Chereads / Kisah Air & Api-Idu Geni / Chapter 10 - Bab 10

Chapter 10 - Bab 10

Bersekutu dalam sebuah perjuangan

Dengan warna hitam dan jelaga yang bertebaran

Bukan lagi sebuah perjuangan

Itu hanya persekongkolan

Yang akan membawa kegelapan

Ke dalam kancah kesi- siaan.

Nyawa yang hilang tak terbilang

Jiwa yang berpulang tak dibilang

Hanya sesal yang mengendap dalam-dalam

Begitu perih begitu pedih

Begitu sunyi begitu letih.

Pesisir Tuban. Sebuah Kuil di Pinggiran Kota Tuban. Ruangan pertemuan besar di dalam kuil itu sangat hening. Puluhan orang yang sedang duduk, memperhatikan seorang gadis cantik berbicara dengan berapi-api,

"Situasi ini tidak bisa kita lewatkan. Istana Timur sedang menghimpun kekuatan untuk memerangi Istana Barat. Selama ini kita menunggu-nunggu kesempatan baik ini! Aku mengusulkan bagaimana kalau kita semua yang di ruangan ini membentuk sebuah persekutuan yang tujuan akhirnya tentu saja menjungkalkan Majapahit!"

Putri Anjani melanjutkan, dengan masih berapi-api.

"Jika semua setuju, aku ingin mengusulkan persekutuan ini harus tertib dan terurus dengan baik. Aku mengusulkan nama. Persekutuan Pesisir Gugat. Ketua dan para pemimpinnya bisa kita pilih sekarang. Jangan lagi ditunda-tunda!"

Semua yang hadir seperti terbangkitkan semangatnya mendengar semua yang diucapkan Putri Anjani. Suara gemuruh tepuk tangan begitu membahana. Seorang tua berpakaian sangat mewah berdiri dan berkata tegas.

"Aku setuju dengan apa yang dikatakan Putri Anjani! Aku siap mendukung dengan semua sumberdayaku yang ada! Pasukan yang terlatih, senjata, keping emas dan perak. Aku siap!"

Semua orang menoleh kepada orang tua yang misterius itu. Pakaiannya sangat mewah, namun dibuat bertambal tambalan. Inilah Raja Tua Pengemis atau dulu juga dikenal sebagai Hantu Berjubah. Tokoh sakti pemimpin perkumpulan Pengemis Tongkat Perak. Perkumpulan cukup rahasia yang ada di depan hidung Istana Barat Majapahit.

Putri Anjani membungkukkan badan ke arah Raja Tua Pengemis.

"Ada lagi yang mempunyai pendapat?"

Sembari berkata, Putri Anjani mengedarkan pandangan ke sekeliling. Suasana kembali sunyi senyap.

Seseorang mendadak berdiri lalu mengayunkan tubuhnya melesat menuju panggung tempat Putri Anjani berdiri. Seorang tua bertubuh kurus tinggi, berjenggot panjang penuh dengan uban berwarna kelabu. Orang tua ini menatap Putri Anjani lekat-lekat.

"Anak gadis yang sangat pemberani! Aku dengar kamu adalah putri dari Laksamana Utara yang terkenal itu. Sebutkan apa rencanamu? Jika rencana itu hebat, aku lah yang akan pertama kali memilihmu sebagai ketua persekutuan ini.."

Putri Anjani mengerutkan kedua alisnya. Orang tua aneh ini jelas-jelas seorang yang berilmu tinggi. Gerakannya begitu ringan saat melompat ke atas panggung. Tapi seumur hidupnya dia belum pernah melihatnya. Dia adalah anak dari Laksamana Utara yang punya pengetahuan sangat luas tentang tokoh-tokoh dunia persilatan. Baik yang sering muncul maupun yang sedang mengasingkan diri. Tapi ciri-ciri yang melekat pada orang tua ini sama sekali tidak diketahuinya. Gadis ini berdehem sejenak sebelum menjawab,

"Ehmmm... baiklah orang tua yang baik. Aku akan membawa persekutuan ini untuk bergabung bersama Blambangan, Istana Timur dan Galuh Pakuan. Yang aku sebutkan tadi adalah kerajaan-kerajaan yang menyimpan dendam kepada Majapahit. Kekuatan kerajaan-kerajaan itu ada di barat dan timur. Artinya kita bisa mengepung Majapahit."

