Harapan, cahaya dan warna; ia berikan padaku saat melangkahkan kakinya ke dalam kehidupanku.
----------------------------------
Suara-suara buku-buku yang dibalik menggema, Carla masih terfokuskan dengan laptopnya yang ada dihapadannya. Carla paling suka berlama-lama di perpustakaan, ia suka atmosfernya, ia suka keadaannya yang tenang, dengan suara-suara kertas dibalik oleh pembaca, tak ada suara lain, hanya suara kertas yang dibalik dan helaan nafas.
Ia memulai menyukai buku, menyukai seni dan karya sastra semenjak ia merasa hidupnya begitu menyedihkan, begit suram. Tidak seperti novel-novel fantasi yang mendebarkan dan memiliki ending yang manis setelah berjuang dengan gigih, tak seperti lukisan yang begitu indah, namun seperti karya sastra, terkadang menyayat hati.
Carla tak begitu suka keramaian, walau terkadang ia ingin suasana yang bingar, memecah kesepiannya. Terkadang ia ingin sepi, sendirian dan merasakan seluruh perasaan yang menjalar dan baginya mengakar, karena perasan tersebut terus menerus tidak berhenti. Perasaan yang kian lama kain kuat, bukan pudar.
Suara kursi digeser, seseorang berdiri dan meninggalkan perpustakaan. Carla pun menyudahi aktivitasnya setelah melihat jam berwarna ungu ditangannya.
Seorang lelaki yang lebih tinggi 15 cm dari dirinya berdiri dihadapannya, matanya bulat dan berwarna coklat karamel, rambutnya seperti anak SMA kebanyakan pada saat itu; ada jambul yang sedang trend saat ini namun tidak begitu mencolok, agak berantakan namun bergaya, kemejanya tidak ia masukan dengan rapih. Ia tersenyum, "Hai Carla," sapanya.
Diliriknya lelaki itu, Anggara Pratama, "Tumben lo ke sini."
"Judes amat sih neng," Anggara menopang kepalanya di atas meja, "Habis sekolah cabut yuk?"
Carla menghela nafasnya, "Anggara..."
"Carla..." Anggara meniru gaya bicara Carla.
"Kita tuh udah kelas 12 lagi, belajarlah. Jangan cabut mulu. Kalau mau cabut sama Luna aja gih."
"Luna kan udah punya cowok, ga seru ah lo," Katanya lalu berdiri dari tempatnya dan meninggalkan Carla yang masih sibuk dengan buku-bukunya.
Bel tanda pelajaran akan dimulai berbunyi, Carla cepat-cepat pergi ke lokernya dan mengabil buku dan kamus tebal Bahasa Jepangnya. Lalu ia berlari kecil menuju kelasnya, lalu memilih bangku paling pojok di kelas.
Para siswa yang lain bercanda satu sama lain, gelak tawa mereka memenuhi ruangan tersebut. Tapi Carla, Carla adalah Carla, sesampainya di kelas ia pasti langsung duduk di bangkunya dan membaca ulang materi minggu lalu atau materi yang akan disampaikan pertemuan hari itu. Ia menghafal beberapa kosa kata yang sulit dia ingat.
Suara bangku bergeser di sebelahnya, bahu kanan Carla tiba-tiba terasa berat, ditengoknya Anggara yang baru datang dan menyeder padanya, "Apaan sih, Ngga. Berat tahu," Carla mendorong Anggara.
Anggara selalu begitu, bagi Carla Anggara hanya selalu membuat ia jengkel. Namun, walau bagaimana pun, Anggara selalu ada untuknya seperti bagaimana Luna selalu ada untuk Carla. "Ayo dong La, cabut habis sekolah. Gue jajanin eskrim deh."
"Ga pengen eskrim."
"Mau apa dong?"
"Gue pulang sekolah mau les bahasa Inggris."
"Ah palingan pengen ketemu Ghany."
"So tau lo," Anggara lalu terkekeh dengan tebakannya. Walau begitu setengah dari tebakan Anggara benar adanya, "Lo sama Luna kan bilang mulu 'coba deh buka hati.'"
Anggara diam dengan pernyataan itu. Beberapa menit kemudian Bu Dina datang dengan kacamata yang kebesaran dan kamus Bahasa Jepang yang tebal. Ia lalu memberi salam dalam Bahsa Jepang. Dua jam pelajaran Bahasa Jepang selalu membuat Carla mengantuk, di liriknya Anggara yang tidak seperti biasa, hari itu ia dengan tekun mengamati Bu Dina.
Saat bel tanda berakhirnya pelajaran hari itu, Anggara langsung berdiri dan pergi meninggalkan Carla tanpa kata. Entah ada apa dengan Anggara, mungkin kesal karena Carla tidak mengiyakan ajakannya. Carla tidak terlalu ingin mengambil pusing, toh nanti juga Anggara akan baikan dengan sendirinya, karena begitulah Anggara.
-The Day I Met You-
Carla membanting tubuhnya diatas kasur, hari ini begitu melelahkan. Ia baru sampai rumah pukul tujuh malam. Ia memandang langit-langit kamarnya yang berlukiskan langit biru dengan awan-awan yang berkumpul. Carla menutup matanya untuk beberapa saat.
Ia meraih handphonenya, ada satu pesan masuk. Dari Ghany, teman satu tempat lesnya.
'Carla, lo besok ada acara ga?'
Ia menghela nafasnya, apa ini yang disebut membuka hati? Ia lalu memejamkan matanya, mengingat lagi bagaimana hari itu ia tidak keluar kamar berhari-hari, lalu Anggara datang dan mengajaknya untuk keluar rumah.
"Carla, lo itu tuan atas diri lo," Katanya.
"Iya," kata Carla sekenanya dengan mata sembab, ia meminum milkshake coklat favoritnya.
Lalu tanpa sadar Carla tertidur dalam lamunannya mengingat Anggara dan hari yang kelabu itu. Ia masih selalu merasa manusia paling kesepian di bumi.