Citra saling pandang dengan Kedasih. Berita yang disampaikan Sin Liong petang tadi sungguh melegakan. Tidak hanya mereka berhasil mendapatkan kembali 2 bagian Manuskrip, namun juga karena Raja dan Sin Liong selamat tidak kurang suatu apa.
Kedasih menunjuk ke arah layar monitor, "lihat!"
Terlihat dua titik putih bergerak perlahan menjauhi teritori Hongkong. Sin Liong dan Raja kembali ke Indonesia! Citra tersenyum lemah. Sudah beberapa hari ini dia merasakan kegelisahan yang makin lama makin memuncak. Selain cemas akan keselamatan Raja, Citra juga terus mendapatkan mimpi yang sama setiap malamnya.
Dia merasa sedang berada di tengah-tengah pertempuran dahsyat. Saking dahsyatnya pertempuran itu sampai-sampai timbul badai darah! Tubuh dan wajahnya bersimbah darah hingga dia kesulitan bernafas. Bau anyir dan udara pekat mendekap penciumannya begitu erat. Suara denting pedang dan beradunya tombak juga membuat telinganya berdenging. Merasuk hingga kedalaman gendang telinga yang membuatnya pekak.
Sesuatu bisa menyelamatkannya dari siksaan berat itu. Selarik cahaya cukup lebar menyerupai sebuah pintu terbuka tak jauh dari tempatnya berdiri. Namun kakinya sangat berat melangkah. Citra harus menyeretnya dengan sekuat tenaga agar pelan-pelan bisa mencapai pintu itu.
Perbedaan dari serial mimpi itu terletak pada keberhasilannya mencapai pintu cahaya. Hari pertama mimpinya, dia hanya sanggup menyeret tubuhnya 2 langkah. Hari berikutnya 3 langkah. Demikian seterusnya sampai hari ke tujuh dia mampu sampai di depan pintu cahaya tersebut. Tapi begitu dia hendak memasuki pintu aneh tersebut, rasa panas membakar membuatnya mengurungkan niat masuk.
Sekarang hari ke delapan. Citra tidak yakin apakah akan sanggup bertahan lagi jika dihantui mimpi yang sama malam ini. Tubuhnya kelelahan dan energinya telah terkuras habis. Padahal itu semua hanya mimpi, namun ternyata berpengaruh secara nyata terhadap badan wadagnya. Fiuuhh! Pertanda apa ini?
Lamunan Citra dipecahkan oleh teriakan mengagetkan Kedasih.
"Aiihh! Ada titik-titik biru mengikuti titik putih dari belakang! Sin Liong dan Raja sedang dikejar!"
Citra mengamati layar dengan seksama. Benar, nampak beberapa titik berwarna biru juga meninggalkan teritori Hongkong tak lama setelah titik putih bergerak. Kembali jantungnya berdegup kencang. Bibirnya terbata-bata saat bertanya kepada Kedasih.
"Apa…apakah mereka dalam satu pesawat yang sama?"
"Tidak kurasa. Ada jarak di antara mereka. Mereka berada di pesawat yang berbeda namun hanya berselisih 2 jam jika melihat jedanya." Kedasih menjawab dengan tatapan yang tidak pernah lepas dari layar monitor.
"Jadi kira-kira di mana Sin Liong dan Raja berada di situasi paling rawan Kedasih?" Citra tak sanggup menyembunyikan kekhawatirannya. Suaranya bergetar.
"Jangan khawatir Putri. Selisih 2 jam cukup jauh. Hanya saja aku tidak paham, darimana mereka tahu persis harus mengejar siapa dan kemana tujuannya." Kedasih memejamkan mata sejenak. Mencoba mencari jawaban.
"Aaahh! Manuskrip! Aku yakin mereka menanamkan sesuatu di Manuskrip itu. Semacam alat deteksi lokasi mungkin." Kedasih lalu sibuk menelepon kesana kemari.
Citra termangu. Dia yakin orang-orang yang melakukan pengejaran itu pasti adalah orang-orang pilihan dan tangguh. Citra berharap Sin Liong dan Raja langsung meluncur ke Bandung begitu pesawat mereka mendarat. Di sini, mereka bisa melakukan pertahanan berlapis dan dia bisa membantu.
