Malam ini begitu terasa berbeda bagi Kinayya. Jika malam sebelumnya yang telah ia lewati begitu ramai dan tenang, malam ini Kinayya justru merasa resah dan gundah gulana. Bagaimana tidak, sedari tadi ia hanya diam sendiri di dalam kamar. Tidak ada kegiatan yang bisa ia lakukan di rumah itu. Suami yang harusnya saat ini ada di sampingnya justru pergi ke tempat lain dan seakan menghilang ditelan bumi.
Wanita cantik itu pun kini membuka jendela kamarnya. Membiarkan angin malam masuk dan menerpa wajah cantiknya. Cahaya bintang gemerlapan di angkasa raya. Rembulan yang bulat dan cerah itu jauh berbeda dengan hatinya yang justru seakan temaram dan nyaris padam. Sejurus kemudian, Kinayya menyandarkan kepalanya pada bingkai jendela. Menengadahkan wajahnya sembari menatap cahaya bulan dan bintang.
"Wahai jiwa yang hampir padam, mampukah kamu seperti bulan dan bintang yang selalu berdampingan? Mereka tak pernah meminta balas jasa dari setiap insan yang menikmati cahaya dan keindahannya. Mereka selalu bersinar dan memberikan cahaya terang pada setiap mata yang melihatnya. Bagaimana dengan jiwa ini yang terasa hampir padam? Setitik cahaya dalam hati nyaris sirna dan hilang. Cahaya itu, entah ada di mana sekarang. Aku justru tidak tahu apakah cahaya itu akan tergantikan dengan yang baru atau tidak. Kurasa, sesaat lagi hati ini akan kosong tanpa cahaya dari seorang yang dicinta. Namun, aku selalu berdoa agar Allah senantiasa memberikan cahaya terang berupa iman dan takwa," ucap Kinayya panjang lebar dan penuh penghayatan.
Wajar jika Kinayya merasa hampa saat ini. Pernikahan yang dadakan itu benar-benar membuatnya terpaksa harus melepaskan masa lalunya. Sosok lelaki yang ia cintai, ternyata tak dapat ia miliki. Apakah benar kata orang-orang, bahwa cinta itu tak harus memiliki? Kinayya justru merasa bahwa cinta tidaklah sempurna jikalau tidak saling memiliki.
Sama halnya dengan Kinayya, di tempat lain Akmal sedang menatap bulan dan bintang. Hatinya masih saja terasa sakit dan linu. Beberapa saat lalu, ia melihat foto pernikahan sang wanita pujaan yaitu Kinayya. Akmal benar-benar sedih dan merasa tidak terima melihat Kinayya duduk berdua di pelaminan.
"Bulan, tolong sampaikan pada wanita pujaan hatiku bahwa saat ini aku sedang gundah gulana memikirkan dirinya. Cinta yang tulus dan tumbuh subur ini masih tersimpan untuknya. Aku tidak akan bisa melupakan sosok wanita seperti dirinya. Hanya dialah wanita yang mampu membuat hidupku terasa berwarna. Oh bulan, tolong katakan pada Kinayya bahwa aku tidak rela jika wanita itu disentuh oleh suaminya. Hatiku akan terasa perih jika hal itu sampai benar-benar terjadi. Aku akan selalu menunggu dan menyimpan cintaku untuknya."
Akmal bicara sembari menatap bulan. Sama persis seperti yang Kinayya lakukan. Dua insan itu mungkin masih saling berkaitan. Namun, tentu saja sudah tak ada hubungan. Rahasia Allah memang tidak dapat ditebak oleh siapa pun. Soal jodoh, benar-benar ada di tangan Allah. Manusia hanya bisa berencana dan berusaha, tetapi hanya Allah lah yang dapat menentukan segalanya.
Sekitar pukul sembilan malam, Ghaisan baru saja sampai di rumahnya. Lelaki tampan itu berjalan dengan gontai dan seperti hilang rasa semangatnya. Pak Harun dan Mama Hana tentu sudah menantikan kepulangan putranya sejak tadi. Mereka benar-benar geram karena Ghaisan seenaknya pergi di malam pengantin seperti ini.
