Setelah Nando memesan dan makanan telah tersaji, tanpa sadar Febi menoleh ke belakang. Semua masih baik-baik saja sebelum Febi menoleh. Saat Febi melihat lelaki itu, tidak disangka tatapan keduanya bertemu. Tatapan matanya yang dalam dipenuhi dengan sikap acuh tak acuh. Dia mengangguk pelan pada Febi dengan anggun dan tenang, tapi terlihat jelas wajahnya sangat acuh tak acuh. Penampilan orang itu mengingatkan Febi pada bangsawan kerajaan.
Febi terkejut hingga menarik napas dan segera memalingkan mukanya. Febi juga tidak berani melihat ekspresi Nando, dia hanya membenamkan kepalanya. Jadi, dia pastinya tidak menyadari jika suaminya yang berada di sisi berlawanan sedang mengangguk ringan kepada lelaki itu.
Pelayan datang untuk menyajikan makanan, Nando melirik botol anggur merah, "Sepertinya kami tidak memesan anggur merah."
"Ya. Tuan Julian yang duduk di sana, secara khusus memberikan kepada kalian berdua."
Tuan Julian?
Apakah adalah ....
Febi menoleh dengan bingung. Sesuai dengan dugaan, Febi melihat tatapan lelaki itu sedang mengarah ke arah mereka.
"Aku mengerti." Nando mengangguk mengisyaratkan dia telah mengerti, kemudian dia melihat ke belakang Febi dan menginstruksikan, "Bukalah."
"Jangan!" Febi secara refleks langsung meraih tangan pelayan hingga membuat pelayan itu terkejut. Pelayan itu melihat Tuan Muda Nando dengan sedikit serba salah, lalu berbalik untuk melihat Febi. Febi berkata dengan gugup, "Nando, kalau kamu ingin minum, kenapa kita tidak memesannya sendiri? Kita tidak perlu mengambil pemberian orang lain tanpa alasan."
"Cerewet!" Nando menatapnya dengan tidak sabar, lalu menepis tangannya dan menginstruksikan pelayan, "Buka anggur itu!"
"Ya, Tuan Muda Nando." Pelayan itu membawa anggur pergi.
Selama mereka makan, Febi merasa sangat takut. Tidak peduli makanan selezat apa pun, di mulut Febi tetap merasa hambar. 'Apa yang ingin dilakukan pria itu? Aku masih berpikir dia bisa bersikap acuh tak acuh seperti dirinya yang menganggap mereka tidak saling kenal. Dia bahkan memberikan anggur! Apakah dia masih memikirkan hubungan pada malam itu?' batin Febi.
Febi hampir gila!
"Kamu kesal dengan siapa?" Mata Nando tertuju pada tangan Febi yang tegang. Dia memotong steak tanpa memedulikan sikapnya hingga mengeluarkan suara "tring, tring".
Saat ini Febi baru menyadari dirinya sudah hilang kendali. Febi mungkin sudah mempermalukan Nando lagi, Febi merasa sedikit malu. Dia menghentikan gerakan tangannya, "Aku sudah kenyang. Nando, bisakah kita pergi dari sini sekarang?"
"Aku belum selesai makan ...." Sebelum Nando selesai berbicara, telepon di meja makan tiba-tiba berdering. Nando melirik Febi sejenak, lalu dia menjawab telepon.
Suara di telepon begitu lembut sehingga Febi sama sekali tidak bisa mendengar suara itu, apalagi untuk mendengar dengan jelas. Namun, Febi melihat jelas ekspresi Nando tiba-tiba berubah, "Vonny?"
Terdengar emosi yang rumit dari nama yang keluar pelan dari mulutnya itu, tapi kata-kata itu membuat Febi terkejut, wajahnya yang cantik menjadi pucat.
Vonny ....
Wanita yang meninggalkannya dua tahun lalu ....
Selama dua tahun dia tidak pernah menyentuh Febi, bukankah karena dia menunggu wanita yang seharusnya menjadi Nyonya Dinata kembali?
Hati Febi benar-benar kacau. Nando sudah menutup telepon. Dia segera mengambil setumpuk uang kertas dari dompetnya dan melemparkannya ke atas meja, kemudian berbalik dan pergi.
Nando pergi tanpa melihatnya sekali pun. Seolah-olah ... dia adalah orang transparan yang sama sekali tidak terlihat.
Namun, Febi adalah istrinya!