Chereads / MENARI DENGAN KEHIDUPAN / Chapter 2 - BAB 2

Chapter 2 - BAB 2

"Besok pagi Mamah harus ke Seoul, terus langsung ke Hongkong buat urusan bisnis perusahaan kita, ya kira-kira sebulanan lah, Mamah tadi udah transfer uang ke rekeningmu buat bekalmu selama 1 bulan nanti, jaga dirimu baik-baik ya sayang! Jangan terlalu sering keluar malam!" jawab Bu Leni.

Darwin terdiam, sungguh dia sangat kecewa mendengar ucapan ibunya itu! Dengan keadaannya yang sekarang ini, dia tidak membutuhkan uang yang diberikan oleh ibunya itu, melainkan dia sangat membutuhkan perhatian ibunya, ia sangat haus akan kasih sayang seorang ibu yang sudah bertahun-tahun tak pernah ia rasakan! Ingin sekali ia mengatakan dan memperlihatkan hasil diagnosa doker Yudi pada Ibunya itu, namun ia menahan dirinya karena ia teringat pada tekad ibunya ketika ayahya meninggal, ya Bu Leni bertekad untuk meneruskan dan memajukan perusahaan milik almarhum suaminya itu, dan terbukti, perusahaan itu maju pesat setelah ditangani oleh Bu Leni. Ia tidak mau mengganggu konsentrasi ibunya yang sedang memajukan perusahaannya itu.

Setelah makan, Darwin lalu berbaring di kamarnya, pikirannya menerawang ke mana-mana, hingga tiba-tiba ia membangunkan badannya. "Ya disisa waktuku yang tinggal 6 bulan ini masih banyak yang harus aku lakukan! Aku harus menyelesaikan skripsiku," dan ia terdiam sejenak, ia mengingat-ngingat kehidupan. "Ya aku juga ingin sekali menebarkan benih kasih sayangku pada orang-orang yang aku sayangi, Aku harus dapat berterus terang tentang perasaanku pada orang itu." Demikianlah tekadnya untuk mengisi lemabran-lembaran terakhir kisahnya, selain itu, ia juga tidak akan mengatakan problema yang sedang dihadapinya kepada siapapun.

***

Keesokan harinya di kantin Universitas Atmanagara, Mutia dan Anisa terlihat sedang duduk berdua sambil minum dan makan makanan kecil, Mutia yang semalam menginap di rumah Anisa memperhatikan Anisa terus sampai sekarang, dia melihat kalau Anisa terkadang senyum-senyum sendiri tapi tiba-tiba berubah cemberut lalu tersenyum lagi, maka pertanyaannya pun meluncur. "Eh Nis lu kenapa sih? Dari kemarin senyum-senyum sendiri terus cemberut terus senyum lagi, aneh deh!"

Anisa yang kaget oleh pertanyaa Mutia itu langsung tersadar dari lamunannya. "Eh gak apa-apa kok Mut!"

"Enggak apa-apa gimana sih Nis? Udah jelas lu bersikap aneh gitu dari semalem! Eh jangan-jangan lu lagi naksir cowok ya?" tanya Mutia lagi sambil menggoda Anisa.

"Lho kok jadi bawa-bawa cowok sih? Enggak kok! Gua ga lagi naksir cowok!" jawab Anisa dengan ketus.

"Alah ga usah bohong deh! Gini-gini gue juga kan cewek Nis, jadi tahulah kalo cewek yang lagi jatuh cinta itu kaya gimana" ujar Mutia.

Anisa jadi geli juga mendengar ucapan Mutia tersebut. "Apa? elu cewek? Wah gue baru tahu kalo elu itu cewek! Hahaha.

Mutia yang berpenampilan super tomboy itu pun marah. "Sialan, gini-gini gue cewek tahu"

Anisa terus tertawa. "Hahaha, tapi kok gue jadi mikirin kalo elu entar dapet cowoknya yang kaya gimana ya? Dengan penampilan elu ini, kayanya cocoknya sama cowok yang feminim deh! Hahaha"

Mutia pun tidak mau kalah, ia balas menggoda Anisa. "Oh ya! Kalo buat elu menurut gue cowok yang cocok itu si Darwin! Kan lu bedua tiap ketemu pasti aja berantem, ribut-ribut enggak jelas gitu kaya suami istri! Kalo kata orang sih, cewek ama cowo yang sering berantem itu bakalan jadi jodoh lho"

