Chereads / Reinkarnasi-Palagan / Chapter 6 - Bab 6

Chapter 6 - Bab 6

Kereta buatan pabrik dalam negeri yang wah itu meluncur dengan kecepatan sedang. Membelah kerumunan udara panas dan kebisingan pinggiran kota. Udara berpendingin di dalam kereta tak cukup untuk meredam kegerahan 4 orang penumpang di dalamnya yang sedang sibuk dengan pikiran masing-masing.

Citra gemetar saat membayangkan penyatuan Manuskrip yang akan membuka Gerbang Waktu dalam waktu yang barangkali tak lama lagi. Meskipun masih ada kendala besar dalam pelaksanaannya karena penyatuan itu harus terjadi di Bubat yang telah disulap menjadi benteng Alamo oleh Mada, namun Citra sangat yakin itu akan terjadi. Dia akan membetulkan sejarah yang terluka dan berdarah-darah.

Manuskrip itu akan membawanya kembali ke masa sebelum keberangkatan rombongan Galuh Pakuan ke Pesanggarahan Bubat yang menjadi episentrum malapetaka. Dia akan berusaha sekuatnya untuk tidak menuruti kehendak ayahnya yang berniat pergi ke Majapahit untuk menyerahkan dirinya sebagai tanda persahabatan dengan Maharaja Hayam Wuruk Rajasanegara.

Kedasih termangu menghadapi kenyataan bahwa keraton tempatnya tumbuh dewasa akan menjadi ajang pertempuran dan medan laga dari sebuah kisah epik yang berusaha membetulkan takdirnya. Terbayang betapa hebohnya Yogyakarta ketika orang-orang berbahaya turun gunung dan pindah dimensi dari masa lalu untuk mencegah hal itu terjadi.

Sin Liong merasakan seluruh urat syarafnya menegang. Dia membayangkan sebuah pertarungan keras yang akan dihadapinya nanti. Dia tidak takut. Hanya sedikit berpikir bagaimana cara menghadapi orang-orang aneh yang berasal dari masa lalu dengan kemampuan yang dia sama sekali tidak tahu. Terbayang di benaknya seperti apa Panglima Gagak Hitam, Puteri Merapi dan entah siapa lagi yang nanti akan muncul mengacaukan semua rencana mereka.

Pemuda ini teringat awal-awal petualangannya bersama Citra dan Raja. Banyak hal yang tidak masuk di nalar terjadi. Hal-hal yang bersifat mistis dan bukan sekedar ilmu kanuragan menghiasi setiap jejak petualangan mereka. Sin Liong mengedikkan kepala. Dia tidak takut! Tapi dia tidak tahu harus berbuat apa saat kejadian mistis itu menimpa atau menyerangnya.

Apa yang dipikirkan Raja tidak jauh berbeda dengan teman-temannya. Petualangan aneh ini masih jauh dari usai. Potongan Manuskrip sudah berada di tangan. Tinggal menyatukan ketiganya lalu membawanya ke Bubat dan perjalanan menembus dimensi waktu telah menunggu mereka di sana. Tekadnya untuk membantu orang yang dicintainya tidak pernah kendor sedikitpun. Meskipun dia tidak tahu apa akibat dari perubahan sejarah, tapi Raja meyakini satu hal. Tidak ada salahnya melakukan sebuah ikhtiar atas hal yang diyakini. Karena benar atau salah itu kepunyaan takdir. Dan takdir itu sendiri sudah ada yang menentukan.

Keempatnya tersentak dan tersadar dari lamunan masing-masing karena kaget kereta mengerem mendadak dan berhenti tiba-tiba. Mereka masih berada di pertengahan jalan dan ini bukan stasiun. Kereta berhenti di area persawahan yang cukup luas.

"Ada apa?" Kedasih mengangkat kepala sembari mengrenyitkan isyarat tanya di keningnya.

Sin Liong mengangkat bahu. Citra menggelengkan kepala. Sedangkan Raja yang memasang sikap waspada sedari tadi langsung berdiri dan mengamati keadaan sekitar.