"Gila! Banyak pergerakan titik merah!" Teriakan Kedasih kali ini ikut mengagetkan Babah Liong yang baru saja masuk ruangan.
Babah Liong buru-buru mendekati Kedasih dan mengamati dengan cermat titik-titik merah dari segala arah yang sepertinya bergerak menuju arah yang sama.
Citra semakin lemas. Dia menduga keberadaan Manuskrip di tangan Sin Liong dan Raja telah diketahui oleh Trah Maja. Dan sekarang mereka mengerahkan pasukan besar ke Bandara Soekarno-Hatta! Duh!
Hampir bersamaan, Kedasih dan Citra menatap Babah Liong yang sedang mengrenyitkan dahinya menimbang-nimbang keputusan.
Hening beberapa saat. Sebelum akhirnya Babah Liong menghela nafas panjang.
"Tidak ada pilihan lain. Kita kerahkan juga beberapa orang untuk melakukan penetrasi di bandara. Supaya Sin Liong dan Raja punya cukup waktu sampai di sini sementara mereka menyibukkan para penyerang."
"Siapa Bah?" Kedasih penasaran.
Babah Liong menoleh ke arah Citra,"Atas izinmu Putri….?"
Citra menghela nafas panjang."Iya silahkan Babah."
Babah Liong meraih gagang telpon, menekan beberapa nomor dan bicara dengan lambat namun tegas.
"Situasi sedang gawat. Siapkan beberapa orang paling tangguh untuk mencegah orang-orang Trah Maja merebut kembali Manuskrip di Bandara Soekarno-Hatta. Tuan Putri bersamaku sekarang. Beliau sudah mengizinkan."
Babah Liong mendengarkan dengan cermat selama beberapa saat ketika lawan bicaranya menyebutkan beberapa nama.
"Baiklah kalau itu yang kita punya. Berangkatkan mereka. Tugasnya sederhana. Sibukkan orang-orang Trah Maja sampai Sin Liong dan Raja berhasil keluar dari Bandara."
Babah Liong meletakkan telepon.
"Trah Pakuan mengirim 6 orang. Aku tidak tahu mereka bisa menahan pasukan Mada berapa lama. Aku rasa mungkin tak lebih dari setengah jam. Sin Liong dan Raja harus bergerak cepat. Seandainya kita bisa kontak Sin Liong. Tapi mereka sedang berada dalam pesawat sekarang. Tidak mungkin."
Citra terperangah sejenak.
"Maksud Babah bagaimana?"
"Maksudku jika kita berhasil kontak, kita minta mereka langsung pindah pesawat menuju Yogyakarta. Kita bisa siapkan tiketnya sehingga mereka tinggal pindah terminal. Jika rencana ini bisa terlaksana, Kedasih dan Putri bisa menunggu di Yogya. Satukan tiga bagian Manuskrip di sana akan jauh lebih aman. Pasukan pengawal masa silam Trah Maja tidak akan berani mengganggu keraton Yogya secara terang-terangan."
Kedasih dan Citra saling pandang. Rencana bagus!
Citra menatap Babah Liong dengan serius.
"Babah, aku bisa menghubungi Raja tanpa harus melalui telpon."
Babah Liong mengangguk.
"Aku tahu, tapi itu juga beresiko menguras energi besar Putri. Apakah Raja sanggup?"
Citra mengangguk tegas.
"Dia sudah sampai pada puncak Reinkarnasi. Dia sanggup Babah."
"Baiklah. Aku akan menyiapkan semuanya." Babah Liong beranjak diikuti oleh Citra. Kedasih hanya terbengong-bengong di tempat duduknya. Mereka mau apa sih?
Citra tersenyum tipis dan melambaikan tangan ke arah Kedasih.
"Ikutlah kalau kau penasaran Kedasih."
Tanpa perlu diminta kedua kalinya, Kedasih melompat dan mengikuti keduanya menuju bagian belakang toko yang sebenarnya merupakan serambi dan taman kerajaan Galuh Pakuan.
*