Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

My Love Manager

Sandei
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.2k
Views
Synopsis
Demi membantu biaya hidupnya Windy memilih untuk menjadi manager Jae, yang juga satu universitas dengannya. Seketika itu membuat hidup Windy berubah.
VIEW MORE

Chapter 1 - 1. Pilihan Terpaksa

Windy menatap kertas yang ada ditangannya, sejenak ia menghela nafas putus asa.

"Bagaimana aku bisa membayar semua ini, aakh ini membuatku gila" ia menjatuhkan dirinya di tempat tidur lalu menendang-nendang langit.

Setelah puas ia kembali duduk, "Tidak, tidam. Ini tidak boleh terjadi, aku harus cepat mencari solusinya!" ucapnya penuh tekad. Windy kemudian meraih ponselnya yang terletak di atas meja.

"Biaya rumah, makan, kirim ke mama, hutang ke Hani" saking kerasnya berpikir alis Windy sampai berkerut. "Bagaimana ini, beasiswa yang ku dapat tidak cukup. Aku harus segera mendapat pekerjaan" ucapnya lagi.

**********

Jae!!!!

Jae!!!!

Jae!!!

Riuh sorak penonton kala melihat idola mereka selesai membawakan lagu terbaru miliknya.

"Terima kasih atas dukungan kalian semua, aku berharap lagu ini bisa membawa kalian semua untuk tetap mengenang selaga kenangan yang indah" setelah mengucapkan itu dan Jae turun dari panggung, fans Jae masih antusias memanggil nama idolanya meski yang sorakan sudah meninggalkan panggung.

"Jihan minumanku!" pinta Jae setelah ia mendaratkan dirinya di sofa belakang pannggung.

"ini airmu!" Jihan memberikan air pada Jae, namun bukannya diminum air itu hanya ditatap.

"Aku ingin kopi" ucapnya

Mendengar itu Jihan menghela nafas kasar, "Apa kau lupa apa yang dokter katakan, kau harus mengurangi minum kopi"

"Tap..." Jae tidak terima dan ingin protes, namun ucapannya buru-buru dipotong oleh Jihan.

"Sudah tidak ada tapi-tapian, atau aku akan mengadukanmu jika kau berani melanggar kata dokter" ancam Jihan, dengan terpaksa Jae mengambil air itu dan meminumnya.

Kini Jae dan Jihan sudah berada di mobil dan menuju ke rumah Jae, di tengah perjalan Jihan teringat sesuatu.

"Oh ya Jae aku hampir lupa, mulai minggu depan aku akan mulai cuti untuk persiapan pernikahan" Jae yang awalnya memainkan ponsel, langsung menghentikan kegiatannya dan menatap Jihan.

"Kenapa jadi minggu depan? Kau bilang akan cuti bulan depan, bukan?"

Jihan mengangguk membenarkan, "Tapi pernikahanku dipercepat, mau tidak mau aku harus segera mencari pengganti sekarang"

"Aku benci orang baru" ucap Jae tidak suka, dia memang membutuhkan waktu untuk mengenal seseorang dengan baik. Apalagi harus mendapat manager baru, ini sangat melelahkan baginya.

"Ayolah Jae, aku akan mencari orang yang cocok denganmu. Jadi tolong bekerja samalah, oke?"

Jae berpikir cukup lama, hingga akhirnya ia mengangguk dan setuju dengan Jihan.

***********

Ini pagi yang cerah, namun terasa mendung bagi Windy. Ia berjalan gontai di lobi kampus, terlihat sosok Hani yang menghampirinya dengan raut wajah bingungnya.

"Kau kenapa? Ini masih pagi, kenapa wajahmu muram begitu" ucapnya saat sudah di depan Windy.

Tidak kunjung mendapat jawaban dari Windy, Hani menarik temannya itu menuju kelas. "Sudah ayo ceritakan di kelas saja!"

Sesampainya di kelas Hani duduk dan besiap mendengarkan apa yang akan dikatakan Windy. "Cepat ceritakan!" paksa Hani karena Windy tak kunjung bicara.

"Huaaaa..... Hani bagaimana ini, kau tau aku benar-benar tidak bisa berbuat apapun. Aku sudah mencari kesana kesini, tapi tidak ada yang bisa ku dapatakan..." Hani mengerutkan dahinya, ia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Windy.

"Bagaimana in....."

"Stop!" Hani segera menghentikan ucapan Windy

"Apa yang kau bicarakan, bicara dengan jelas. Kau tau bukan kepalaku tidak akan sampi jika kau bicara berputar-putar seperti itu"

"Jadi...aku harus segera menemukan pekerjaan, harga sewa untuk tempat tinggalku naik. Telebih lagi aku harus mengirimkan uang pada ibuku, belum lagi harus membawar hutang padamu. Uang ku setiap bulan tidak cukup.."

Hani mengangguk paham, pantas saja temannya itu muram. "Kenapa kau tidak pindah saja?"

"Aku sudah mencoba mencari unit baru, tapi harganya di atas tempat tinggalku semua" ia tidak memiliki tenaga lagi bahkan untuk menopang kepalanya sendiri.

"Mau tinggal denganku? Untuk hutangmu tidak usah terburu-buru, kau bisa membayarnya saat sudah bekerja" Hani mencoba memberi solusi, namun sepertinya bukan itu yang Windy harapkan karena ia dengan cepat menggelengkan kepala.

