Dalam ruangan yang begitu gelap, nampak samar-samar bayang seorang gadis bersimpuh di sudut ranjang yang terlihat begitu rapi. Gadis itu adalah Alinea, rambut panjang sepinggangnya dibiarkan terurai tak terawat padahal beberapa hari lalu rambut itu menjadi bagian yang paling ia sukai.
Acak-acakan tak tersisir, mungkin bila ibunya melihat sosoknya yang sekarang maka yang akan ia dapatkan adalah omelan panjang tak kunjung usai. Namun entah berapa kalipun ia berharap dan berdoa, Alinea tidak akan bisa lagi mendengarkan omelan ibunya yang sekarang berada di surga.
Benar, Alinea yang kini menginjak usia 20 tahun itu baru saja ditinggal ibunya untuk selamanya. Kini dirinya hanyalah sebatang kara yang bahkan tak punya ranting kecil untuk berpegang lagi, benar-benar sendirian tanpa sanak keluarga.
Kisah hidup Alinea memang tak pernah diisi oleh sosok ayah, ibunya bilang ayahnya meninggal saat Alinea berada dalam kandungan sehingga ia tak pernah melihat secara langsung sosok yang dipanggil ayah. Beberapa kali ibunya bercerita tentang sosok suaminya dengan menggenggam selembar foto usang untuk ia tunjukan pada Alinea, sekedar agar putrinya tak benar-benar buta tentang ayah kandungnya. Namun jika Alinea boleh jujur maka selembar foto yang ditunjukkan ibunya itu tidaklah begitu berguna karena tetap saja Alinea merasa asing pada ayahnya.
Alinea tidak benar-benar merasa kehilangan seperti ibunya, hanya terkadang ia berpikir "Ah, ternyata aku juga punya ayah". Saat teman-teman masa kecilnya mengejeknya yang tak punya ayah Alinea juga tidak marah karena ia merasa hal itu adalah fakta. Namun ibunya yang berperan sebagai orangtua tunggal terkadang mendatangi rumah anak-anak itu untuk melapor pada orangtua mereka.
Disisi lain, dunia Alinea berjalan normal tanpa hal yang begitu berarti. Ia sekolah dan bekerja paruh waktu disebuah pakaian untuk membantu ibunya. Jika boleh dikatakan, hidupnya berjalan dengan sangat biasa. Beberapa pernah mencoba mendekatinya namun perlahan mereka mundur karena Alinea yang begitu dingin menanggapi mereka.
Dunianya yang biasa berjalan baik-baik saja hingga masalah menimpanya, ibunya yang juga sekaligus ayahnya meninggal dalam tabrak lari. Alinea yang biasanya tak menunjukkan emosi, hari itu jatuh pingsan saat diminta dokter untuk mengenali jasad ibunya yang terbujur kaku.
Seolah seperti mimpi, ia dibantu tetangga menyiapkan pemakaman ibunya dengan kosong. Ia tak tahu apa yang dia lakukan nun tubuhnya terasa bergerak tanpa ia perintahkan. Sesaat setelah ia tersadar, rumah sepi tak berpenghuni lah yang menyambutnya.
Saat itu, ia jatuh untuk kedua kalinya. Terhuyung-huyung membawa tubuhnya ke kamar minimalis ibunya yang terasa begitu hampa. Tak ada lagi orang disana, hanya kamar rapi yang ditingggalkan ibunya sebelum ia keluar rumah.
Alinea menjatuhkan kepalanya disisi ranjang sedang tubuhnya terduduk di lantai. Sesenggukan suaranya hingga Alinea pun merasa terkejut karena tangisnya. Saat itu adalah pertama kali ia merasa kehilangan, perasaan kehilangan yang sama dengan yang ibunya rasakan tentang ayahnya.
Lama Alinea menangis sendirian di kamar itu, hingga matanya akhirnya kalah oleh kantuk. Hari itu Alinea merasakan perasaan lelah yang seolah tak berujung hingga kemudian ia merasakan senyap dalam gelap.
Terasa lama waktu berlalu, saat Alinea mulai mendapatkan kesadarannya kembali ia bisa merasakan sengatan mentari yang begitu terasa. Merasa aneh mengingat kamar ibunya tak benar-benar menghadap matahari terbit ataupun tenggelam, Alinea pun memaksakan untuk bangun dari tidurnya.
Saat kedua matanya terbuka, Alinea malah menemukan ruangan yang begitu asing untuknya. Kemudian ia menyadari bahwa ia berada di tempat tidur yang hanyalah beralaskan tikar, bahkan Alinea sendiri hanya memakai kain sederhana untuk menutupi tubuhnya. Bingung dan was-was adalah hal yang ia rasakan, takut seandainya ia diculik saat ia tidur.
Ruangan kecil yang nampak tak layak ini hanya memiliki beberapa perabot di dalamnya, Alinea sendiri tidak akan menyebutnya perabot. Semuanya nampak antik dan lama, segala hal diruangan itu terasa asing untuknya. Beberapa hal terasa familiar, mengingatkannya pada pelajaran sejarah SMA yang beberapa telah ia lupakan.
Alinea masih dalam kebigunganya saat segerombolan orang masuk keruangan, Alinea sontak merasa panik. Saat tatapannya bertemu dengan salah satu diantara mereka, ia menemukan ekspresi kaget yang kemudian berubah menjadi senyum sendu. Laki-laki itu beranjak menghampiri Alinea dan duduk di sudut ranjang, ia mengatakan beberapa hal dengan ekspresi lega yang begitu nampak diwajahnya. Satu hal yang pasti, Alinea tak mengerti sama sekali apa yang laki-laki itu katakan. Pakaian yang asing dan bahasa yang asing menimbulkan pertanyaan di benak Alinea, "Sebenarnya dimana aku?"