Ibu Viri adalah turunan dari Surawisesa. Melalui perguruan tinggi, ia bertemu dengan ayah Viri, turunan dari keluarga I'Kariang, yang sudah melepaskan 'kebangsawanan' I'Kariang. Sekalipun begitu, dengan standar kebangsawanan yang sangat longgar di tataran Sudda, keluarganya paternal Viri masih terhitung berdarah biru.
Sisi keluarga I'Kariang jauh lebih kompleks daripada Surawisesa, pasalnya, nenek buyut I'Kariang memiliki delapan suami. Di jamannya, jumlah tersebut memang normal, begitu pula pemisahan rumah tangga antara para suami, khususnya untuk para bangsawan. Saat nenek buyut wafat, pembagian warisan terlaksana secara brutal. Nenek Viri merupakan korban paling tragis walau sebagai pewaris utama, sebagai putri pertama dari tiga belas bersaudara. Bagaimanapun, neneknya Viri merupakan turunan suami ketiga.
Di satu sisi, nenek Viri dengan lapang dada mengemban tugas 'mengayomi' dua kakak lelaki, satu saudara kembar, dan seluruh adik-adik yang lahir setelahnya. Maka dari itu, setelah masing-masing memiliki rumah tangga sendiri pun, nenek Viri masih sering membantu atau membekali seluruh saudara dan saudarinya, baik lebih tua maupun lebih muda, baik para lelaki maupun perempuan. Pengorbanan diri nenek Viri begitu besar, sampai-sampai dia hanya mampu memiliki dua suami, sementara empat saudarinya memiliki tiga sampai lima suami. Kembaran nenek Viri, seorang lelaki, pun bergantung pada 'kuasa' ningrat yang dipegang nenek Viri agar istrinya hanya bersuami satu.
Dengan dasar 'dimanja' begitu, begitu nenek buyut I'Kariang meninggal dunia, nenek Viri nyaris sama sekali tidak mendapat sepeser pun warisan, kecuali satu rumah bobrok di suatu desa pinggiran, dengan dalih "Pangwaris* kan orang penting di Parlemen, paling besar gajinya. Renovasi saja rumahnya."
Terlebih, kembaran nenek Viri tengah melalui krisis rumah tangga lantaran istrinya diam-diam menikahi dua suami lain. Nenek Viri masih perlu mengorek berbagai macam dana, menjadi tameng dan pembela kembarannya, sampai urusan rumah tangga sendiri terbengkalai. Kembaran nenek Viri berakhir menjadi pihak yang 'kalah', bercerai, dan tinggal bersama neneknya Viri, yang menyebabkan rumah tangga nenek Viri mendidih dengan banyak konflik.
Puncaknya, setelah periode jabatannya selesai di Parlemen, nenek Viri mengalami kebangkrutan, lalu sisa uangnya dipakai untuk menikahkan si kembaran dengan wanita baik-baik. Bayarannya adalah kedua kakek, ayah, dan para paman Viri tidak dapat membeli beras untuk setahun. Suami pertama nenek Viri pun menggugat cerai, sukses, dan meninggalkan dua anaknya bersama nenek Viri. Walau begitu, suami pertama tersebut kemudian menjalani kehidupan melajang sukses dan mendanai perguruan tinggi kedua anaknya; salah satunya adalah ayah Viri.
Lalu dari total lima anaknya (dua dari suami pertama, tiga dari suami kedua), ayahnya Viri, ketiga dari lima bersaudara, yang pertama kali memiliki anak perempuan. Baru sepuluh tahun kemudian, dari putra bungsu, lahir pula seorang anak perempuan. Putra bungsu ini, bagaimanapun, menikah dengan orang luar negeri dengan kultur pewarisan dari turunan perempuan pula, sehingga putrinya menjadi pewaris di keluarga luar negeri sana. Tidak ada konflik antara mereka; yang ada, sepupu paternal ini sangat menghormati Viri.
Secara teknis, Viri adalah pewaris tunggal serta utama di keluarga I'Kariang.