"Tidak-tidak, aku tidak bisa tinggal denganmu. Kau saja harus berbagi kamar dengan adikmu, jika aku ikut di sana akan membuat adikmu tidak nyaman" tolaknya

Memang benar Hani berbagi kamar dengam adiknya, meski keluarganya terbilang kaya mereka enggan memberikan ke empat anaknya kamar terpisah. Apalagi Hani satu kamar dengan adik perempuannya yang sifatnya sangat kurang bersahabat, bayangkan saja ketika Windy pernah menginap disana. Ia bahkan tidak memberikan Windy selimut, dasar!

"Jadi, apa yang bisa ku bantu?" tanya Hani

"Bisa bantu aku mendapat pekerjaan..." ucap Windy lemas

"Baiklah" entah kemana hilang lemasnya tadi, kini Windy menatap Hani dengan berbinar.

"Serius?"

Hani memangguk dan langsung dipeluk Windy "Terima kasih.... aku menyayangimu Hani..."

************

"Kau benar ingin turun di depan Jae? Tidak sekalian di antar?" tanya Jihan pada orang yang kini tengah sibuk dengan ponselnya.

Jae mengangguk, "Turunkan di depan saja, setelah kelas selesai akan ku hubungi."

Mobil berhenti Jae membenarkan kaca mata hitamnya, lalu turun dari mobil. "Ingat Jae, kita nanti ada jadwal syuting iklan jangan terlambat"

"Iya, iya aku pergi sekarang" ucapnya lalu menjauhi mobil

Jae menghentikan langkahnya di depan gerombolan siswa perempuan yang saat ini tengah histeris dan memandangnya kagum, tidak sedikit pula yang membawa hadiah untuknya.

"Jae kau mau terima ini?" tanya salah satu dari mereka.

"Maafkan aku, tapi diluar jadwal aku tidak diperbolehkan mengambil hadiah. Kalau begitu aku akan ke kelas dulu" tolaknya, jangan lupakan jika saat ini ia sedang tersenyum dengan ramah.

Tidak sama seperti siswa perempuan lain yang heboh dengan kedatangan Jae, Windy dan Hani masih serus dengan kelanjutan kehidupan Windy.

"Windy kakak sepupuku pernah mengatakan kalau dia akan cuti untuk persiapan pernikahan, dia bekerja sebagai manager seoang artis. Akan ku tanyakan apa dia sudah memiliki pengganti atau belum"

Windy sebenarnya tidak yakin, tapi apa salahnya mencoba dahulu. Ia ragu karena pekerjaan itu sebagai manager.

"Bagaimana, apa pesannya dibalas?" tanya Windy penasaran

Ting!

Suara notifikasi dari ponsel Hani membuat mereka langsung penasaran, bahkan mereka berdua merasa gugip saat ini. Ketika pesan itu dibuka dan dilihat, senyum mereka mengembang.

"Katannya belum!" girang Hari,

"Katanya jika berminan, kita bisa bertemu besok" lanjut Hani

"Yeey!!!!" Mereka berdua bagitu senang hingga tidak sadar kehebohan mereka di tonton banyak orang yang ada di kelas.

"Besok kita kita akan bertemu setelah pulang kuliah, berpakaianlah yang rapi Windy"

"Kau tenang saja, percayakan ini padaku!"

"Ho hoo... lihat siapa yang datang" sambut Rean melihat Jae datang.

Jae menaruh tasnya di atas meja, ia lalu duduk dan menyenderkan punggungnya di kursi. "Kau sibuk tapi masih rajin datang kesini" ucap Rean lagi

"Mau bagaimana lagi, aku tidak ingin menghabiskan waktu lebih lama disini jadi lebih baik untuk cepat lulus bukan?"

"Kau sangat bijak temanku"

Jae mengeluarkan senyum percaya diri "Tentu saja"

Jam istirahat dimulai, Windy menuju ke kantin seorang diri untuk membeli minuman. Hani ada acara club jadi ia harus pergi sendirian. Windy memeran jus jeruk untuk menghilangkan dahaganya, setelah bercerita panjang lebar dengan Hani tadi.

Karena terlalu haus, Windy ingin langsung minum. Namun salahnya karena tidak memperhatikan jalan, ia tersandung dan menabrak seseorang.

"Maaf!" ucapnya spontan

Matanya seketika membulat ketika jus yang ia bawa ternyata tumpah ke baju orang yang ia tabrak, dan orang itu adalah Jae.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Jae mengembalikan kesadadan Windy

"Maafkan aku, aku tidak sengaja" ucapnya, Windy bahkan tidak sadar jika dirinya menjadi pusat perhatian saat ini.

"Apa maafmu bisa cukup dan membaut bajuku bersih?"

"Maaf"

"Apa hany..." belum selesai Jae berbicara, ponselnya sudah berdering.

"Iya aku akan segera kesana" ucapnya lalu mengahiri panggilan itu

Sebelum benar-benar pergi, Jae kembali mendekat pada Windy.

"Urusan kita belum selesai" ucapnya pelan lalu pergi dari kanti yang sudah ramai penonton.

"Sial kenapa nasibku begini" kesal Windy

Bersambung.....