Pyaaaar...
suara piring tak sengaja aku pecahkan saat ada seseorang dari belakang memeluk tubuh ku.
" Apaan si Om, lepaskan ."
aku berusaha melepas lingkaran tangannya dari pinggangku
" Sayang, kamu kok gitu banget seh panggil Mas saja, usia aku kan gak jauh-jauh amat dengan usia mu."
Si Om Arul mulai mengendus telingaku membuatku cukup geli saat itu.
" Tapi kamu kan Om aku, tolong lepasin Om, j Namaku Shafeeya , aku adalah cucu dari Emak Tonah nenekku yang biasa aku panggil dengan sebutan Emak. Aku sengaja dititipkan Ke Adik Emak Tonah saat aku masih kecil karena Emak Tonah harus bekerja demi memenuhi kebutuhanku saat itu, Aku ikut dengan Nenek Ratih dan aku panggil beliau dengan sebutan Ibu sebagai ganti ibu ku saat itu, Nek Ratih punya dua anak yang pertama bernama Arul yang aku panggil Om dan Viona adik Om Arul yang aku panggil tante. Usia kami berjarak tak jauh aku dengan Om Arul berjarak 6 tahun dan sengan Tante Viona berjarak 3 tahun saja. Kami tumbuh bersama sejak kecil.
Namun entah kenapa saat menginjak remaja Om Arul selalu menggodaku. Hingga aku saat ini menginjak usia 22 tahun.
" Kamu makin hari makin cantik saja seh." Ucap si Om dengan mengendus leherku yang tertutup rambut
" Om jangan begini. Kita ini saudara tolong Om lepasin Fee." Ucapku memohon dengan menangis
Sungguh aku pun ingin segera pergi dari rumah ini, namun lagi-lagi langkahku terhenti saat Nek Ratih menangis Hutang Bank yang dia katakan untuk memenuhi kebutuhanku dan biaya sekolah dari kecil belum juga lunas dan aku harus menanggung itu sebagai ganti sertifikat Rumah yang dijaminkan di Bank.
Padahal Mak Tonah selalu mengirimi uang untuk keperluanku, entah untuk apa Pinjaman Bank itu, yang pasti Nek Ratih gunakan untuk beli perabotan baru, perhiasan dan baju untuk menunjukkan kepada tetangga apa yang sudah dimilikinya.
" Fee i love you." Ucap Om Arul
Krumpyang....
Terdengar benda terjatuh dari lantai saat Om Arul mengucapkan kata cintanya untukku. Kami menoleh, dan betapa terkejutnya aku saat itu Tante Vio melihat Om Arul memeluk pinggangku. Seketika aku reflek melepaskan tangan Om Arul yang saat itu terdiam dengan perasaan gugupnya.
" Apa yang kakak lakukan? Dia itu ponakanmu kak."
Arul tak menanggapi dan berlalu begitu saja dari hadapan kami
" Fee..kamu tak apa-apa? "
Tante vio mencoba menenangkan aku yang terisak saat itu
" Tidak apa-apa Tan." Ucapku dengan memeluk tubuhnya
" Maafkan kak Arul ya Fee."
Aku mengangguk saja, entah kenapa aku selalu luluh berkali-kali diperlakukan seperti itu. Viona sebenarnya dia sangat menyayangiku namun dibalik itu semuanya dia selalu merebut kekasihku yang aku pacari saat itu, hingga yang terakhir kali aku bersama Viko.
" Ini ada surat untukmu dari Emak Tonah." Ucap Tante Viona dengan memberiku sebuah amplop berisi surat
Aku sungguh sangat senang saat itu, hanya Emak Tonah yang membuatku kuat saat ini. Kuat berada dalam lingkungan orang-orang yang menyangiku namun menusukku dari belakang.
Aku meraih surat itu lalu aku masukkan kedalam saku dan aku bersihkan pecahan piring yang sempat aku jatuhkan.
" Viona Yuk kita pergi sayang."
Ucap lelaki yang berada di ruang tamu
" Iya Viko." Teriak Viona dari dalam dapur
" Fee Tante pergi dulu ya, nih belanjaan tolong rapihin. Tante belikan bakso untukmu tadi."
Ucapnya dan segera berlalu begitu saja.
Aku hanya mengangguk saja tanpa berucap, sakit sekali melihat Tante Vio pergi dengan mantan kekasihku yang baru putus denganku sebulan yang lalu karena lebih memilih Tante vio dari pada gadis seperti diriku."
Aku melangkah menuju kamarku dan tak lupa menguncinya dari dalam, aku takut tiba-tiba Om Arul akan nyrlonong masuk kedalam kamarku
Kreeek..
Aku menyobek amplop berwarna coklat itu.
Untuk
Cucu tersayang Shafeeya
Apa kabar Cu? Aku harap kamu dalam keadaan baik-baik saja.
Emak kangen sama kamu, tak terasa sudah 22 tahun usia mu kini cu, dan umur Emak semakin hari semakin tua. Cu, mungkin umur Emak sudah tak lama lagi, namun Emak berharap bisa bertemu denganmu sebelum waktunya tiba. Sudah saatnya Emak memberikanmu warisan untuk kau jadikan pegangan hidup.