Bagaimanapun, topik yang dibawakan sisi keluarga I'Kariang adalah: Dian, tiga sepupu kamu ada yang mau sekolah di Suddakarta, besok kamu temenin mereka ya cari kosan sama keliling sekolahnya.
Tidak ada seorang pun dari sisi I'Kariang yang mendesak pernikahan.
Nenek Viri pun telah lama melepas tanggung jawab kebangsawanannya, sebagai pewaris utama I'Kariang yang perlu mengayomi seluruh saudara-saudarinya. Dia tidak begitu peduli apa Viri bisa segera memiliki pewaris atau tidak. Lagipula, kedua cucu perempuannya takkan mungkin mengikuti nama keluarga ayah mereka.
Dalam grup keluarga mereka, omongan Nenek Viri biasanya disampaikan oleh putra sulung yang tinggal bersamanya. Kebanyakan topiknya berkisar soal orang-orang lama yang mendiami Parlemen: Nenek nanya kamu ketemu turunan keluarga Wisnujaya, gak, pas di Parlemen? Buyutnya Wisnujaya itu dulu atasannya Nenek sebelum Nenek menjabat.... kalau ketemu keluarga Istasukma ajak ngobrol aja, mungkin ketemu temen lamanya Nenek di Parlemen.....
Di malam pertama cutinya, Viri membalas perhatian kedua sisi keluarga; satu soal pernikahan, satu soal orang-orang dalam pemerintahan. Di tengah-tengah membalasi pesan, Viri tertidur tanpa sadar.
Untuk lima hari pertama, Viri banyak diam di rumah. Dia berolahraga di ruang gym mini, makan, minum, mandi, kemudian berleha-leha. Kedua sisi keluarga sudah meredakan frekuensi tanya-tanya mereka, sehingga giliran teman-teman Viri, dari berbagai macam kalangan. Teman akrab periode pendidikan wajib menyelamati Viri, teman dari perguruan tinggi kelas spesial menyelamati Viri, teman dari Departemen Anti-Xeno menyelamati dan mengajak bertemu. Hanya teman dari komunitas hobi daring yang tentram bergerumul soal hobi.
Viri tidak pernah bertemu langsung dengan teman di komunitas, serta tak pernah mengumbar pekerjaan atau nama panjangnya. Di komunitas itu ia hanya dikenal melalui nama pengguna 'Ijo', kadang diganti menjadi 'Siluman Ijo' atau 'Buto Ijo' setiap Viri menjalani dinas jangka panjang, sebagai simbol dia akan luring untuk waktu berkepanjangan.
Walau begitu, jika melihat ke linimasa pribadi para anggota komunitas, banyak yang membagikan berita dan mengomentari penghargaan Viri serta seluruh timnya.
Dua hari kemudian, Viri ditelepon oleh seorang Tante Surawisesa yang bekerja dalam bidang agroteknologi negara. "Dian, apa kabar? Kamu udah cuti, kan, sekarang, gimana cutinya?"
"Baik, Tante. Tante gimana?"
"Baik-baik, oke banget Tante ini. Pas kamu nerima penghargaan, sekantor Tante televisinya di berita kamu aja terus, ah bangga banget deh Tante bisa bilang kamu itu ponakannya Tante!" diikuti tawa riang Tantenya.
Sekitar lima menit, keduanya berbasa-basi. Viri mendengarkan Tantenya mengabari kabar anak-anaknya, yang semuanya putra, masing-masing telah memiliki calon istri serta calon saudara sepernikahan. Selesai bercerita begitu, Tantenya kemudian berkata: "Nah, itu calon saudara sepernikahan si Aruna ada yang nama belakangnya Singsura, bilangnya dia dari Bawagaluh."
Oh, ini topik intinya, pikir Viri. "Kabupatennya atau kotanya, Tante? Nenek Viri di Kota Bawagaluh, keluarganya Viri banyakan di kota."
