Pelajaran ke empat jam kosong di kelasnya. Saat itu pula Rey menyempatkan diri membuka ponsel. Ia tiba-tiba teringat akun sns temannya dulu yang sering mengupdate foto-foto semasa SMP. Laki-laki itu duduk dengan tenang, ekspresinya datar tapi serius mengamati, memilah foto mana yang ia ingat dulu.
Tiga menit. Rey akhirnya menemukannya, tersenyum puas. Laki-laki itu memperbesar foto kemudian semakin menampilkan senyum tipis dan tenang. Tindakan itu sontak membuat Dika di bangku seberang melongo tidak percaya.
Awalnya Dika pikir mantan ketuanya sedang bermain ponsel biasa, jadi tidak ia perhatikan banyak. Ketika Dika melihat Rey yang tersenyum menatap ponsel. Ia merasa ada yang tidak beres. Dengan cepat Dika mengetikan sesuatu di ponsel dan mengirimkannya di sebuah grub.
Dika : Woi, bos kayanya udah punya cewek.
Ben : Stres.
Dika : Gue serius anjir?!
Noel : Minimal bukti.
Dika : Langsung datang ke TKP kalo mau liat.
Ben : Lagi pengen nyebat, gue lagi bolos nih coy.
Dika : Ketahuan lagi nyebat sama guru mampus lo ajg.
Noel : Rey punya cewek itu hoax.
Dika : Lo nggak tau aja ketua tadi dateng ke kelas adkel.
Ben : SERIUS LO?
Dika : MAKANYA OTAK LO JANGAN ISI NYEBAT MULU BEGO.
Dika : Sampe berkerak tuh otak kebanyakan nyebat.
Ben : Eh ajg, gini gini gue pinter coy.
Noel : Pinter mengambil hak milik orang lain.
Ben : Ck ck, nggak salah lagi.
Noel : Skip skip.
Noel : Ketinggalan berita mewah. Woi, lanjutnya mana?
Ben : Lanjut lanjut.
Dika akan mengetikan pesan balasan, ia melirik Rey sejenak kemudian tertegun. Tidak percaya. Pasti yang salah matanya! Tetapi Dika telah mengerjapkan mata berulang kali, ia masih mendapati wajah Rey yang dihiasi senyum yang lebih lebar daripada sebelumnya.
Dika : Dunia sudah gila.
Ben : Lama lo.
Noel : Ada apaan sih?
Dika : Kabar terbaru, bos lagi senyum-senyum sendiri.
Ben : Itu mah bos yang gila.
Noel : Bego emg Dika.
Dika : LO NGERTI PERUMPAMAAN NGGAK SIH, BANGKE.
Ben : Emang apaan sih?
Dika : BALIK SD AJA LO JING!
Noel : Kasar.
Ben : Huu
Dika merasa frustasi. Ia meletakkan ponselnya, mengatur emosinya agar tidak terbakar dengan kebodohan dua temannya itu. Dika memijat dahinya pelan, ia kembali melirik Rey. Berharap mendapatkan senyuman itu lagi.
Sayangnya Rey melunturkan senyum dengan cepat. Dika mendecih dalam hati, tidak sempat memotretnya dan menjadikannya pajangan dengan bingkai super jumbo.
Rey melanjutkan mencari foto lainnya, kemudian menyimpan. Menatap ponselnya dengan lega. Rey menatap tampilan gadis itu saat masih SMP. Ingatannya tidak terlalu banyak, tetapi Rey ingat dulu Dasha sering melihatnya saat ia bermain basket karena memiliki jadwal ekstra yang sama dengan Dasha.
Lalu, masih banyak hal lain yang tidak terlalu Rey perhatikan dulu.
Di foto Dasha tampak lebih berwarna, dia tersenyum dengan cerah. Menampilkan senyum yang membuat hati Rey tiba-tiba menghangat.
Puas melihatnya Rey menutup layar ponsel. Dengan cepat melirik ke kiri dengan alis berkerut. Dika yang menatapnya langsung mengalihkan pandangan.
Rey memang terlalu peka dengan tatapannya. Ia mendecih dalam hati, penasaran apa yang Rey lihat sampai membuatnya menampilkan senyum langkanya.
Melihat adanya pergerakan dari Rey, Dika buru-buru menekan tombol home di ponsel. Membuka galeri dan menunduk berpura-pura membuka galeri.
Dengan nada tenang, bertanya. "Mau kemana?"
Rey menoleh dengan wajah dingin. "Kamar mandi."
Dika akan beranjak tetapi Rey buru-buru memotong.
"Nggak usah ikut lo. Gue mau sendiri."
Dika merasa dijatuhkan sampai tanah, ia mengangguk dan menatap Rey dengan wajah kusut.
Mengabaikan reaksi Dika. Rey berjalan keluar dengan satu tangan dalam saku. Karena masih dalam jam pembelajaran, keadaan koridor terlihat lebih sepi. Laki-laki tinggi itu berjalan dengan tenang. Ia mengamati keadaan sekolah barunya.
