Chereads / Reinkarnasi-Palagan / Chapter 8 - Bab 8

Chapter 8 - Bab 8

Satu hal yang tidak disadari oleh kedua penyerang tangguh itu adalah, serangan mistis justru lebih mudah ditanggulangi oleh Raja dibanding adu kanuragan. Pemuda itu adalah wadag reinkarnasi tokoh besar Majapahit yang memiliki kemampuan mistis luar biasa.

Saat Puteri Merapi dan Panglima Gagak Hitam mendorong kedua tangan mereka ke depan dan mengirimkan serangan mistis berupa gelombang besar cahaya hitam yang sanggup melumpuhkan batin lawan dan menjatuhkannya dalam ketakutan teramat sangat, Raja juga melakukan hal yang sama.

Cahaya putih menyilaukan tidak hanya keluar dari kibasan lengannya, namun juga memancar keluar dari sepasang matanya yang berubah putih seluruhnya.

Getaran dahsyat mengguncang pinggiran sungai tempat pertarungan. Batu-batu berguguran dari tebing, daun-daun yang banyak membelasah di tempat itu berhamburan ke udara, dan ketiga orang itu terlempar ke belakang seperti layang-layang putus.

Raja hanya merasakan dadanya terguncang sejenak. Pemuda itu berdiri tegak kembali. Bersiaga untuk serangan berikutnya.

Tapi serangan itu tidak terjadi. Puteri Merapi terlempar hingga masuk sungai dan lenyap tanpa jejak. Sementara Panglima Gagak Hitam nampak duduk bersamadi mencoba memulihkan diri dari lukanya yang semakin parah. Tak lama kemudian tubuhnya juga lenyap seolah ditelan bumi.

Raja menghela nafas panjang. Lawan-lawan yang sangat tangguh. Pemuda itu tidak bisa membayangkan jika orang-orang manjing itu bertambah beberapa lagi. Tugas mereka sama sekali tidak ringan. Super berat.

Di Bubat, Mada mengurut keningnya yang berpeluh. Ketegangan pertarungan tadi disaksikannya dari awal hingga akhir melalui cermin Putri Calon Arang. Lelaki yang sangat berpengaruh pada masanya itu mengangkat kepala dan berkata.

"Putri Calon Arang dan Mpu Candikala, sepertinya kalian juga harus turun langsung ke lapangan. Pemuda reinkarnasi itu luar biasa. Orang-orang sehebat Puteri Merapi dan Panglima Gagak Hitam saja tidak berhasil menaklukkannya."

Putri Calon Arang terkekeh kecil

"Aku memang sedang menunggu titahmu Paduka. Pak Tua ini juga bisa banyak membantu asalkan tidak kepincut wanita-wanita muda nan cantik di dunia modern ini."

Mpu Candikala tersenyum mengejek.

"Aku manjing di dunia yang keruh ini untuk ikut memperkeruh suasana. Tentu saja aku akan tidur dengan siapapun yang kumau dan kapanpun aku mau. Tidak ada yang bisa menolakku."

Mada mendengus kesal.

"Hentikan ocehan kalian! Kita punya tujuan yang lebih besar dari ini. Aku juga membuat kalian manjing tidak untuk senang-senang. Ada tugas yang harus kalian selesaikan!"

Putri Calon Arang lagi-lagi hanya terkekeh sambil melangkah keluar. Mpu Candikala tanpa basa-basi mengikuti dari belakang. Menikmati setiap lenggok langkah gemulai Putri Calon Arang yang aduhai.

Mada meraih telpon seluler. Mengetik beberapa angka.

"Hoa Lie, apakah kau sudah dalam perjalanan ke Yogyakarta?"

Terdengar sahutan pendek di seberang.

"Hari ini aku terbang ke Yogyakarta, Panglima. Setelah sedikit urusan dengan Jenderal Bumitama selesai."

Mada menutup telepon. Bala bantuan sebanyak-banyaknya sangat diperlukan saat ini. Siapapun itu.

Raja menumpang truk pengangkut ayam yang lewat. Dia sudah menghubungi Kedasih. Mereka bertiga sedang menunggunya di pintu gerbang selatan Keraton Yogyakarta.

Perjalanan ke kota cukup lancar. Raja melanjutkan naik ojek setelah turun di jalan lingkar luar. Jalanan cukup padat jika menggunakan taksi. Dia berkejaran dengan waktu.