Putri Anjani melanjutkan dengan penuh semangat,

"Kedua, aku akan mengumpulkan para tokoh silat perorangan yang menyimpan dendam lama terhadap Majapahit untuk memperkuat persekutuan ini. Aku sudah mendapatkan janji dukungan dari salah satu ahli sihir terhebat di tanah Jawa, yaitu Nyai Genduk Roban. Selanjutnya aku akan menghubungi beberapa tokoh lain seperti Mahesa Agni dari Istana Timur, tokoh-tokoh ahli teluh dari Blambangan, tokoh-tokoh Sunda yang pasti sangat mendendam kepada Majapahit akibat peristiwa Bubat dan masih banyak lagi yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu namanya di sini karena aku takut ada mata-mata Majapahit juga ikut hadir di sini. Oleh karena itu, setelah pertemuan ini, masing-masing dari kita akan membubuhkan cap darah sebagai bagian dari perjanjian darah persekutuan. Selain itu aku bisa menjamin bahwa persekutuan ini juga akan didukung oleh guruku yang maha hebat Datuk Rajo Bumi."

Terdengar suara bergeremang dari seluruh ruangan mendengar keterangan panjang lebar Putri Anjani. Hampir semua orang takjub gadis semuda ini bisa mengenal nama-nama orang hebat sekaligus bisa membujuk mereka.

"Ha ha ha ha...."

Suara kekeh tertawa itu keluar dari orang tua aneh yang masih berdiri di depan Putri Anjani.

"Akulah Mahesa Agni, gadis yang hebat! Aku benar-benar kagum padamu. Aku menyatakan dengan ini kamu layak menjadi pemimpin persekutuan!"

Putri Anjani terperanjat bukan main. Jadi orang tua ini tokoh misterius Mahesa Agni? Pantas kemampuannya terlihat sangat hebat. Tapi keheranannya teralihkan oleh suara tepuk tangan bergemuruh dari para hadirin. Semuanya berdiri dan nampaknya sangat setuju Putri Anjani yang akan memimpin mereka dalam persekutuan yang rahasia ini.

Gadis dari laut utara ini mengangkat kedua tangannya ke atas. Semuanya terdiam. Memang hebat putri Laksamana Utara ini. Dia sangat berbakat menjadi seorang pemimpin. Dia jugalah yang menyelenggarakan pertemuan besar ini. Dengan dibantu oleh para anak buahnya dari Istana Laut Utara, Putri Anjani mengundang tokoh-tokoh terpilih yang memang dari sejarahnya tidak suka kepada Kerajaan Majapahit. Tokoh-tokoh yang diundang dan hadir akhirnya memang hanya puluhan saja. Namun jika dilihat secara lebih seksama, puluhan itu adalah tokoh-tokoh hebat yang mempunyai pengaruh di dunia persilatan. Baik karena sebagai pemimpin padepokan seperti Ki Hanggada dari Padepokan Gunung Lawu, atau karena pemimpin perkumpulan besar dan berpengaruh serta mempunyai banyak keping emas seperti Raja Tua Pengemis, atau tokoh yang berasal dari kerajaan seperti Menak Catur dari Blambangan Gugat. Dan masih banyak lagi.

Putri Anjani berucap, lagi-lagi dengan penuh semangat.

"Baiklah kisanak sekalian, kalau memang sudah disepakati aku sebagai ketua persekutuan, maka aku minta dibantu oleh Menak Catur untuk wilayah timur, Ki Mahesa Agni untuk wilayah selatan dan Raja Tua Pengemis untuk wilayah barat."

Tidak ada yang membantah atau menyanggah ucapan Putri Anjani. Semuanya mengangguk-angguk setuju. Setelahnya disepakati bahwa pertemuan selanjutnya akan diadakan dua purnama ke depan di Istana Timur. Pertemuan itu akan membahas secara lebih terperinci apa rencana yang akan dibuat untuk mewujudkan cita-cita besar persekutuan.