Mendengar godaan Mutia itu muka Anisa menjadi merah, karena memang benar orang yang sedang dipikirkannya itu adalah Darwin, sahabatnya semenjak masa kecil sekaligus musuh bebuyutannya, tiap bertemu pasti ada saja yang diributkan oleh mereka berdua, tapi terkadang mereka bisa sangat akur dan kompak kalau sedang mengerjakan sesuatu, dan yang paling menyiksa Anisa adalah, kalau satu hari saja ia tidak bertemu dan tidak mendapat kabar dari Darwin ia akan khawatir pada Darwin setengah mati, dan ia akan sangat merindukan kehadirannya meski hanya lewat sms ataupun WA.

Mutia memperhatikan Anisa yang terdiam dan wajah Anisa yang memerah itu. "Lho kok diem? Wah muka lu jadi merah gitu! Wah bener nih, kayanya lu naksir sama si Darwin?"

Anisa memelototkan matanya yang bulat tajam mendapati ejekan tersebut. "Mutia! Gue tuh benci banget ama si Darwin! Ih amit-amit deh, apaan coba, gue naksir ama orang yang konyol gitu?"

Pada saat itu datanglah dua orang pria dan satu orang gadis, yang satu bertubuh pendek bulat gemuk berkepala plontos, yang satu tinggi-kekar dengan rambut panjang dikucir, dan seorang gadis berkulit langsat khas Sunda berambut panjang menghampiri Anisa dan Mutia, "Eh Nis! Mut!" sapa si gadis berambut panjang.

"Eh Fin, dari mane aje lu? Kite udah nunggu lama disini!" jawab Mutia.

"Noh gua ama Togar ngaterin dulu si gembrot nemuin Bu Tati buat minta UTS susulan, salah dia sih, waktunya UTS malah mbolos makan di kantin! Sebal gue jadi ikutan kena getahnya!" jawab Fina.

"Bener Don, lu bolos UTS lantaran makan di kantin?" tanya Mutia pada Doni.

"Apaan?! Kagak! Gue emang lagi sakit waktu itu, makanya enggak ikutan UTS! Dasar si Fina ama si Togar aja nih kagak setia kawan!" jawab Doni si gembrot dengan ketus sambil menepuk kepala Fina dan Togar.

"Bah! Sakit apanya? Yang aku tahu dia itu ketiduran di bawah pohon di taman kampus gara-gara kekenyangan makan sampai bolos UTS! Hahaha..." sahut Togar yang bertubuh tinggi besar dengan rambut panjang dikucir.

"Nah kalo yang itu gue percaya ama si Togar! Hahaha..." ujar Mutia sambil ikut tertawa.

"Sialan kurang ajar lu pada ye!" bentak Doni.

Anisa jadi ikut tertawa mendengar kekonyolan-kekonyolan kawan-kawannya itu, ya Anisa, Mutia, Fina, Doni, Togar, dan Darwin dikenal dengan sebutan 6 sekawan di kampusnya, dan setiap berkumpul, selalu ada saja kekonyolan-kekonyolan yang mengundang tawa yang mereka lakukan.

Tiba-tiba Togar seperti baru teringat sesuatu, "Eh ngomong-ngomong si Darwin ke mana ya? Enggak biasanya dia bolos kuliah, apalgi tadi pas kuliahnya Pak Herny, secara Pak Henry kan Dosen pembimbing Skripsinya."

"Iya nih, biar kelakuannya minus, tapi dia kan biasanya yang paling rajin di antara kita, yang paling pinter lagi!" sahut Mutia.

Mendengar itu, kembali Anisa merasa khawatir pada Darwin, dari tadi dia sudah mengirim WA dan SMS pada Darwin, namun tidak satupun yang dibalasnya. Dia menjadi dongkol pada Darwin, namun tetap merasa khawatir juga. Tiba-tiba matanya menatap kesebelah kanannya, beberapa meter dari sana nampak seorang pria berkacamata dan berpenampilan rapih berjalan kearah mereka, pria itu menyunggingkan senyumnya.

"Nah itu die yang kite tunggu-tunggu! Hei Win ayo cepet sini lo!" teriak Doni pada orang yang sedang berjalan kearah mereka itu.