Diruang kerja, Arjuna memandang satu kartu nama bertuliskan "Krediby", salah satu perusahaan pinjaman dengan suku bunga yang super tinggi. Ia kembali teringat saat Anjani meringkuk sambil memohon pertolongan padanya. Kasihan, pikirnya. Gadis itu sendiri harus menanggung beban dari lintah darat seperti mereka. Tak lama pria itu meremas kartu nama tersebut geram.
"Target pasar mereka memang kalangan menengah ke bawah. Mereka memberikan pinjaman tanpa syarat, namun mereka akan mengambil keuntungan dari peminjam yang sulit membayar karena bunga diatas rata-rata." Ujar seseorang dihadapan Arjuna.
"Kurang ajar! Ini namanya pemerasan.."
Arjuna memandang tajam ke depan.
"Sudah banyak korban yang terjerat. Mereka yang menjadi korban harus membayar jaminan entah itu dengan uang atau dengan tubuh mereka."
Prank!
Suara pukulan meja terdengar keras. Jadi itulah mengapa Anjani begitu ketakutan saat kali terakhir mereka bertemu. Apakah gadis itu mendapatkan ancaman yang sama? Arjuna menerka.
"Bereskan mereka. Bayar lalu perintahkan untuk menjauh dari gadis itu." Titah Arjuna.
"Baik Tuan." Tanpa basa-basi, Kris menjauh.
Arjuna memandang kepergian Kris dengan mata berkilat. Setelah beberapa saat kepergian Kris, seseorang datang menghampiri.
"Lama tak bertemu, Bro!"
Seorang pria menghampiri meja kerjanya sambil tersenyum tipis. Arjuna semakin terlihat tidak mood ketika orang itu menghampirinya. Tak lama, orang tersebut duduk di meja Arjuna tanpa izin dan membuatnya semakin geram.
"Sedang apa kau disini?"
"Oh kau lupa hari ini kita ada rapat direksi?"
Senyum tipis itu lagi-lagi membuat Arjuna muak. Ia mengalihkan pandangannya dengan malas. Bahkan memandang wajah adiknya sendiri, ia tak tahan. Jika saja, ia tak memiliki tujuan kotor, Arjuna sudah pasti akan menyayanginya seperti adik kandunganya sendiri. Belakangan ini, Rama sudah terlihat seperti rival baginya. Diberbagai kesempatan, Rama pasti berusaha menjatuhkan usaha Arjuna untuk memimpin kerajaan keluarganya, Barathaland Group.
"Aku tidak mengundangmu untuk datang." Ujarnya, dingin.
Namun Rama membalas dengan senyum simpul. Ia mencoba mengingatkan sang kakak, bahwa dirinya masih memiliki 35% saham di perusahaan tersebut.
"Terserah kau saja, Bro!"
Hanya ingin sekedar menyapa sambil memanas-manasi, Rama pun berlalu meninggalkan kekesalahn di wajah Arjuna.
"Sial!" Lagi-lagi suara gemuruh meja terdengar keras.
Denting jam terdengar pelan. Hembusan nafas memburu akibat luapan emosi yang mendominasi.
"Ada apa dengan cucuku ini.."
Tiba-tiba sebuah suara mampu meredam emosi Arjuna saat itu.
"Oh, my sweetheart!" Ujarnya dengan senyum lebar.
Nyonya Nirwasita berjalan anggun menuju meja kerja sang cucu. Ia tersenyum sambil mengejek pria itu yang sedang kesal.
"Kemarilah! Nenek peluk dulu!" Wanita lansia itu meregangkan kedua tangannya lebar, menyambut tubuh sang cucu yang kekar. "Uh! Arjuna sangat menyayangi Nenek!" Dekap pria itu dalam.
"Love you more, Sayang!"
Usap Nyonya Nirwasita di punggung cucunya. Seketika ia melepaskan pelukan tersebut. Seolah teringat sesuatu.
"Oh iya! Bagaimana kabar Anjani? Is she okay?"
Sang nenek memandang wajah Arjuna intens. Menanti jawaban dari cucunya tersebut. Arjuna tersenyum manis. Ia melempar senyum seolah tak ada apa-apa. "Hmm.. She is okay.. Don't worry!" Ujarnya sambil tersipu malu.
"Aku merindukannya.." Ujar sang nenek mengejutkan Arjuna. Ia menoleh memandang raut wajah wanita lansia tersebut sambil berharap lebih. "Tolong sesekali ajak makan bersama Nenek, eung?" Lanjutnya memohon. Tak mampu berkata-kata, Arjuna hanya melempar senyum sambil mengangguk.