"Hmmm... bentar Tante tanyain dulu." Sekian suaranya menjauh, terdengar memanggil Aruna. Tidak lama, terdengar juga sayup-sayup suara Aruna yang mengeluh, tidak setuju saudara sepernikahannya diselidik melalui Viri, yang tak digubris Tante. "Katanya dari kota. Gapapa ya, Dian, bantuin Tante coba cari tahu soal mereka—" "Aduh, Ibunda! Gausah repotin Kak Dian, napa sih?!"
Ada jeda dengan suara yang sedikit jauh, tetapi masih terdengar, dengan Tante memarahi Aruna karena menentang. Setelah itu, Tante kembali ke telepon: "Maaf, ya, Dian. Si Aruna itu, masa sih ginian gak dicari tahu, kalau sepernikahannya kenapa-napa kan susahnya ke Aruna juga. Tapi kalau kamu gak ketemu apa-apa, ya udah, sih, gak usah serius-serius amat."
"Gak apa-apa, Tante. Nanti Dian cari tahu."
"Oke! Makasih ya, Dian.... Dian lagi di rumah Taruma? Atau rumah dinasnya Suddakarta?"
"Di Taruma."
"Nanti Tante kirim kue-kue yaa, Dian... diterima aja, anggap hadah karena kamu menang medali!"
"Iya, makasih, Tante. Besok-besok gak usah repot-repot kalau aku menang medali lagi, ya."
"Hahaha! Pasti lah Dian bisa menang medali lagi, yaa, harus dirayain juga, dong!"
Basa-basi penutup kali ini lebih pendek. Setelah menutup telepon, Viri segera mengirim pesan ke sepupunya yang bekerja di administrasi penduduk Kota Bawagaluh, putra dari Paman Sulung. Kemudian dia melanjutkan menonton serial televisi dari layanan siaran daring, yang tengah direkomendasikan banyak teman dari komunitas hobinya.
Belum tiga menit, sepupunya sudah membalas: [Singsura itu keluarganya istri Paman Dua... E'de** gak banyak tau sih jadi coba tanyain sisi sana.... ada apa memangnya....]
Viri segera membalas: enggak, sepupu aku ada yang sepernikahannya sama orang dari Singsura. Maka Viri pun menghubungi sepupu dari sisi paman keduanya, menanyakan keluarga Singsura. Viri baru melihat balasan setelah selesai menonton satu episode. Jika dirangkum intisarinya, keluarga Singsura merupakan keluarga bangsawan regional di Bawagaluh, tak pernah mencapai level Parlemen seperti nenek Viri. Viri membalas dengan menjelaskan situasi, sedikit obrolan ringan, lalu menghubungkan sepupu satu ini dengan Aruna. Lalu kue yang dijanjikan Tantenya datang, langsung disajikan oleh Bibi di meja ruang tengah. Lupa lah Viri pada urusan ini.
Empat hari kemudian, Aruna, lima tahun di bawah Viri, mengirim pesan: [Kak Dian... lgi sibuk g?]
Viri membalas: [gak, kenapa?]
Aruna: [aku kan ketemu ngobrol sama sepupunya Kak Dian terus sama calon sepernikahan aku juga jadi banyak ngobrol... umm terus kan ya gak mungkin pura-pura nggak tau siapa Kak Dian kan, jadi saudara sepernikahan aku bilang ke pangwaris Singsura...]
Pesannya berhenti di sana, dengan status 'Aruna sedang mengetik...' yang berkedip. Viri dapat menebak apa yang akan terjadi.
Aruna: [maaf ya Kak, aku juga gak enak.... pangwaris Singsura minta bisa gak sepupunya dikenalin ke Kak Dian? Sepupunya sepernikahan aku itu kembar, udah 24 tahun jadi gak jauh beda sama Kak Dian. Maaf ya Kak Dian... sepernikahan aku juga gak enak, tapi dia takutan ke perempuan....]
Viri menekan pelipisnya. Tak lama, Aruna mengirim beberapa pesan yang lebih pendek secara beruntut: [Itu kembar katanya di Suddakarta juga, Kak. Katanya mereka karirnya bagus juga, Kak, kalau digabungin lima belas juta. Aku boleh kirim foto mereka?]
