keraton terbelalak dengan aksi konyolnya. "Aku ingin diantarkan ke negeri Galuh, sebenarnya aku hanya singgah di negeri ini dan petualanganku hanya untuk menemukan negeri itu."
Mendengar permintaan Sandanu yang lantang membuat seisi keraton mangap karena kaget. Mutia pun menyesal tidak bisa mencegah permintaan bahaya itu yang sudah diberitahukan Datuk Marunggul untuk tidak membicarakannya pada orang lain.
Meskipun, seisi keraton tercengang. Ketua suku tertawa lantang, hahahaha….
Seisi keraton kembali bengong dengan kagetnya. Apa yang terjadi dengan ketua suku yang rambutnya sudah beruban itu, sudah memiliki cucu dan tinggal anak bungsunya yang masih perawan?
Hahaha….. Sandanu pun ikut tertawa. "Ketua suku pasti tahu di mana letak negeri Galuh."
Tebakan Sandanu yang sudah tidak memandang tata kesopanan membuat seisi keraton tambah tercengang dengan tingkah pemuda itu yang mengaggap siapa pun bisa diajak bersahabat.
"Oh.. ambo tak tahu…" Ketua suku menundukkan kepala.
Makin aneh ketua suku membuat seisi keraton merasa dunia ini runtuh.
"Tapi itu kan hanya dongeng anak kecil sajo, kenapo kau mau mencarinyo?"
"Ha, ketua suku payah…."
Percakapan mereka sudah seperti bincang-bincang anak muda dan seisi keraton tidak peduli lagi.
"Janganlah kau anggap orang tua ini payah, tapi permintaanmu itu tak masuk akal Nak."
Mutia yang sudah geregetan ingin menjitak kepala Sandanu hanya mengertakkan giginya dan dia terdiam karena bingung untuk bicara apa dan bagaimana. Melihat putri Tantejo terkekeh kecil di samping ayahnya, mungkin sikap Sandanu memang koyol dan tidak berbahaya baginya karena ketua suku dan putrinya seolah suka dengan sikap Sandanu yang seadanya. Mutia pun menghela nafas.
Ketua suku yang menunggu permintaan anak muda itu memberikan saran. "Jika kau masih ingin dengan permintaan itu, ambo hanyo biso memberi kau saran."
"Saran apa Ketua suku?" tanya Sandanu.
"Pergilah ke negeri Sabda dan, mungkin kau akan mendapat petunjuk tentang negeri itu di sano dan ambo biso mengantar kau dengan cepat, tapi…"
"Tapi kenapa?"
"Ambo hanyo biso mengantar sampai ujung negeri Tirta di tanah Lampung."
"Baik, bagaimana caranya?"
Sang ketua suku mengambil sebuah batu akik dari peti hartanya dan memperlihatkan pada semuanya. "Dengan ini!"
Penghuni keraton kaget dengan yang dilakukan ketua suku. Batu akik di tangannya adalah batu kesayangan beliau dan tidak mungkin ketua suku akan memberikan batu itu pada Sandanu.
"Ini adalah batu lengenda dan sudah saatnya batu ini memiliki pemilik yang baru."
"Tapi, bukankah seorang jewel hanya bisa mengendalikan satu batu akik?"
"Benar, tapi ini berbedo. Ambo akan membebaskan roh di dalamnya untuk menjadi teman kalian dalam perjalanan. Batu ini adalah batu bersujud dari roh Malin Kundang." Ketua suku pun bercerita mengenai batu malin kundang.
Zaman dahulu kala, hidup seorang pemuda yang hebat dan pantang menyerah untuk menggapai impiannya, Malin Kundang. Dia berjuang dan terus berjuang tanpa keluh dan lelah hingga akhirnya Malin Kundang meraih impiannya. Tapi keberhasilannya membuatnya sombong dan melupakan wanita tua yang telah melahirkannya dan memberikan semangat padanya. Dengan doa dan kasih sayang yang tercurahkan hingga menanamkan kepercayaan pada Malin Kundang.
