Seina terbangun saat dia merasakan sentuhan lembut di rambutnya. Dia bangkit duduk dan bersandar pada Kiyoshi.
"Sudah pulang?"
Kiyoshi mengangguk. "Apa kamu sakit? Kamu tidur seharian…"
"Bagaimana aku baik-baik saja jika kamu tak berhenti menyerangku?" dia memukul pelan Kiyoshi.
Kiyoshi tertawa dan mengecup pelan bibir Seina. "Bagaimana aku dapat bertahan jika memiliki gadis secantik ini?" dia memegang kedua pipi Seina dengan kedua tangannya. "Tapi tampaknya kamu benar-benar sakit. Kamu begitu pucat." Kiyoshi mencoba merasakan suhu tubuh Seina, tapi dia juga tidak dapat menerka apakah Seina sakit atau tidak, karena memang suhu tubuh Seina tidak seperti dirinya yang hangat, Seina selalu terasa dingin.
Seina tersenyum. "Aku baik-baik saja."
Kiyoshi melepaskan dirinya dan membuka jubah yang selalu dia pakai saat bekerja. "Jika kamu membutuhkan sesuatu. Apa pun itu. Katakan padaku. Oke."
Seina mengangguk. Tersenyum. "…Kiyoshi?"
"Hmm?" Kiyoshi kini kembali duduk di samping Seina yang masih tak bergerak dari tempatnya tidur.
"Apa kamu tahu Demon King dapat mengabulkan permintaan?"
"Tapi manusia harus memberikan jiwa nya. Benar yang itu?"
Seina mengangguk. "Jika aku menjadi Demon King. Apakah kamu memiliki permintaan padaku?"
Kiyoshi berfikir sebentar. "…Aku punya permintaan."
"Apa itu?"
"Tapi bukan untuk Demon King." Kiyoshi mengelus rambut Seina. "Tapi permintaan untuk Seina."
Seina tertawa. "Apa?"
"Agar selalu mencintaiku."
Seina tertawa. "Apa kamu tidak memiliki permintaan lain?"
"Apa lagi? Aku sudah bahagia sekarang. Bersamamu." Ucapnya mengecup bibir Seina lagi.
Seina perlahan membenamkan kepalanya di dada Kiyoshi. "Baiklah kalau begitu." Ucapnya tersenyum.