Chereads / Royal Life Is Not For Me / Chapter 2 - Astrea

Chapter 2 - Astrea

Satu minggu setelah kejadian itu, kabar soal kandasnya pertunangan Astrea dengan putra mahkota menyebar dengan cepat, dan menjadi topik hangat di kalangan para bangsawan. Kabar itu bahkan sampai ke telinga ayah Astrea, Marquis Cain Silvergale.

Cain yang baru saja kembali dari perbatasan terkejut, mendengar pertunangan putrinya dan putra mahkota telah berakhir. Bahkan banyak yang mengatakan, bahwa Astrea mengamuk di toko perhiasan karena pangeran Evan membatalkan pertunangan mereka. Ia hampir saja percaya jika saja putri tunggalnya itu tidak menyambut kedatangannya dengan senyum cerah.

Ketika dia kembali, Astrea datang menyambutnya dengan senyum manis. Putrinya itu tidak lagi terlihat sedih dan lusuh, dia kembali menjadi gadis cantik yang ceria. Penampilannya jauh lebih terawat dan manis, layaknya Astrea yang dulu. Jauh sebelum putrinya itu jatuh cinta dengan putra mahkota. Astreanya kembali, dia sudah kembali menjadi putri kecilnya yang dulu.

Meski banyak rumor yang beredar mengenai kenapa pertunangan putra mahkota dan Astrea bisa kandas. Rumor yang paling populer adalah, karena pangeran jatuh cinta dengan putri seorang Baron. Memang bukan rahasia lagi jika pangeran memiliki hubungan gelap dengan putri seorang Baron. Bahkan sudah jadi rahasia umum di kalangan para bangsawan.

Kabar ini memecah para bangsawan menjadi dua pihak, satu menyayangkan dan satu lagi bergembira. Meski sebagian besar merasa bahagia karena pangeran membuang Astrea. Gadis itu di kenal suka membuat ulah, bahkan berbuat onar di pesta karena cemburu.

Sejujurnya Cain sangat bahagia putrinya lepas dari putra mahkota. Karena sebagai ayah, ia tidak tega melihat putrinya tersiksa karena pangeran tidak pernah memperhatikannya. Astrea berubah menjadi tertutup dan depresi semenjak bertunangan dengan pangeran. Bahkan cara berpakaiannya ikut berubah.

Meskipun tidak menyukai putra mahkota, Cain tidak bisa menunjukkan kalau ia membenci Evan, meski sangat ingin sekali memenggal kepala pangeran itu. Cain tidak memenggal kepala Evan karena masih memikirkan perasaan Astrea. Dan kini, dia malah membuang putrinya begitu saja. Setelah semua yang Astrea lakukan untuknya. Cain merasa amarahnya sudah berada pada ubun-ubun.

Dia harus menebus semuanya, kesalahannya karena setuju menjodohkan Astrea dengan putra mahkota. Semua kesalahannya di masa lalu akan ia tebus. Tapi, apakah ia sanggup memandang putrinya. Apakah ia sanggup berdiri di depan Astrea sementara dirinya lah yang menjerumuskan putrinya ke dalam semua masalah ini.

"Panggil putriku kemari."

Kepala pelayan membungkuk hormat, kemduian pergi meninggalkan ruang kerja sng Marquis. Tidak butuh waktu lama bagi putri tunggalnya untuk menampakkan diri. Astrea datang lima menit setelah kepala pelayan di perintahkan. Seakan memang gadis itu menunggu untuk di panggil.

"A-Ada apa ayah memanggilku?"

Astrea berdiri gugup. Setelah kabar pertunangannya dan putra mahkota di batalkan. Ayahnya meminta Astrea untuk menghadap padanya. Marquis Silvergale terkenal tegas dan dingin. Mungkinkah dia memanggilnya kemari karena marah. Mengingat pertunangannya dengan putra mahkota adalah usulnya.

Ayahnya, Marquis Cain Silvergale bangkit dari kursinya. Berjalan mendekati putri tunggalnya yang berdiri dengan gugup. Menunggu respon apa yang akan di berikan ayahnya. Marah, kecewa atau justru Marquis Silvergale akan mengusirnya karena pertunangannya dengan putra mahkota kandas. Mengingat pertunangannya dengan putra mahkota mendapat persetujuan dari ayahnya.

"Astrea..."

Tidak, dia tidak sanggup memandang wajah putrinya. Dia tidak sanggup untuk mengatakan kata maaf. Cain berdiri menatap putrinya dengan tatapan terluka. Sunyi menyelimuti keduanya cukup lama, hingga akhirnya sang Marquis mengumpulkan keberaniannya.

"Kau baik-baik saja?"

"Ya?" Astrea memiringkan kepalanya bingung.

Untuk sesaat ia merasa otaknya berhenti bekerja. Astrea sudah bersiap akan kena omel atau bahkan mendapat hukuman karena pertunangannya kandas. Tetapi ayahnya malah menanyakan keadaanya. Astrea tidak salah dengar kan? Pria ini justru menanyakan apakah dirinya baik-baik saja. Apakah dia sungguh sosok Marquis yang di juluki serigala putih dari selatan. Pria ini bahkan tidak terlihat seram, malahan terlihat sangat tampan.

"Aku baik-baik saja ayah. Lebih baik dari sebelumnya." Astrea tersenyum dengan wajah cerah. Mengundang senyum hangat dari Cain. Pria paruh baya itu tidak bisa tidak menahan senyumnya, tangannya tergerak begitu saja menarik Astrea kedalam pelukannya.

