Chereads / GAIRAH PANAS SUAMI KEDUA / Chapter 3 - 3. Cara merebut istri orang

Chapter 3 - 3. Cara merebut istri orang

Suryati menghampiri Murti yang masuk ke dalam rumah baru yang dibeli dengan hasil jerih payah Murti bekerja di luar negeri selama ini.

"Murti, Mak mau ngomong!" Teriak Suryati menyusul Murti.

Mereka duduk di sofa mewah ruang tamu.

"Kamu nggak bisa main cerai aja sama Karto, kamu tuh harusnya tahu diri dan tahu terima kasih. Kalau bukan karena saya yang berbaik hati memungut kamu di jalanan dan rela kasih anak semata wayang saya sama kamu, terus siapa yang bakalan mau sama kamu Mur, kamu tuh nggak punya silsilah keluarga yang jelas. Itu yang harus kamu ingat!" Kata Suryati sambil menunjuk muka Murti dengan wajah sinis.

"Terus aku harus gimana Mak, aku nggak bisa nerima perselingkuhan Karto sama cewek sial itu!" Desis Murti masih emosi.

"Eh, eh, jangan kamu kencangkan suaramu itu nanti didengar orang!"

"Semua orang sudah tahu Mak, sebentar lagi bakalan terdengar sampai desa tetangga!"

Suryati tambah geram dengan sikap angkuh Murti. "Kamu pikir siapa yang buat berita ini jadi heboh. Wong cuma khilaf sebentar saja kamu udah sok omong besar. Kamu harusnya sadar Mur, kenapa suami bisa selingkuh. Nggak ngaca kamu. Mungkin kamu kalah hot!"

Murti terdiam sesaat lalu tak sabar lagi dengan sikap Suryati. "Mak, bukannya Mak dan bapak yang kirim Murti ke Arab dengan alasan masa depan lah, modal usaha, modal kuliah, biar Karto maju. Mak bilang kalau Murti jauh Karto bakal fokus kuliah. Mak dan bapak yang atur semua masa depan kami dan sekarang Karto selingkuh dari Murti, semua itu salah Murti! Padahal sejak awal Mak dan bapak yang jodohin kami."

"Eh eh Mur! Uda berani ngebantah sekarang, saya sengaja kirim kamu ke luar negeri supaya kamu bisa bayar semua biaya hidup dan sekolah kamu yang sudah kami tanggung. Kamu pikir semuanya itu gratis, kalau bukan Karto yang jatuh cinta sama kamu, kami nggak bakalan jodohin kalian. Karto tuh ganteng, pintar, masih bisa dapat gadis berbobot hebat lainnya!" Desis Suryati nggak mau kalah, mulutnya Morat Marit kalau ngomong.

"Seperti Tuti!" Sinis Murti meremehkan.

"Jangan sembarangan ya kamu! Tuti itu nggak level, pasti dia main dukun itu!"

Murti benar-benar lelah karena sikap Suryati yang nggak mau kalah dan selalu memihak Karto.

"Sudahlah Mak, saya dan Karto akan bercerai, masalah balas Budi dan bayar utang ke keluarga kalian, biar aku bayar!"

Suryati makin sinis melirik dengan ekor mata pada Murti. "Makin sombong kamu ya. Emang berapa banyak duit jadi babu disana. Apa bisa kamu bayar utangmu sama kami?"

"Mak bilang aja berapa."

Makin merasa diremehkan Suryati. Makin emosi dia. "200 juta! 200 juta!" Teriaknya sambil menyodorkan sepuluh jari ke arah Murti.

Murti menelan ludah pahit. "Murti ada 100 juta dan rumah ini. Ambilah!" Jawab Murti malas.

Semua itu adalah hasil jerih payah Murti selama ini tapi jika dengan semua itu dia bisa terbebas, maka dia akan ikhlas.

"Eh serius kamu! Memangnya cukup duitmu!" Suryati nggak percaya.

"Ini tabungan Murti."

Murti menyodorkan buku tabungan dan ATM, dia menulis pin di kertas dan menyerahkan pada Suryati. "Aku akan urus gugatan cerai secepatnya."

Ucapan Murti membuat Suryati melongo. "Lah serius kamu. Weh, jangan gitu Mur, gimana dengan Karto? Sejak pertama Akil baligh yang dia mimpiin kan cuma kamu Mur!"

Suryati panik, kalau nggak ada Murti bagaimana hidup putranya. Meski Karto sangat playboy dan suka main perempuan tapi Suryati tahu betul kalau di hati putranya cuma ada Murti, itulah mengapa dia menjodohkan Murti dan Karto.

"Mur, kita bicara sekali lagi!" Pinta Suryati, tapi Murti sudah nggak peduli.

****

"Ini!"

Daniel menyodorkan sapu tangan pada Murti yang menangis, dia nggak sengaja liat Murti yang nangis di pondok tengah sawah. Nggak jauh dari pemukiman warga.

Murti buang muka, buru buru mengambil sapu tangan Daniel dan srooot! Dia menghembuskan ingus, sampai Daniel shock, dih cantik-cantik tapi kok gitu…Tapi tetap cantik kan.

"Makasih!" Murti mengembalikan saputangan Daniel.

"Ah, nggak usah, itu buatmu aja." Jawab Daniel sungkan. Dia mengambil duduk di pondok, berdua dengan Murti dengan jarak setengah meter.

"Sudah petang, kenapa nggak pulang?" Tanya Daniel.

