Mada menatap Putri Calon Arang dengan sangat gundah. Rencananya kembali hancur berantakan begitu Citra memunculkan dirinya di perbatasan dan kembali ke Istana Galuh Pakuan. Dia tidak punya alasan yang kuat lagi untuk melanjutkan peperangan karena upacara seserahan jadi dilaksanakan. Selain itu, mahapatih yang tenar sedunia ini merasa cemas karena pihaknya banyak kehilangan kekuatan penting.
Kematian Mpu Rakha Bumi, Resi Amarta, Puteri Merapi dan Nyai Wilis, yang disebut terakhir ini masih membuat Mada ragu apakah benar berada di pihaknya atau tidak, membuatnya kehilangan pilar-pilar penting yang bisa diandalkan. Mada memindahkan ingatannya ke Hoa Lie dan Giancarlo yang saat ini berada di Bubat. 2 orang ini sama sekali tidak berguna berada di zaman ini. Tapi dia tidak kuasa untuk mengirimkannya kembali ke abad 21.
Mada juga tidak punya alasan kuat untuk menghabisi mereka berdua. Setidaknya dia harus punya alasan yang dibenarkan oleh pandangan orang dalam setiap mengambil keputusan. Kalau dia menyingkirkan mereka berdua begitu saja, bisa-bisa Putri Calon Arang yang sangat setia kepadanya, berubah pikiran karena menganggapnya sebagai orang yang kejam dan tidak berperasaan. Harga dirinya juga menolak melakukan pekerjaan rendah semacam itu.
Ini berbeda dengan strategi perang yang selalu sering dimenangkan. Penaklukan demi penaklukan memang harus disertai pertimbangan teknis dan politis. Persentase besar dari keberhasilannya selama ini adalah karena dia selalu berhitung dengan matang, apakah mesti menggunakan siasat atau besarnya pasukan. Karena itu peristiwa Bubat harus terjadi dan tidak boleh gagal. Kegagalan akan membawanya ke jurang kehancuran. Seolah dialah yang menjadi biang keladi melintirnya takdir.
Dia tidak boleh salah mengatur siasat dan strategi. Putri Dyah Pitaloka sepertinya mengalah dan mengikuti proses seserahan karena tidak punya pilihan lain untuk menyelamatkan rakyatnya dari perang berkepanjangan yang tidak perlu demi kepentingannya sendiri. Tapi Raja juga mencurigai ada strategi lain yang mungkin sedang dimainkan oleh putri raja itu agar tetap pada tujuannya semula. Membelokkan sejarah. Hal yang terus ditentangnya sedari awal munculnya Ramalan dan Manuskrip. Berbagai hal yang kelihatannya kejam dan tidak bermoral bersumber dari upayanya untuk mencegah sejarah berubah ke arah yang tidak diinginkan.
Peristiwa Bubat harus terjadi. Semua persiapan telah dilakukannya. Meskipun kehilangan banyak tokoh penting dan sakti untuk memperkuat rencananya, tapi Mada cukup lega Galuh Pakuan juga mengalami hal yang sama. Kehilangan 2 orang dari 4 tokoh Resi Opat Gunung merupakan pukulan telak. Galuh Pakuan tidak punya pilihan sebanyak Majapahit dalam hal-hal pengerahan tokoh-tokoh sakti.
Upacara seserahan tinggal beberapa hari lagi. Sepertinya tidak ada hal yang belum dipersiapkannya. Tempat, jebakan, pasukan dan alasan yang kuat. Hanya tinggal memantaunya secara ketat kali ini. Mungkin dia bisa memanfaatkan Hoa Lie dalam hal ini. Gadis berwatak dingin dari negeri China itu bisa menjadi kambing hitam yang kuat. Apalagi dilihatnya Hoa Lie selalu menyelipkan pistol di pinggangnya setiap saat. Bisa menjadi skenario yang bagus untuk menyalahkan orang China itu saat peristiwa Bubat terjadi. Orang asing dari Italia itu sebaliknya. Dia tidak punya kemampuan apa-apa selain keahlian mencurinya.