Astrea yang mendadak di peluk tentu merasa terkejut. Marquis Silvergale bukanlah orang yang suka menunjukkan kasih sayang dengan sentuhan ringan seperti berpelukan. Di peluk seperti ini tentu mengundang tanya dalam kepala Astrea.

"Ayah?"

Astrea menatap bingung ayahnya. Pria itu memasang wajah sedih, mata indah bagaikan batu safir itu kini di genangi air mata. Astrea sungguh terkejut bukan main, orang yang terkenal dingin dan kejam ini menangis. Seorang Cain Silvergale menangis.

"Maafkan ayah, Astrea. Maafkan yah yang membuatmu menderita. Maafkan ayah yang tidak bisa berbuat apa-apa"

Sungguh di luar dugaan, Astrea menebak pria ini akan meminta dirinya berbaikan dengan putra mahkota. Nyatanya tidak sama sekali, justru ayahnya meminta maaf. Meminta maaf karena tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkinkah pertunangan Astrea dan putra mahkota sama sekali tidak di setujuinya. Tetapi terpaksa menerima karena sesuatu. Dan Marquis Silvergale menyesalinya.

"Ayah." Astrea melepaskan pelukan Marquis Silvergale, memandang wajah ayahnya yang menangis.

'Akh sial, kenapa pria ini sangat tampan!'

Lihatlah wajah tampan itu, bulu mata lentik yang basah karena air mata, juga garis wajah tegas namun lembut. Kenapa bisa ada orang yang terlihat indah saat menangis. Lihatlah mata biru yang berkilau karena air mata itu. Sial, kenapa ayahnya sangat tampan.

"Astrea..." Cain menatap memelas pada putrinya. Wajah tampan itu kini di hiasi air mata. Membuat mata indah sang Marquis berkilau bak berlian di timpa sinar mentari.

Bagaimana bisa ada manusia seindah ayahnya. Lihatlah wajah tampan layaknya boneka porselen yang di ukir oleh para dewa langsung. Mata lembut dengan bulu mata panjang, terkesan ramah namun mengerikan jika marah. Dan kini mata indah itu mentapnya dengan pandangan memelas. Astrea serasa silau melihat ketampanan ayahnya.

"Ekhem...ayah, aku baik-baik saja. Aku sama sekali tidak menyalahkan ayah. Aku memang bodoh karena mengejar cinta putra mahkota, tetapi sekarang aku sadar kalau cinta itu palsu. Aku terlalu di butakan oleh cinta sampai-sampai aku tidak sadar, bahwa sosok yang selalu mencintaiku ada di sini, di rumah ini. Dan saat ini aku hanya ingin hidup bahagia bersama ayah." Astrea tersenyum manis, berusaha mengusir pikiran aneh yang menghinggapi otaknya.

Cain tersenyum penuh kebahagiaan, mendengar bahwa putrinya ingin hidup bahagia bersamanya membuat Marquis Silvergale tersenyum lebar. Air matanya masih menuruni pipi, ia menangis bahagia. Tetapi senyuman manis itu sungguh tidak baik untuk jantung Astrea.

'Berhenti tersenyum seperti itu, aku bisa mati berdiri!'

Astrea menjerit dalam hati. Pria ini sudah hampir memasuki usia empat puluh tahun tetapi masih terlihat sangat muda dan gagah. Apalagi wajahnya yang bisa di bilang dapat bersaing dengan seluruh pemuda di kerajaan. Pantas saja dia di nobatkan sebagai salah satu pria paling tampan di kerajaan. Tidak salah juga banyak pembaca yang jatuh cinta pada sosok Cain Silvergale. Kalau tidak salah, penampilannya memang sungguh mempesona.

Cain di tetapkan sebagai pria paling tampan di seluruh kerajaan. Dalam cerita pun banyak gadis muda yang jatuh hati dan mengirim surat lamaran pada Cain. Sayang semua di tolak karena dia tidak suka berdekatan dengan wanita. Hanya ada satu wanita yang pernah di cintai Cain, dan dia adalah mendiang ibu Astrea.

"Uh...ayah, kalau di izinkan. Aku tidak ingin menghadiri pesta apapun selama beberapa saat. Aku ingin menghabiskan waktu bersama ayah."

Bohong, sebenarnya itu hanya alasan agar dia bisa tetap di rumah. Bermalas-malasan dan menghabiskan uangnya. Ia ingin menikmati hidupnya sebelum akhirnya harus menghadapi hujatan para bangsawan.

"Astrea..."

Marquis Silvergale menatap putrinya dengan pandangan terharu. Astrea tidak perlu meminta, tentu Cain akan dengan senang hati mengabulkan permintaan putrinya. Ia langsung memerintahkan untuk membakar semua undangan pesta yang datang, juga meminta asistennya mengosongkan jadwalnya selama sebulan. Cain berencana akan pergi berlibur bersama putrinya ke villa miliknya yang ada di dekat pantai.

"Apa???"

Astrea yang mendengar hal itu sungguh terkejut. Bahkan ayahnya meminta pelayannya untuk memanggil perancang busana terkenal ke rumah, dan meminta mereka merancang busana khusus untuk Astrea. Kepala pelayan langsung menjalankan perintah, meninggalkan Astrea yang mematung di tempat. Berusaha memproses apa yang baru saja terjadi.