Karena kesombongannya itu, Malin Kundang tidak mengakui wanita itu adalah ibunya. Ibunya yang sakit hati dan didurhakai oleh anak sendiri bersedih dan marah. Dia pun berdoa pada Tuhan agar anaknya dikutuk menjadi batu karena hatinya sekeras batu. Maka terkutuklah Malin Kundang dengan ditimpa musibah dan saat dia bersujud minta ampun, dirinya berubah menjadi batu. Batu bersujud.
"Kemudian seorang guru mengubahnya menjadi batu akik yang bersujud dan batu ini akan mengabulkan segala permintaan." Ketua suku mengakhiri ceritanya.
"Lalu apa yang akan terjadi jika roh batu itu dibebaskan?" tanya Mutia yang penasaran, sebab dirinya pun memiliki batu akik jenis legenda.
Hahaha…. Ketua suku tertawa. "Lihatlah!" Ketua suku berdiri dan mengangkat genggaman tangannya. "Dari masa yang silam menghantarkan kesadaran dalam hati yang menyesal, dengan memberinya kesempatan maka terbebaslah segala beban yang mengendap di antara kisah-kisah yang berselimut mukjizat."
"Bersinarlah batu mutiara bersujud, tunjukkan wujud kau… Malin Kundang…"
Sebuah kekuatan sastra mengalir pada batu bersujud dengan sebuah larik tambo sebagai pembebasan roh dalam batu akik. Mengenai tambo, tambo adalah kekuatan sastra rahasia dalam pengendalian batu akik yang hanya dikuasai oleh ketua suku Minangkabau dan didapatkan secara turun temurun. Teknik rahasia itu sudah diketahui oleh semua penduduk tanah Minangkabau.
Sandanu yang melihat untaian larik tambo membentuk kubah satra dengan aksara pariaman dari legenda Malin Kundang dan mendengar bisikan penghuni keraton mengenai tambo itu, sangat kagum melihatnya. Bahkan cahaya terang berpendar hingga sosok mahluk astral muncul di bawah kubah sastra tersebut.
"Waw menakjubkan!"
Mahluk besar berkaki empat dengan bentangan sayap yang membuatnya melayang di ruang keraton yang besar ini. Bentangan sayapnya menaungi ujung kanan dan kiri tiang besar yang berjarak cukup lebar. Mahluk itu berwarna kecoklatan dan memiliki tanduk. Sebuah anting pun melingkar di hidungnya.
"Akulah si Malin Kundang, asli… dari Minang…Kabau…." Mahluk itu berwujud kerbau raksasa yang memiliki sayap bagai kelelawar.
Semua orang terpana dan ketua suku tertawa. Malin Kundang pun memberi hormat pada ketua suku. "Terima kasih untuk kebebasan ini, tapi apa gerangan Tuanku membebaskan hamba yang berdosa?"
"Ketahuilah, ambo membebaskan kau dan meminta kau buat berbakti pada tuan kau yang baru."
Mendengar ungkapan ketua suku, Malin tercengang dan merasa bersedih hati. "Kenapa, apa hamba tak lagi mampu mengabulkan permintaan Tuanku hingga Tuanku memberikan hamba pada orang lain dan siapa pula orang itu?"
"Seorang anak mudo memenangkan sayembara dan dia berhak mendapatkan permintaannya. Dialah anak itu!" Ketua suku menunjuk Sandanu.
Malin berbalik badan hingga orang di bawahnya terkena angin goyangan udara akibat tubuhnya yang besar. Saat melihat anak muda berambut benhur menyengir padanya, Malin memiringkan kepala untuk memperhatikan anak itu. Dia mendekatinya dan mendengus tubuhnya.
Sandanu curiga bahwa dirinya akan dimakan oleh kerbau raksasa. Mutia pun takut hingga dia menjaga jarak.
"Hay, kamu tidak akan memakanku kan?" Sandanu meliriknya dengan pelan, tanda menebak-nebak dengan konyol.
Hahaha…. Malin tertawa. "Aku suka gayamu." Malin berbalik menghadap ketua suku. "Hamba terima kebebasan ini dan akan melayani tuan baruku, ketua suku yang diagungkan."