"Putri, dari daftar orang-orang yang akan mendampingi Baginda Raja Lingga Buana saat seserahan nanti, apakah menurutmu tidak ada tambahan orang lain lagi di rombongan mereka yang bisa merusak rencana kita?"
Putri Calon Arang menjawab tegas.
"Aku hanya menduga Sin Liong dan Raja pasti ikut rombongan meski tidak ada dalam rombongan."
"Tapi bukankah Raja sudah dikurung di penjara bawah tanah Istana Galuh Pakuan? Aku tahu persis bahwa penjara itu dipagari secara gaib oleh orang terkuat di Jawi Kulon yaitu Resi Gunung Sagara. Bahkan dengan kekuatan harimaunya sekalipun, aku ragu Raja bisa meloloskan diri dari penjara aneh itu."
"Paduka benar. Raja akan menemui kesulitan jika menggunakan kemampuan gaib yang berasal dari kekuatan reinkarnasinya. Tapi Paduka juga harus ingat, pemuda itu punya kekuatan kanuragan yang tidak biasa. Buktinya dia bisa merubah dirinya menjadi harimau waktu melarikan Citra bukan?"
Mada menggelengkan kepala dengan resah.
"Itu hanya punya satu arti Putri. Raja sudah menyatu dengan harimau jelmaannya. Bukan lagi secara gaib, namun jiwa harimau itu sudah menetap di badan wadagnya. Kalau itu yang terjadi, dia akan mudah saja membobol penjara bawah tanah Istana Galuh Pakuan dan berusaha menggagalkan rencana kita lagi."
"Jadi saran Paduka?"
Mada menghela nafas.
"Tidak ada jalan lain. Kita minta bantuan Penguasa Gaib Laut Utara!"
Putri Calon Arang bergidik. Dia adalah datuk ilmu hitam. Tapi kalau sudah berbicara tentang Penguasa Gaib Laut Utara, dia selalu bergidik ngeri. Ilmu Sang Ratu Laut Utara itu seperti tiada batasnya. Dia juga memahami kenapa Mada tidak sekalian meminta bantuan Ratu Laut Selatan. Putri Calon Arang tahu persis apa alasan Mada tidak melakukan hal itu.
"Tapi apakah Paduka siap dengan imbal balik yang nanti akan dimintanya?" Putri Calon Arang memunculkan pertanyaan penting yang membuat Mada tercenung beberapa saat. Tumbal rakyat yang tidak bersalah akan membuatnya merasa sangat bersalah. Selama ini dia selalu berusaha melindungi kejayaan Kerajaan Majapahit beserta kemakmuran rakyatnya. Masa sekarang dia harus mengorbankan orang-orang yang tidak tahu apa-apa. Bagi Mada, mengorbankan ribuan prajurit dalam sebuah perang adalah hal lumrah karena mereka bersumpah untuk itu. Tapi mengorbankan beberapa orang dari rakyat yang tidak tahu menahu urusan ini setiap tahunnya, adalah hal yang mengerikan baginya.
Mada mengangkat bahunya. Memang tidak ada jalan lain. Biarlah dia kelak mempertanggung jawabkan ini kepada Sanghyang Widhi Wasesa. Paling penting sejarah ini tidak berubah karena ulah seorang pemuda konyol dari Bandung.
"Jika Paduka memutuskan demikian, saya akan mengadakan ritual khusus pemanggilan agar Paduka bisa berbicara langsung dengan Penguasa Gaib Laut Utara."
Mada mengangguk tanpa ragu-ragu lagi. Sekali ini dia benar-benar tidak punya pilihan.
"Kapan Paduka?" Putri Calon Arang bertanya menegaskan.
"Malam ini!" Mada menjawab tidak kalah tegas.
--*********