Udara panas dan cuaca cerah tiba-tiba berubah drastis menjadi gelap dan dingin. Mendung hitam bergumpal-gumpal memenuhi langit di atas mereka. Sepertinya akan turun hujan lebat.

Tapi setelah menunggu beberapa saat tidak satu rintikpun menjatuhi bumi. Namun kilat mulai datang menyambar-nyambar disertai petir yang berkali-kali menggelegar. Pengumuman dari announcer kereta sungguh mengejutkan!

"Para penumpang yang terhormat, mohon maaf kereta belum bisa melanjutkan perjalanan karena rel di depan kita terendam oleh genangan air yang cukup tinggi. Track tidak terlihat dan menurut pandangan visual genangan tersebut berjarak tidak kurang dari 1 kilometer."

Genangan? Keempat orang itu saling berpandangan. Sin Liong yang memang rutin melakukan cek terhadap forecast cuaca menggumam lirih.

"Sedari tadi aku melihat ramalan cuaca, semuanya hingga malam hari adalah cerah. Berawan pun tidak. Kenapa tiba-tiba ada genangan? Dan ini kilat dan petir menghadang tanpa sedikitpun turun hujan?"

Raja melipatgandakan kewaspadaannya. Ini tidak lumrah! Ada sesuatu yang sedang terjadi.

Benar saja. Belum sempat Raja menyampaikan apa yang dipikirkannya, sebuah ledakan menghantam pinggiran sawah. Persis di samping gerbong kereta yang mereka tumpangi. Percikan besar api membakar sebagian tajuk pohon Waru muda yang tumbuh di pematang besar.

Belum hilang keterkejutan semua orang, ledakan serupa terjadi. Tidak hanya sekali namun berkali-kali. Menyambar ke segala arah. Sangat dekat dengan kereta. Bahkan suatu kali ledakan itu memancarkan bunga api yang berpendar memenuhi langit siang tapi nampak seolah sedang tengah malam itu karena mengenai tiang listrik.

Raja menoleh ke arah Citra. Dilihatnya gadis itu memejamkan mata dengan khusuk. Raja tidak mau mengganggu. Sampai sejauh ini ledakan petir aneh itu tidak satupun yang mengenai gerbong kereta. Raja sedikit menduga itu semua karena upaya Citra.

Raja memberi isyarat dengan kedua tangannya agar Kedasih dan Sin Liong tetap berdiam di kereta dan melindungi Citra. Sin Liong mengangguk paham. Kedasih juga paham tapi tidak tahu mesti berbuat apa. Wanita itu memepetkan duduknya ke Sin Liong. Kengerian terpancar jelas dari raut mukanya yang pias.

Pemuda reinkarnasi itu melangkah pelan menuju pintu kereta yang sengaja dibuka oleh masinis karena mesin dan listrik mati sehingga pendingin tidak bekerja.

Setelah menengok sekilas ke kanan dan kiri dengan tetap pada kewaspadaan tertinggi, Raja melompat turun dari kereta. Bertepatan dengan sambaran kilat yang sangat terang menuju tubuh Raja.

Namun karena sudah waspada, Raja melentingkan tubuhnya ke depan ke arah persawahan. Kilat yang mendahului gelegar petir itu luput tidak mengenai sasaran. Raja bahkan menggerakkan tubuhnya berlari. Dia paham sekarang kalau kilat dan petir itu memang khusus mengincar mereka. Atau dirinya. Kereta tidak bisa menjadi sasaran karena Citra merapalkan tolak bala terhadap ilmu hitam.

Benar saja. Seiring dengan langkah lebar dan cepat Raja, kilat dan petir bertubi-tubi menghantam dirinya. Tidak satupun mengena karena Raja yang sudah mengerahkan kemampuannya melesat cepat seperti badai. Semakin menjauh dari rangkaian kereta. Melambung ke kiri dan mengarah ke depan yang menurut info terdapat genangan. Raja penasaran.

******