Kiyoshi menatap Seina dengan tatapan bingung, kaget dan tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
"Aku sudah menolaknya." Seina tersenyum sambil memegang tangan Kiyoshi. "Tapi Demon King bilang padaku untuk memikirkannya terlebih dulu." Seina berhenti berbicara. "Saat itu, aku mengingat dirimu dan tanpa ku sadari aku sudah berada di tempat kita. Tak lama, kamu datang. Dan kamu tahu kelanjutannya."
"…Jadi kamu akhirnya benar-benar menolaknya sekarang?" Kiyoshi bertanya memastikan.
Seina mengangguk. "Karena waktuku sudah dekat. Aku ingin memberinya kabar."
Kiyoshi mendengar sesuatu yang aneh di telinganya. "…Apa maksudmu?"
"Kiyoshi… Apa kamu tahu Demon tidak bisa bersentuhan dengan Angel, meskipun sekuat apa pun dia?"
"Tapi kamu…"
"…Efeknya hanya akan lebih lambat, sedikit." Seina tersenyum saat melihat Kiyoshi seakan menginspeksi tangannya yang menggenggam tangannya. "…Tapi aku punya kemampuan untuk menutupi itu."
"…Seina?"
"Aku tidak tahu apa kamu masih dapat mencintaiku setelah melihat ini." Perlahan Seina menutup matanya dan ilusi seakan terangkat perlahan dari ujung tangannya. Seakan ada garis putih yang semakin lama semakin naik dan menyingkap tubuh Seina yang terlihat lain. "…Tapi kekuatanku sudah sampai batasnya. Setidaknya, aku ingin menunjukkan padamu kebenarannya." Air mata menetes dari matanya. Wajahnya dan seluruh tubuhnya menghitam. "…Maafkan aku Kiyoshi."
"…Seina. Seina…"
"Aku disini Kiyoshi." Seina seakan menahan tangisnya. "Bersamamu. Itu pilihanku. Aku berharap kamu dapat memaafkanku." Dia terisak. "Kiyoshi. Aku mencintaimu." Seina memeluk erat Kiyoshi.
Kiyoshi seakan masih tak percaya apa yang dia dengar. Dia menatap kosong dan saat perlahan tubuh Seina yang terkelupas terbakar dan menjadi serpihan sedikit demi sedikit.
Kiyoshi mencoba memeluk tubuh itu. Dia mencoba mendekapnya. Agar Seina tidak menjadi serpihan dan menjadi abu yang melayang terbang perlahan, tapi dia tidak bisa berbuat apa pun.
Dan dia terduduk menggenggam serpihan merah yang kini menghitam dan menghilang menjadi abu di depan matanya.
Air matanya semakin banyak menetes. Dia berteriak. Lalu memukul tanah di depannya. Sekuatnya. Dan kembali meraung.