Belum Viri membalas persetujuan atau penolakan, Aruna mengirim lagi pesan: [aku langsung kirim aja ya Kak, liat aja dulu, kalau enggak suka yaudah gausah kenalan, aku udah bilang ke sepernikahan juga biar bilang gak maksain.]
Muncul satu foto dari sepasang pria kembar. Kesan pertama yang Viri dapat: oh, ganteng. Kesan kedua: keliatannya sosialita....
Sepasang kembar ini sama-sama memiliki rambut se-dagu. Satu dibelah tengah, satu lagi berponi samping. Mereka tengah tersenyum lebar, latar belakang foto merupakan sebuah kerumunan, dalam ruangan serupa klab atau mungkin hanya restoran penyedia live music. Gaya berpakaian mereka cerah, gigi mereka sama cerah.
Viri memandang keduanya agak lama sebelum membalas: [aku pikirin dulu ya, Aru.] Aruna langsung membalas, [oke, Kak Dian.]
Viri menaruh ponsel dan melanjutkan tontonannya. Sementara layar memutar serial, pikiran Viri mempertimbangkan dengan lebih serius soal urusan pernikahan ini.
Pada satu sisi, memang benar Viri sudah mulai rumahnya terlalu besar, sunyi, dan sepi. Di sisi lain, Viri terpikir OPKG kemarin, berjangka dua tahun, dengan seorang personil khusus tingkat Mayor wafat. Adapula pengetahuan sosial yang telah lama tersebar semenjak jaman dahulu: nafsu seksual pria lebih besar dari perempuan. Kisah-kisah perselingkuhan pria, terutama saat istri mereka sedang hamil, sudah dianggap 'kebiasaan normal' dari gender pria. Di jaman lama sebelum aturan lebih kokoh didirikan, pria yang berselingkuh antara diarak keliling desa/sekitar dalam kondisi telanjang sambil dilempari batu. Jika perselingkuhannya terjadi saat istri tengah hamil, hukumannya antara dipasung dalam rumah pengasingan atau ditenggelamkan.
Akan tetapi, di sisi lain, banyak pula perempuan yang berbohong dan menuduh suami mereka berselingkuh tanpa bukti, karena mereka 'bosan' dengan suami mereka. Lalu, perempuan yang berselingkuh... tinggal menikahi selingkuhan mereka, dan permasalahan kelar.
Nenek buyut I'Kariang merupakan contoh kasus kedua. Suaminya bisa meraih delapan orang, karena dia berselingkuh berkali-kali. Rumah bobrok yang diwarisi nenek Viri dulunya satu tempat perselingkuhan buyut I'Kariang, yang kemudian dinikahi menjadi suami ketujuhnya.
Di jaman kini sudah banyak pria yang mengadvokasi standar ganda tersebut, walau, untuk seluruh personil bersenjata (militer, polisi, dan Departemen Anti-Xeno), kisah perselingkuhan pria masih marak. Sama marak dengan kisah pria yang sengaja menikahi istri dari tiga karir tersebut demi mendapat tunjangan.
Kembar ini diminta dikenalkan pada Viri setelah Aruna dan sepupu paternalnya, mau tak mau, menyebutkan identitas Viri.
Mengingat beberapa kencan buta yang pernah diikuti Viri tiga tahun lalu... Viri menghela napas, menutupi matanya dengan lengan.
Dia benar-benar tak memiliki niat bertemu dengan pria yang mengenalnya sebagai pemegang medali kehormatan personil khusus.
Mungkin sifat neneknya yang membuat Viri membalas Aruna: [oke, coba mereka dan aku kenalan. Sebisanya mereka, aku bebas kapan aja.]
*pangwaris = pewaris.
**E'de = sebutan diri sendiri untuk pria yang lebih tua dari perempuan jika berbicara kepada perempuan dalam bahasa Sudda (fiksional).