Dari jauh Raja melihat 3 orang kawannya duduk dan berjalan mondar-mandir di bawah pohon Beringin. Sepertinya mereka sudah cukup lama menunggu. Raja turun dan membayar ojek. Belum sempat menyampaikan terimakasih kepada tukang ojek, Raja tiba-tiba berlari cepat menuju ketiga kawannya. Tak jauh dari mereka nampak serombongan orang dengan perawakan kekar dan tatapan ganas mendekat. Dipimpin oleh seorang lelaki tinggi besar yang kelihatan sangat tangguh.

Raja tiba tepat saat pertarungan dimulai. Sin Liong melawan puluhan orang. Citra dan Kedasih menjauh dari area pertempuran. Sin Liong memang menyuruh mereka menyingkir. Rombongan ini terdiri dari orang-orang olah kanuragan. Bukan lawan mistis. Sin Liong merasa bisa menghadapi. Meskipun tentu saja tidak semuanya.

Bantuan dari Raja membuat Sin Liong bernafas lega. Keroyokan orang-orang ini cukup dahsyat. Dia terdesak hebat. Raja membuat situasi berimbang. Mereka masing-masing menghadapi 6 orang.

Suasana di gerbang selatan keraton masih lengang. Tidak banyak orang bersantai atau berwisata di sini. Maklum ini bukan musim libur. Tapi setidaknya beberapa orang tukang becak dan para penjual makanan yang sedang bersantai menikmati kopi, bubar menyelamatkan diri. Beberapa orang berteriak-teriak agar seseorang melapor polisi. Ada pertarungan antar geng katanya.

Pertarungan itu sendiri berjalan dengan tempo cepat. Sin Liong yang sangat terlatih ilmu kanuragan berhasil menjatuhkan 2 orang lawannya yang sekarang tergeletak dan mengaduh-aduh kesakitan karena tidak bisa bangkit berdiri. Raja juga melakukan hal yang sama. 2 orang lawannya telah terkapar tak berdaya terkena pukulan dan tendangannya. Tersisa masing-masing 4 lawan. Mereka berada di atas angin.

Saat Sin Liong dan Raja berhasil menjatuhkan 2 lawannya lagi, mendadak terdengar kesiur angin kencang yang menerbangkan daun-daun di pelataran gerbang. Cuaca menggelap cepat dan hawa amis menguar kuat seketika.

Puteri Merapi dan Panglima Gagak Hitam nampak berdiri berdampingan dan memulai serangan mistis ke arah Raja dan Sin Liong.

Citra yang girang bukan main melihat kedatangan Raja dan bernafas lega karena keduanya sama sekali tidak terdesak melawan rombongan musuh, terperanjat dengan kedatangan dua orang tokoh masa lalu yang menakutkan itu. Apalagi setelah melihat serangan mereka memang luar biasa dahsyat dan mematikan. Dia tidak bisa tinggal diam.

Putri manjing itu lalu bersedekap dan memejamkan mata. Memusatkan perhatian dan memohon bantuan kepada Sanghyang Widhi Wasesa. Dia bukan ahli kanuragan tapi sudah terlatih baik untuk hal-hal yang bersifat metafisik dan supranatural.

Hasilnya terlihat seketika. Angin bertiup lembut membawa aroma wangi yang menguar kuat di sekitar gerbang selatan keraton. Serangan Puteri Merapi dan Panglima Gagak Hitam yang membawa aroma amis itu menemui lawannya. Angin kencang yang sangat mengganggu Raja dan Sin Liong juga terhenti digantikan semilir angin sepoi-sepoi yang nyaman.

Raja dan Sin Liong kembali bisa berkonsentrasi menghadapi sisa penyerang yang masih berjumlah 4 orang. Selain itu melihat bahwa serangan mistis mereka menemui tandingan dan akan membuang waktu lama jika terus dilanjutkan, Puteri Merapi dan Panglima Gagak Hitam menerjunkan diri dalam pertarungan.

Terdengar suara sirine polisi dari kejauhan. Sementara dari dalam gerbang keraton muncul beberapa orang abdi keraton yang masih muda-muda sambil membawa tombak dan pedang.

Kedasih buru-buru berseru sambil menunjuk ke rombongan Puteri Merapi.

"Mereka itulah yang memulai kericuhan di gerbang keraton!"

********