"Apa yang kamu lakukan, Ghaisan!" Mama Hana memelototi putra tunggalnya itu. "Harusnya kamu pulang bersama istrimu. Lihat! Jam berapa sekarang? Apakah kamu tidak kasihan pada Kinayya yang tidur sendirian?"
"Benar-benar keterlaluan! Harusnya kamu hargai Kinayya, Ghaisan. Kalau bukan karena membantu kita, Kinayya pasti tidak akan ada di sini!" ucap Pak Harun seraya menatap geram pada putranya.
"Siapa yang ingin dia ada di sini? Andai saja Papa tidak mengambil keputusan sepihak, Ghaisan pasti sudah memilih pergi ke Eropa untuk menyusul Syakila!" sungut Ghaisan yang berhasil membuat seseorang terbelalak kaget mendengar ucapannya.
Kinayya menutup mulutnya menahan tangis agar tidak pecah saat itu juga. Betapa sakitnya hati saat mendengar ucapan sang suami. Keberadaannya di rumah itu memang bukan karena keinginan Ghaisan. Ia sadar bahwa Ghaisan hanya mencintai Syakila dan secara tepaksa menikahi dirinya.
Namun, pantaskah seorang wanita seperti Kinayya mendapatkan kesedihan ini? Harusnya Kinayya menikah dengan seorang lelaki yang sangat ia cintai dan yang mencintainya. Ia pasti akan sangat bahagia dan tidak diacuhkan seperti ini. Ah sudahlah, itu hanya andai-saja. Faktanya, Kinayya telah berjodoh dengan seorang lelaki yang sama sekali tidak mencintai dirinya.
"Sebaiknya aku tidak terlalu menumpuk harapan pada Ghaisan. Lelaki itu pasti tidak akan pernah menganggapku ada," ucap Kinayya di dalam hati. Wanita cantik itu pun kini kembali masuk ke dalam kamar.
Awalnya Kinayya hendak membantu ART menyiapkan makan malam. Beberapa saat lalu, Mama Hana menemui dirinya dan memebri tahu bahwa sebentar lagi akan makan malam. Namun, saat ia tak sengaja mendengar obrolan antara Ghaisan dengan kedua orang tuanya, tiba-tiba semangatnya hilang begitu saja.
"Apa pun yang Ghaisan inginkan malam ini, pasti akan aku lakukan. Tapi, aku tidak yakin dia akan melaksanakan kewajiban layaknya suami istri. Namun, andai itu terjadi, tentu saja aku akan tetap melayaninya. Bagaimanapun, itu sudah menjadi tugas dan kewajibanku sebagai seorang istri," ucap Kinayya seraya menahan tangis agar tidak meledak. Biarkan air mata yang mewakili segalanya.
"Perlakukan istrimu dengan baik, Ghaisan. Ingat, Kinayya sudah menjadi tanggung jawabmu. Sekarang kamu sudah menjadi imam, sedangkan Kinayya adalah makmum mu. Jadilah imam yang baik untuk istrimu. Kalau kamu masih ingat Allah, maka kamu pasti akan takut pada-Nya. Kamu pasti akan takut jika melakukan dosa," pesan Pak Harun pada Ghaisan.
Ghaisan hanya terdiam dan menundukkan wajahnya. Ia tahu, tugas seorang suami tidak lah mudah. Selain menafkahi lahir dan batin, suami juga harus bisa membawa istrinya ke surga. Saat hendak menikah dengan Syakila, Ghaisan merasa semangat dan menganggap tugas suami sangat mudah. Namun, setelah ia menikahi wanita lain yaitu Kinayya, tiba-tiba saja ia begitu merasa berat dan seperti tidak akan sanggup.
"Temui istrimu di kamar, Ghaisan. Bicaralah yang baik padanya. Kinayya pasti sangat sedih dan kesepian. Jangan berikan kesan buruk di malam pengantin kalian betdya. Kami tunggu di sini untuk makan malam," ucap Mama Hana seraya mengusap lembut punggung putranya.
Ghaisan menghela napas dalam lalu membuangnya perlahan. Ia pun mengangguk lalu bangkit berdiri. Tanpa membuang waktu lagi, Ghaisan pun melangkahkan kakinya hendak ke kamarnya. Walau langkah terasa berat, tapi Ghaisan mencoba untuk terus berjalan hingga kini sudah masuk ke dalam kamar.
BERSAMBUNG...