Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 34 - ●Muslihat Ratu (2) : Varesha

Chapter 34 - ●Muslihat Ratu (2) : Varesha

Di sanalah ia berbaring.

Mata lentik terpejam. Hidung bak kuncup bunga. Kulit pucat dan bibir merah muda yang tertutup membisu tanpa senyuman. Raut muka terlihat sedih walaupun tenang. Rambutnya hitam , panjang bergelombang. Mahkota kerajaan masih terpasang di kepala. Berbaring di atas dedaunan bidara dan cendana, tubuh sang ratu mengeluarkan wangi yang menyebar hingga ke sudut-sudut istana.

Di sekitar peraduan, berdiri pemusik dan biduan kerajaan yang mengenakan baju tertutup berwarna hitam beludru bersemu hijau lumut. Seluruhnya mengenakan tudung kepala tembus pandang. Alunan suara syahdu dan senandung lirih menemani ratu sepanjang hari, sepanjang malam. Lagu itu menyatu bersama angin, berbaur dengan udara, berhimpun dalam rasa rindu dan duka.

Peraduan ratu Varesha berada di kamar indah yang dikelilingi pepohonan, sulur-sulur daun, dan bunga-bunga. Setiap hari, kupu-kupu dan lebah berkunjung. Bukan hanya sekedar mengepakkan sayap aneka warna, tapi memastikan penyerbukan berlangsung terus menerus hingga tak sekalipun bunga layu dan mati. Peraduan itu berada di atas altar berumput hijau yang senantiasa basah oleh embun. Untuk menuju ke sana, diperlukan tangga-tangga dahan kayu Sonokeling.

❄️💫❄️

Laira memberikan penghormatan yang dalam.

Mencium lembut tangan ratu Wanawa yang tertidur panjang. Air mata Laira menetes beberapa butir, menjelma kristal. Dua ujung kristal berbentuk potongan menyudut yang rapi dan lembut, tak melukai. Kristal Tongkat, hadiah berharga yang dipercayai mampu menyembuhkan segala penyakit jiwa dan raga.

Nisha, berdiri di sisi kepala sang ibu.

Memandang Laira sendu.

"Aku membawa hadiah khusus bagi putri tercantik di Wanawa," Laira membungkukkan badan, memberikan penghormatan yang pantas bagi Nisha.

Nisha tersenyum, mengangguk dan memberikan penghormatan kembali. Sebelum turun dan bergabung dengan Laira, sang putri mencium pipi ibunya penuh kasih sayang. Sebutir airmata meleleh di pipi putihnya yang ranum.

❄️💫❄️

Vanantara, menyambut Laira di balairung kerajaan.

Tanpa diduga sang ratu, berkumpul menteri dan pembesar kerajaan yang tampak tengah membahas peristiwa penting. Genderang penyambutan berikut alunan musik menyambut tamu kebesaran dimainkan.

"Hormat Aswa, bagi Raja Vanantara banna Wanawa yang Mulia," Laira membuka dengan salam dan hadiah. Berpeti-peti kristal berharga kerajaan Aswa dipersembahkan, diangkut dalam punggung-punggung kuda bersayap yang berjajar rapi di halaman istana yang luas.

"Beruntung sekali, kerajaan kami mendapatkan tamu seperti Yang Mulia Ratu," Vanantara meunduk hormat. "Dan aku senang sekali, kedua panglima kita tampaknya bersahabat erat."

Baik Vanantara dan Laira, melemparkan pandangan ke arah Milind dan Gosha yang hari itu hadir di balairung. Berdiri berjajar, Milind dan Gosha menghadirkan nuansa kemegahan bagi kedua kerajaan. Wanawa tampaknya bersungguh-sungguh menerima kehadiran Laira dan Gosha, hingga dua putri utama Vanantara, hadir di sisi kanan-kiri sang ayah. Di sebelah kanan, berdiri putri Yami, berbaju hijau tembaga tua yang berlawanan dengan warna kulitnya yang berwarna gading. Wajahnya tenang dan anggun, raut muka menyerupai ratu Varesha muda. Mata cemerlang dan cerdik, terlihat sering berpikir seperti Vanantara. Di sisi kiri, hadir putri Nisha yang aristokrat dan bercahaya. Dalam pakaian hijau asparagus, kecantikannya memancar. Yami dan Nisha selalu mencuri perhatian siapapun.

