Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 88 - ●Mandhakarma (1)

Chapter 88 - ●Mandhakarma (1)

Gelombang hitam menggulung pelan, dan mematikan.

Lapisan terluar Aswa yang berada di timur laut, runtuh. Benteng-benteng perkasa meleleh. Gundukan pegunungan awan putih, berubah perlahan memucat. Kelabu. Menua, lalu terhisap masuk ke dalam kehitaman tirai pekat yang tak berujung pangkal. Tak bertepi.

Prajurit Aswa yang mencoba tetap berpijak pada tempatnya berdiri, remuk redam dalam teriakan kesakitan yang panjang.

Aaaaarrrrrgggghhhh.

Rrrrrrrrhhgggg

"Selamatkan dirimu! Lari!"

"Aku bukan pengecut!!""

"Harus ada yang selamat!"

"Kau larilah. Aku akan melindungimu dari sini!"

"Tidak! Dengarkan aku....arrrggggghhh!"

Para prajurit mengerang kesakitan. Mata terbelalak. Mulut melolong. Airmata tanpa suara menemani saat-saat akhir. Bagaimana cara menghadapi bahaya yang tak memperlihatkan siapa musuh sama sekali? Jika lawan adalah sosok nyata macam Akasha atau Pasyu, mereka dapat mempersiapkan diri lebih baik. Bahkan andai, tanpa persiapan pun, pertempuran dapat dilakukan jauh lebih mudah. Serangan tiba-tiba kali ini sama sekali tak memperlihatkan sama sekali sosok seteru!

Satu prajurit Aswa yang dipaksa selamat oleh para prajurit martir yang lain, terluka parah. Mencoba terbang menjauhi benteng timur laut, menuju benteng terdekat yang jaraknya berpuluh-puluh ribu hasta.

Ia terbang menjauh.

Separuh sayap luka membuatnya tak mampu mengepak terlalu lama. Antara benteng timur laut dan benteng utara, gumpalan-gumpalan awan terbentang bagai gurun putih susu yang bisu.

Jika tersuruk ke gumpalan awan, prajurit terluka itu akan baik-baik saja.

Tapi ia harus terus menyeberang, melewati ruang hampa tanpa gulungan awan. Ketika sayap tak mampu bergerak lagi, tubuh prajurit itu meluncur ke bawah.

Sadar, kehidupan abadi tak berpihak padanya, prajurit itu melepas logam berukir pelindung kepala. Membakarnya dengan gesekan udara. Hingga jalur api tampak di kejauhan bagai bintang jatuh.

❄️💫❄️

"Prajurit Utara! Apa yang kau lihat?"

"Prajurit timur laut meminta bantuan!"

"Ada apa?!"

"Ia membakar logam pelindung kepala. Darurat!!"

"Cepat kirimkan kubah pelindung ratu! Pasti ada yang terluka!"

"Panggil Panglima Gosha. Ia harus tahu kejadian ini!"

❄️💫❄️

Tubuh prajurit itu tiba di benteng utara dalam keadaan mengenaskan.

Tubuhnya nyaris hancur. Luka aneh yang tak dapat digambarkan, seperti terbakar namun tak melepuh. Menghitam, tapi bukan terpanggang.

Bahkan, kubah pelindung ratu tak dapat meringankan, memulihkan, apalagi menyembuhkan luka-lukanya. Kubah pelindung hanya dapat melingkupinya, menahannya dari terjatuh lebih jauh ke bumi, dan mengangkatnya perlahan menuju benteng terdekat dengan dipanggul beberapa prajurit bersayap lainnya.

Bahaya?

Ancaman?

Serangan?

Pemusnahan?

Seolah serangan itu meninggalkan jejak kesakitan dahsyat yang hanya berujung kematian.

Gosha, yang segera tiba karena laporan dari prajurit pemberi kabar tercepat, memberikan mantra terbaiknya untuk melengkapi mantra ratu Laira pada kubah pelindung.

"Apakah itu, Panglima Gosha?" tanya seorang prajurit utara ketakutan.

"Dia mati!"

"Prajurit Aswa yang hebat dapat mati seperti ini."

"Bagaimana jika gelombang kematian yang dilihat pasukan timur laut ini, menyerang seluruh Aswa? Bagaimana rakyat biasa bisa menanggulanginya?"

Gosha menghadap ke arah para prajurit.

"Diamlah kalian! Tenanglah! Aswa adalah Pasyu terbaik! Jika pasukan terbaik dari yang terbaik mengeluh seperti ini, bagaimana wangsa Pasyu dapat bertahan dan berjaya??!"

Beberapa prajurit yang sudah dapat menenangkan diri, mendekat ke Gosha dengan sikap siaga penuh.

"Apakah ini serangan Vasuki?"

"Atau serangan gabungan, antara Vasuki dan sekutu-sekutunya?"

"Apakah ini, genderang pertempuran besar-besaran yang digaungkan oleh musuh-musuh Aswa untuk memukul mundur kita; sekali lagi?"

Gosha menarik napas panjang.

"Aku tidak tahu," jawab Gosha berusaha tenang. "Kalian tetaplah waspada di tempat masing-masing. Aku akan segera menghadap Raja Shunka."

Apakah itu serangan Vasuki atau bukan, tak ada yang tahu kebenarannya. Sangat berbahaya untuk menarik kesimpulan gegabah, dari sebuah keadaan dahsyat yang menimbulkan banyak kematian. Batin Gosha berperang antara ingin menuduh Vasuki, dengan keraguan-raguan yang memenuhi benaknya. Walau geram dengan Vasuki jika itu betul serangan para klan bercakar, Aswa tak akan ragu membalas musuh yang terang-terangan mengobarkan kebencian.

Tapi, bagaimana jika itu bukan Vasuki?

Bagaimana jika sebuah kekuatan hebat yang tetiba melempar serangan mematikan tanpa mereka pernah menduga dan tak mempersiapkan diri sama sekali? Bagaimana Aswa dapat bertahan menghadapi semua ini? Pertanyaan-pertanyaan Gosha, disudahi dengan kematian sang martir.

Prajurit timur laut itu menghembuskan napas terakhir dengan damai. Dalam dekapan kubah pelindung dan disaksikan sepenuh penghormatan oleh semua prajurit utara yang menghargai pengorbanannya. Gosha melarang desas desus yang meresahkan keluar dari benteng utara.

Biarkan berita-berita samar ini disampaikan oleh sang panglima kepada raja dan ratu Aswa.

❄️💫❄️