Sandanu heran, apa yang sudah dia lakukan. "Mmm… apa monster ini akan mengikutiku selalu. Jika iya, semua orang pasti akan menghindariku."
Haha… Malin tertawa dan menoleh ke belakang. "Tuan muda, aku akan pergi jika kau tidak memanggilku."
"Pergi ke mana?"
"Alamku, di dimensi para mahluk astral."
"Waw, benarkah? Itu hebat… aku suka kamu…." Sandanu tertawa riang dan seluruh penghuni keraton bahagia.
Semua orang bisa melihat wujud Malin Kundang yang sesungguhnya, bukan roh bayangan yang terpanggil dari mantra ataupun syair. Mungkin inilah roh batu akik yang pertama mereka lihat di dunia nyata dengan wujud asralnya. Mutia pun senang berteman dengan Malin, yang ternyata kerbau itu cukup genit. Matanya memerah saat diperkenalkan dengan Mutia oleh Sandanu. Karena dia juga mengenal putri Tantejo yang mengenalinya, langsung Malin menjaga sikap.
Hadiah sebagai pemenang sayembara jewel telah Sandanu dapatkan dan dia akan bergegas melanjutkan perjalannya. Mutia sendiri mendapatkan segepok uang, yaitu satu kantong uang benggol sejumlah seratus keping yang bisa digunakan untuk penyeberangan ke negeri Sabda.
"Terima kasih untuk hadiahnya, kami akan melanjutkan perjalanannya sekarang."
"Pergilah dan cari harapan kalian berduo sampai ujung dunia." Ketua suku bangga bertemu pemuda seperti Sandanu.
Sandanu dan Mutia dipersilakan naik punggung Malin Kundang. Dan siap melanjutkan perjalanan. Malin pun senang memiliki tuan muda yang bersemangat tinggi dan berjiwa petualang. Dirinya akan menjadi teman perjalanan yang akan mengantarkan ke tempat dengan secepat kilat.
"Dadah…." Sandanu dan Mutia melambaikan tangan.
"Sampai jumpa, hati-hati dijalan, tetap semangat sampai tujuan…" Semua orang berteriak untuk mereka yang pergi ke ujung dunia.
Malin Kundang terbang tinggi sesaat keluar dari keraton. Dari atas punggungnya, Sandanu dan Mutia bisa melihat seluruh tanah Minangkabau yang indah dan damai. Malin sudah siap mengantarkan tuan mudanya ke tempat tujuan.
Tapi, Sandanu masih curiga. Jika Malin bisa terbang, kenapa ketua suku hanya bisa mengantarnya sampai ke tanah Lampung? Untuk pertanyaan itu, Sandanu teralihkan karena dari ketinggian, dia bisa melihat bentang alam dan garis cakrawala. Mutia pun mengajaknya memuji keindahan yang sangat luar biasa.
Saat perjalanan di atas udara yang begitu cepat hingga sudah meninggalkan tanah Minangkabau jauh tidak terlihat dari mata, tiba-tiba melesat sesuatu dari arah depan. Malin yang tidak menduga hal itu, tak bisa mengendalikan diri hingga akhirnya dirinya bertabrakan dengan mahluk bersayap warna putih. Sosok semacam burung raksasa.
Ahhh….. Sandanu dan Mutia berteriak.
Ahhh…. Suara anak laki-laki berteriak dari atas burung yang ternyata adalah kadal naga.
Mereka bertabrakan dan dua mahluk aneh menghilang. Tiga anak manusia melayang jatuh dari langit dan suatu keajaiban, mereka jatuh ke dalam sebuah kolam. Namun hal yang tidak diinginkan tentunya terjadi.
Ahhhh…. Seorang putri cantik yang sedang mandi menjerit karena ada sesuatu yang jatuh ke dalam kolamnya. Dan sore itu, kegaduhan terjadi di kolam pemandian pavilium Siger dalam keraton Skalabrak yang bertahta di tanah Lampung. []