"Hamba selalu merasa terhormat dan tersanjung, setiap kali hadir di Wanawa," Laira berkata penuh haru.

"Kami siap menyambut dengan layanan terbaik, Ratu. Kau adalah salah satu sahabat terkasih Varesha," Vanantara berucap sendu dan tetiba menyadari kata-katanya dapat merusak suasana. "Sesudah jamuan kerajaan, kurasa lebih baik kita berbincang di aula Kanana."

❄️💫❄️

Pertemuan Laira, Vanantara, Yami dan Nisha; juga melibatkan juga Milind dan Gosha. Di aula Kanana, baik Laira maupun Vanantara merasakan keresahan yang sama : tentang tindakan Tala hal Vasuki yang menimbulkan kekacauan. Hanya saja, tak mudah menyikapinya karena Tala berada dalam Persekutuan Wangsa. Selama ini, ia adalah raja yang dihormati dan disegani. Keputusan-keputusan Tala yang cemerlang menandakan keluasan cakrawala berpikir sang raja. Kekuatannya menunjukkan pengaruh pada bawahan dan penguasa yang tunduk padanya. Dan lagi, wilayah Vasuki melampaui Wanawa dan Giriya. Satu-satunya kerajaan yang memiliki wilayah seluas Vasuki adalah Jaladhi. Di lautan, dua wangsa utama berbagi kekuasaan : Akasha Jaladhi dan Pasyu Mina. Patut diakui, Vasuki memang tak memiliki lawan seimbang ketika ingin memaksakan kehendak.

"Aku sudah curiga, ketika ia tak hadir dalam pertemuan pergantian penjaga wangsa," Vanantara berpendapat. "Utusan kami di perbatasan menangkap gerak-gerik Vasuki; termasuk melaporkan bahwa panglima Kundh membunuh prajurit-prajurit Aswa."

Vanantara menarik napas.

"Awalnya aku hanya ingin mengutus Milind untuk melihat dan melaporkan, tapi kejadian berkembang lebih jauh," sang raja melanjutkan.

Laira meminta maaf atas apa yang terjadi pada Milind dan terpaksa menyeretnya terlalu jauh dalam urusan Aswa.

"Aku rasa," Vanantara terlihat berat hati, "cepat atau lambat kita semua akan terlibat dalam urusan Vasuki. Mungkin, apa yang diramalkan Varesha benar adanya."

Vanantara menuturkan kisah yang tak dibagikannya pada sembarang pihak.

Menjelang kelahiran , Varesha didera sakit yang luarbiasa.

Dalam penderitaan, hati semakin murni. Dalam kepedihan, batin semakin suci. Dalam kedukaan, mata terbasuh airmata berkali-kali. Puncak tirakat seorang makhluk adalah ketika ia berada dalam kesulitan luarbiasa, termasuk Varesha yang saat itu berjuang dengan kehamilan tua dan masa melahirkan. Berkali-kali, dalam mimpi sang ratu mendapatkan gambaran sebuah pertarungan besar yang diliputi kemarahan dan kebencian. Para wangsa bertikai. Kerajaan-kerajaan runtuh, simbol-simbol jatuh. Akasha dan Pasyu, yang diberikan anugerah hidup lama, tak mampu menghadapi dahsyatnya kematian yang dipercepat. Bahkan Akasha, yang disebut-sebut makhluk separuh abadi, pada akhirnya tak mampu menghadapi kekuatan yang memporakporandakan semua.

Siapa kekuatan itu? Kekuatan asing, kekuatan baru, atau sebetulnya sekutu sendiri yang sudah lama merancang dendam?

Vanantara tak dapat menjawabnya.

"Aku ingin menyampaikan padamu, Ratu Laira. Juga pada putri-putriku, Yami dan Nisha. Pada kedua panglima kebanggaan Akasha dan Pasyu : Milind dan Gosha," Vanantara berujar perlahan dan berat. "Aku menyimpan rapat ramalam Varesha untukku. Dan terus memelihara tubuhnya di aula Campaka. Berharap ia tetap hidup untuk menyampaikan apa yang harus kami lakukan."

Vanantara menatap Yami dan Nisha yang dikasihinya.

"Kurasa, sudah waktunya kedua putriku menggantikan kedudukan ibu mereka," Vanantara berucap sendu.

❄️💫❄️