"Mau pulang kemana. Rumah itu bukan rumahku lagi. Kampung ini bukan kampung ku lagi." Jawaban Murti mengejutkan Daniel.

"Loh kok gitu. Eh tapi kamu bisa ngomong sopan juga. Tadi siang kamu ngomongnya Lo gue, kayak di kampusku."

Ucapan Daniel membuat Murti melirik sinis. "Itukan lagi emosi!"

"Ah iya. Kalau sekarang sudah nggak emosi?"

"Ya masihlah! Aku masih kesal sama Karto dan Tuti. Bisa-bisanya mereka selingkuh di belakangku."

Daniel canggung membahas masalah ini dengan Murti tapi dia juga ingin tahu akhir masalah ini akan seperti apa.

"Emm… aku kenal sama Tuti karena dia yang urus katering anak KKN, dia sopan dan lembut. Mungkin itu yang buat suami kamu jatuh cinta."

Mendengar ucapan Daniel, Murti menoleh dan menatap dengan mata mendelik jijik. "Oh, aku lupa kamu itu teman Tuti!"

Murti melemparkan sapu tangan Daniel ke tanah, dia beranjak dari posisi hendak meninggalkan pondok.

"Eh tunggu!" Enggak sengaja, Daniel menahan tangan Murti, dan seketika dia baru sadar.

'jir, kulitnya mulus dan licin, apakah di luar negeri beneran dia jadi babu tapi kok?' Daniel jadi bimbang karena sosok Murti jauh banget dari kata pembantu, badannya mulus, bodynya aduhai, pakaiannya modis, wajahnya cantik meski polesan make up tipis.

"Lepasin!" Pinta Murti.

"Ah sorry. Aku nggak sengaja. Tapi mau dengar ucapan aku dulu nggak." Daniel sedikit memaksa.

"Nggak. Lagian nggak enak kalau ada yang lihat berduaan." Kata Murti segan.

"Oh iya, kamu benar. Tapi menurutku, kalau kamu terus bertahan dengan Karto apa kamu nggak akan terjebak dengan masalah yang sama. Tuti itu mungkin salah tapi sebenarnya dia bukan tipe yang mau dengan siapa saja untuk bermain-main."

Murti mengerutkan dahi mendengar ucapan Daniel. "Maksudnya kamu itu adalah, kalau semua itu salah Karto gitu?" Sinis Murti nggak suka Daniel belain Tuti.

"Yah, nggak gitu juga sih. Tapi Tuti nggak bakalan berani kalau laki-lakinya nggak kasih sinyal lampu hijau. Di asrama anak anak KKN, Tuti nggak pernah aneh aneh dan dia cuma menundukkan pandangan, eh, kayaknya sih gitu." Alah bahkan Daniel aja nggak begitu yakin dengan ucapannya.

"Alah basi!" Ketus Murti nggak suka. "Kamu belain Tuti mati-matian sampai kayak gini, atau jangan jangan kamu udah pernah tidur sama dia!"

Tudingan Murti membuat Daniel bangkit dari posisinya. "Jangan salah paham ya. Aku nggak seperti suamimu itu!"

Murti melipat tangan, makin sinis pada Daniel. "Yah, memangnya siapa yang bisa percaya omongan pria. Model Karto atau kamu, memangnya siapa yang bisa aku percaya, kalian sama saja. Palingan sudah dapat badannya Tuti!"

Murti pergi meninggalkan Daniel tapi baru berapa langkah kakinya tergelincir dan beruntung Daniel berhasil menangkap pinggangnya, tubuh langsing Murti jatuh, tak sengaja dalam pelukan Daniel, mahasiswa magang yang punya wajah blasteran dan tubuh yang tegap.

Melihat Murti jarak dekat seperti ini membuat Daniel tegang, ternyata Murti secantik dan sebening ini! Bahkan teman-teman dari kampus yang magang disini yang awalnya bening berubah buluk, tapi Murti orang kampung asli malah kelewat bening.

"Lepasin!" Pinta Murti. Dia langsung meninggalkan Daniel yang masih bengong.

Dengan langkah mencak-mencak Murti meninggalkan Daniel dia sempat menoleh ke belakang menatap sinis Daniel lalu buang muka melanjutkan langkahnya yang cepat itu.

'ah gila. Pantesan Karto cinta mati sama dia, ternyata secantik dan semenarik itu. Sifatnya yang keras membuat dia kelihatan unik dan beda dengan gadis desa lainnya.' Daniel diam diam tersenyum dalam hatinya.

"Ah, aku harus hubungi Tuti dulu." Dia mengambil ponsel dan menelpon Tuti.

"Hallo Tut, gimana kamu? Udah baikan, aku barusan ketemu sama Murti." Kata Daniel di telepon.

'kamu lama sih mas. Aku sampai luka dan malu, tapi nggak apa apalah, dengan begini Karto harus nikahin aku dan ceraikan Murti, itu yang kamu mau kan?' tanya Tuti di telepon.

Daniel mengangguk. "Iya, makasih ya Tut, uangnya udah aku transferin, tapi aku masih harus berjuang untuk bujuk Murti supaya mau ikut ke kota. Dia harus ikut aku ke kota, dan tahu siapa dia sebenarnya."

'terserah mas lah. Bawa dia jauh jauh dari sini.'

Daniel tersenyum senang. Sekarang tinggal mengatur strategi untuk membawa Murti bersama dengannya. Tapi gimana caranya ya. Daniel memutar otak.