Sebelum bubar, Putri Anjani mengadakan sebuah perjanjian dengan semua orang yang dinamakan Perjanjian Darah. Masing-masing orang melukai ujung jari tangannya, kemudian tetesan darah itu dikumpulkan ke dalam sebuah cawan. Cawan itu kemudian ditutup dan disimpan. Cawan Perjanjian Darah itu nanti akan dibawa ke salah satu tokoh sihir Blambangan. Tokoh itu akan memberikan jampi dan mantra. Siapa saja yang melanggar perjanjian akan merasakan akibat yang sangat mengerikan. Setelah acara yang cukup mendirikan bulu roma itu, para peserta akhirnya membubarkan diri.

Setelah semua peserta pertemuan membubarkan diri, kecuali Ki Mahesa Agni, Raja Tua Pengemis dan Menak Catur, Putri Anjani menghela nafas lega. Awal dari tujuan besarnya mulai terbentuk wadahnya. Dia harus telaten menjaga suasana hati para tokoh-tokoh Persekutuan Pesisir Gugat.

Melihat tiga tokoh utama itu semua melihat ke arah dirinya yang sedang merenung, Putri Anjani membuka percakapan.

"Paman bertiga, saya mempunyai tugas untuk paman masing-masing. Paman Mahesa, sampaikan kepada paduka Bhre Wirabumi bahwa persekutuan ini siap mendukung paduka Bhre Wirabumi jika sewaktu waktu Istana Timur siap mengadakan peperangan dengan Istana Barat."

"Paman Menak Catur, tolong bawa Cawan Perjanjian Darah ini ke Blambangan. Berikan mantra dan jampi agar semua patuh terhadap perjanjiannya. Simpanlah di Istana Blambangan. Kelak kita pasti membutuhkannya."

"Paman Raja, buatlah senjata-senjata hebat dari para Mpu yang paling mumpuni. Kirimkan dan kumpulkan di Istana Timur. Senjata-senjata ini akan kita buat untuk mempersenjatai pasukan kita kelak di kemudian hari saat perang."

"Aku sendiri akan pergi ke Galuh Pakuan. Aku akan berunding dengan Panglima Candraloka untuk bisa menggunakan pasukan khusus yang aku pimpin di sana untuk menyerang Majapahit nantinya."

"Kita akan bertemu lagi pada purnama keduabelas saka ini di Istana Timur."

Tiga orang tokoh itu mengangguk angguk mengiyakan. Ini perintah pertama pemimpin persekutuan. Ringkas, tegas dan tepat. Mereka saling sepakat dalam hati bahwa gadis ini memang seorang pemimpin yang cakap.

Begitu perintah telah disampaikan dan disanggupi, tiga tokoh itu kemudian berpamitan kepada Putri Anjani untuk segera pergi. Putri Anjani melihat kelebatan bayangan mereka menghilang ke dalam hutan di sekeliling kuil sambil tersenyum puas. Matanya yang indah menajam dan berbinar-binar. Sumpahnya untuk menghancurkan Majapahit mulai menemukan titik terang. Gadis ini meraba punggungnya. Gendewa Bernyawa ada di sana. Siap untuk menumpahkan darah ribuan orang-orang Majapahit pada saatnya nanti.

Putri Anjani kemudian berkemas dan setelah itu berkelebat pergi. Ada satu tujuan lagi yang harus didatanginya sebelum dia bertolak ke Ibukota Galuh Pakuan. Dia ingin menemui gurunya Datuk Rajo Bumi untuk meminta petunjuk bagaimana menyempurnakan Gora Waja yang diajarkannya.

Datuk Rajo Bumi selalu berpesan kepadanya, jika ingin menemui datuk sesat itu, Putri Anjani bisa sewaktu waktu mendatangi Kawah Segoro Banjaran di puncak Gunung Sindoro. Datuk itu memang mempunyai satu tempat yang paling disenanginya di Pulau Jawa, yaitu Gunung Sindoro.

**********