Ini ada tiket segeralah kau kesini Cu, kemasi barangmu dan bertemu denganku. Katakan pada Nek Ratih untuk sertifikat Rumah yang di jaminkan di bank akan kau ambil segera, dengan syarat kamu menerima warisan dari Emak.
Salam rindu
Emak Tonah.
Tes, aku meneteskan air mataku, sungguh aku belum siap untuk kehilangan Emak Tonah, beliaulah orang yang menyayangi diriku dengan sepenuh hati.
Segera aku kemasi barang-barangku, tiket kereta sudah dipesan untuk esok lusa. Segera aku meminta ijin ke Nek Ratih.
" Apa kau yakin mau pergi?"
Tanya Nek Ratih memincingkan sebelah matanya
Aku mengangguk mantab
" Huufff" Nek Ratih menghela nafas panjang
" Hutang bank bagaimana?"
" Kata Emak Tonah akan segera diambil sertifikat nya Bu."
" Uang dari mana?"
" Kata Emak Tonah dari warisan yang Emak Tonah berikan kepadaku."
" Hahaha...Warisan apa? Jangan ngimpi, warisan kakak ku itu Cuma Rumah sama tanah sepetak itu saja yang luasnya gak sebanding dengan rumahku ini." Ucapnya mengejek
" Percayalah Bu, saya harus bertemu dengan Emak ."
" Biar aku telepon saja, tak payah kamu kesana, kamu ini jaminan sampai lunas sertifikat Rumah ini. Ingat ya, sertifikat itu aku jaminkan untuk keperluanmu dari kecil hingga segede ini, dan uang kiriman Emak Tonah itu sebagai ganti aku ngurusin kamu dari kecil hingga gede ini. "
Aku hanya mampu mendengar saja, kata-katanya begitu pedas namun Nek Ratih selalu menyangiku,memberikan apa yang aku mau jika bisa ia berikan , namun dibalik itu dia juga menusukku dari belakang. Ia gadaikan sertofikat Rumah ini dan aku sebagai jaminan.
Nek Ratih segera menghubungi nomer yang aku berikan dari note isi surat yang Emak Tonah berikan tadi
" Hallo"
" Hallo, maaf ini siaoa?" terdengar suara bariton seorang lelaki dibalik sambungan telepon
" Aku adiknya dari Mak Tonah, bisa aku bicara dengan kakak ku?"
" Oh Emak Tonah lagi sakit , ada yang bisa saya bantu?"
" Kakakku kenapa? Dan kau siapa?"
" Emak Tonah lagi sakit diabetes gulanya naik. Aku anak dari majikannya Emak Tonah. "
" Oh, maaf Den , aku hanya mau mengatakan kalau Shafeeya tidak bisa kesana esok lusa."
" Kenapa? " tanya lelakinitu sopan
" Dia jaminan sampai sertifikat jaminan di bank lunas."
" Oh, besok aku kesana."
" Buat apa den?"
" melunasi utang Bank bibi. Biar shafeeya bebas dari jaminan hutang yang bibi bebankan kepadanya."
Jleb..
Perkataan lelaki itu mampu membuat Nek Ratih terdiam. Aku yang mendengar dari balik loudspeaker telepin Nek Ratih hanya tersenyum senang.
Namun aku masih penasaran siapa lelaki itu.
" Baik besok aku tunggu kedatanganmu."
" Baik Bi, kasih alamat Bibi nanti aku akan kesana dan berangkat malam ini juga. "
" Hem, sampaikan salamku buat kakak ku."
" Baik Bi, aku tutup dulu terima kasih."
Tut..tut..tut..
Sambungan telepon itu akhirnya ditutup.
" Kau bisa pergi asal pria yang tadi menepati janjinya untuk menebus sertifikat Rumah ini di bank besok. "
Ucap Nek Ratih lalu berlalu menuju kamarnya.
Aku pun segera menuju kamarku kembali, saat aku akan masuk kedalam kamar tiba-tiba saja Om Arul menarik tanganku
" Fee, jangan tinggalkan aku fee.."
Aku benar-benar kaget tiba-tiba dia sudah mengunci tubuhku dibelakang tembok dengan tubuhnya
" Om, jangan seperti ini, ada Ibu Om." Ucapku dengan mendorong tubuhnya kebelakang
" Aku takut kehilanganmu Fee."
" Om jangan gila. Aku keponakan mu, lepaskan aku..." aku terus berusaha mendorong tubuhnya kebelakang
" fee..bersiaplah sekarang, Pria itu akan membawahmu besok setelah pengambilan sertifilat di bank, dia sudah mentransfer Dp nya ."
Ucap Nek Ratih seketika membuat Om Arul melepaskan rengkuhannya , aku segera mendorong tubuhnya hingga terhunyung kebelakang. Aku segera masuk kedalan kamar setelah menjawab Iya dari pertanyaan Nek Ratih.
" Hufft.. " aku menghela fasas panjang akhirnya aku bisa lepas dari Om gila.
Segera aku membenahi pakaianku kembali dan menunggu esok hari saat Pria misterius itu membawah ku pergi dari sini