Itu tidak terlalu buruk.
Di pertengahan jalan, Rey terhenti tepat di depan kelas yang ia kenal. Rey hanya meliriknya sedikit. Kelas itu tampak disibukkan oleh pembelajaran. Melihat bangku kosong yang ia pastikan merupakan bangku Dasha.
Suasana hati Rey menggelap. Tidak bertemu dengan Dasha saat jam istirahat tadi membuat Rey dilanda frustasi.
Entah kemana perginya gadis itu. Rey menatap kosong bangku yang paling dekat dengan jendela tidak diduduki sosok yang ia dekati akhir-akhir ini.
Karena itu, Rey merasa aneh. Ia segera melanjutkan jalan sebelum seseorang menyadari Rey terlalu mengamati kelas tersebut.
Sedikit mengesalkan. Tetapi Rey pastikan sore nanti ia akan bertemu dengan Dasha.
Ditengah rumit suasana hati Rey.
Ketika ia berbelok, Rey tidak terlalu memperhatikan jalan. Bahunya terserempet oleh kepala seseorang. Gerakan kejutan itu membuat laki-laki itu refleks menoleh dan menunduk. Mata yang memancarkan tidak banyak minat menatap sosok yang ia tabrak tengah meringis ngilu.
Mata Rey menyipit, kemudian perlahan mengendor mendapati siapa yang ia tabrak. Ia menunduk dengan tangan menjulur mengambil kertas yang jatuh dilantai. Ketika akan menyerahkan, wajah gadis di hadapannya melebar terkejut.
Diam-diam Rey mengulum senyumnya.
"Maaf, gue nggak sengaja," ujar Rey dengan tangan yang masih menggantung menyerahkan kertas yang ia ambil barusan.
Dasha mengerjapkan mata, menunduk kikuk, dengan cepat mengambil kertas di tangan Rey.
Dasha mengigit bibir bawahnya gugup, ia mengangguk sebagai jawaban dengan alasan Rey kemudian menambahkan. "Oh, gue juga, gue juga nggak sengaja. Sebelumnya makasih."
Bibir Rey naik begitu Dasha menyelesaikan kalimat, senyumannya membuat Dasha merasa semakin gugup. Ia meremas kertas pelan, dan menatap seniornya dengan ramah. "Kalo gitu, gue duluan ya, kak. Maaf dan makasih juga."
Dasha baru berbalik, Rey menahan lengan gadis itu dengan gerakan cepat. Kejutan itu membuat Dasha tersentak, wajahnya penuh tanda tanya dan gugup.
Rey merasa tergelitik. "Jam istirahat tadi lo di mana?"
Dasha menatap seniornya dengan tanda tanya, ia tiba-tiba teringat dengan roti dan susu itu.
"Gue, gue di kelas kok."
Melihat pihak lain tampaknya pura-pura tidak tahu. Rey semakin menatap Dasha dalam.
"Gue dateng ke sana. Tapi kenapa lo nggak ada?" Pertanyaan Rey begitu tenang, tetapi mengacaukan hati Dasha yang sudah berantakan.
Dasha tertekan, ia tidak bisa kabur karena tangannya ditahan. Ia juga tidak bisa terlalu jujur karena sudah membuat kebohongan.
"Oh, oh mungkin pas lo dateng gue lagi pergi di kamar mandi." Dasha menelan ludah berat hati. "Jadi, lo nggak lihat gue di kelas. Emang ada urusan apa, kak?"
Itu masih kedengaran masuk akal.
Rey tersenyum tiba-tiba, walaupun wajah Rey sebelumnya memancarkan keramahan. Dasha tidak bisa untuk tidak terkejut.
"Gue tadi kasih lo roti sama susu buat ucapan terima kasih."
Melihat gadis di hadapannya tampak semakin gugup, Rey melanjutkan ucapannya dengan tenang. "Udah lo makan?"
"Gue, gue baru tau. Sebelumnya makasih. Harusnya lo nggak perlu ngasih repot-repot kaya gitu." Diakhir perkataan suara Dasha melamban. "En ... Tapi makasih ya, kak. Gue pikir itu bukan punya gue."
"Nggak masalah." Rey melepaskan tangan mengetahui Dasha semakin tidak terkendali dengan gugupnya. Ia melihat gadis itu yang mengusap pergelangan tangan, dan menatapnya dengan wajah memelas.
Hati Rey seperti marshmellow yang meleleh.
"Sekali lagi makasih, kak. Em ... Kalo gitu, gue pergi duluan ya."
"Mn, oke."
Dasha berjalan cepat begitu Rey menjawab dengan nada begitu ramah. Melihat kepergian Dasha, mau tidak mau Rey menyunggingkan senyuman manis. Mengurut tengkuk lehernya, ia pikir ketika Dasha gugup merupakan salah satu hal yang Rey senangi. Gadis itu nampak sedikit pucat, tetapi kecelakaan tadi membuat perasaan Rey jauh lebih baik.