"Ya sudah, rapat akan segera dimulai." Ajak Nyonya Nirwasita sambil menggandeng lengan sang cucu.
***
"Mari kita mulai rapat ini. Ada tiga agenda yang akan kita bahas. Pertama, presentasi Arjuna. Kedua, presentasi Rama. Dan yang terakhir akan ada arahan dari Komisaris Utama." Ujar juru bicara di podium sana. Kedua pria yang tengah duduk berseberangan terlihat saling menatap dengan dalam. Sedangkan sang nenek yang ada di kursi utama pimpinan rapat mengamati mereka dengan penuh isyarat.
Waktu menunjuk Arjuna untuk melakukan presentasi didepan para direksi. Ia dengan mantap mengenalkan rencana kerjanya satu tahun ini. Tentang bagaimana ia akan mengembangkan proyek real estate di pusat kota Jakarta Selatan hingga membuat sebuah apps yang akan dimanfaatkan millenial dalam mencari properti impian mereka.
"Jadi, segmentasi untuk proyek kali ini yaitu kaum milineal. Usia produktif mereka akan mempengaruhi tingkat pembelian properti. Sebab, tak ada alasan bagi mereka untuk menunda investasi di bidang ini." Ujar Arjuna menutup presentasi. Tak disangka bahwa presentasinya membuat para direksi bertepuk tangan. Mereka saling berbincang satu sama lain seolah mempertimbangkan apa yang baru saja Arjuna katakan. Sedangkan di sisi lain, Rama terlihat memanas.
"Baik. Kita lanjut dengan pemaparan Rama."
Pria itu pun beranjak dari duduknya menuju podium. Tanpa sengaja mereka berpapasan. Saling memandang dengan sinis.
"Kau lihat saja, Bro!"
Waktu berlalu dengan cepat.
Tiba saat dimana Nyonya Nirwasita memberikan arahan pada seseorang yang nantinya akan memimpin perusahaan sementara waktu. Jika sebelum ini perusahaan berjalan dengan nahkodanya. Kini, rasanya Nyonya Nirwasita ingin rehat dari dunia perbisnisan. Saatnya ia menikmati masa tua dan menantikan seorang cicit hadir ditengah-tengah keluarganya. Pikirannya melayang, ditengah rapat, Nyonya Nirwasita tersenyum hingga Naomi berhasil membuyarkan lamunannya.
"Bisa kita tutup rapat hari ini, Bu?"
"Eung.." Seketika Nyonya Nirwasita tersadar.
"Boleh kau ulangi apa yang kau katakan tadi, Naomi?"
"Presentasi Rama sudah selesai, saatnya Ibu memberikan arahan.."
"Ah! Baiklah.."
Arjuna dan Rama saling bertatapan. Mereka menatap bagai rival yang saling membenci. Nyatanya, darah tidak lebih kental dari yang dikira. Seperti halnya kedua pria disana. Demi kekuasaan, mereka rela bersaing dan saling menjatuhkan.
"Presentasi keduanya sudah kita lihat bersama-sama. Arjuna dan Rama telah memberikan visi misi dan strategi yang akan diambil untuk meneruskan perusahaan. Namun, keduanya tetap harus bisa mempertanggung jawabkannya hingga akhir tahun ini." Ujar Nyonya Nirwasita dengan serius sembari memandang seluruh peserta rapat direksi hari itu.
"Tapi aku ingin mengumumkan sesuatu dihadapan kalian.." Nyonya Nirwasita mengambil jeda. "Aku, Nirwasita Barathawardana, akan menghibahkan 20% saham yang kumiliki kepada cucu sulungku.." Lanjutnya.
Rama terkejut. Ia lantas memandang Neneknya dengan raut wajah kecewa. Sedangkan Arjuna bersorak dalam hatinya.
"Sehingga, persentase saham tertinggi saat ini diduduki oleh Arjuna yaitu sebesar 55%. Maka, selaku Komisaris Utama, aku mendelegasikan tugas Presiden Direktur kepada.."
Disisi lain, Rama tak berharap lebih. Ia sudah tahu bahwa ia tak akan bisa menyamai kedudukan sang kakak di mata neneknya.
"..Arjuna Barathawardana, demikian keputusan ini dibuat dengan sebaik-baiknya. Jika terdapat kekeliruan akan diatur di masa yang akan datang."
Seluruh peserta rapat memberikan tepuk tangan dan ucapan selamat. Terlihat kegembiraan diraut wajah Arjuna, namun di sisi lain, terlihat semburat kekecewaan di wajah Rama. Nyonya Nirwasita pun mengamati Rama dengan rasa iba.
"Maafkan nenek, Rama." Batinnya.
***