"Hai, my sweetheart!" Seru seorang pria membuka pintu dengan tiba-tiba lalu melebarkan tangan sambil menyambut seseorang dari jauh sana. Namun, bukan salam hangat yang ia dapat, melainkan pukulan-pukulan dari clutch bermerek coach.
"Dasar Anak nakal!"
Wanita lansia tersebut terus memukul sambil menyeru gemas. Dengan balutan tunik tosca berbahan sutra berpadu blazer putih memberikan kesan elegan bagi wanita berusia 70 tahun tersebut. Awet muda? Tentu. Terlihat dari bagaimana ia masih bisa mengejar dan memukul pria disana. Sedang asistennya, Kris. Hanya bisa menahan tawa.
"Kau sungguh tak membantu, Kris!" Pria itu berlari mengitari tubuh Kris yang lebih besar darinya. Tak mendapat pembelaan dari asistennya. Akhirnya Arjuna menyerah. Deru nafas mulai tak beraturan, sedang ia melihat sang Nenek masih tetap segar bugar mengejarnya. Apa dunia sudah terbalik?
"Ok! Cukup, Nek!" Ia menyerah. "Sepertinya aku harus mulai workout!" Nafas pria itu memburu. Tanda ia begitu lelah. Arjuna berkacak pinggang sambil mengatur nafasnya.
"Kau sungguh tidak sopan! Tidak bisakah kau ketuk pintu!"
Pria itu hanya tersenyum. "Baiklah, Nek. Maafkan aku.." Ucap Arjuna sambil meraih kedua pipi sang Nenek. "Terima kasih sudah mengingatkanku."
Setelahnya Arjuna memeluk wanita lansia tersebut. Sedang Kris, asistennya hanya bisa tersenyum.
Tok Tok Tok.
Suara ketukan pintu terdengar tiga kali. "Hello Nek, aku datang!!"
Seseorang datang. Arjuna dan wanita itu lantas menengok ke arah yang sama. Dilihatnya seorang pria bersama gadis berusia sekitar 25 tahun datang sambil berpegang tangan.
"Apa kabar, Nek?" Tanya pria itu sambil memeluk sang Nenek hingga menggeser posisi Arjuna saat itu.
"Hai! Rama, Nenek baik. Bagaimana denganmu?"
"Luar biasa, Nek.."
Nenek mengusap punggung pria itu sambil mengarahkan pandangannya pada seorang gadis disana, "Itu..?" Nenek menghentikan ucapannya. "Oh ya.." pria itu melepas pelukannya lalu menuntun gadis disana mendekat pada sang Nenek.
"Kayla Ziudith." Lanjutnya, "Dia kekasihku, calon cucu menantu yang ingin ku kenalkan pada Nenek.."
Arjuna terkejut. Matanya membesar sambil menelan air liurnya. Tak disangka, pria disana datang membawa kejutan untuk keluarga Baratawardana. Sang Nenek hanya tersenyum sambil menyambut gadis berambut ikal panjang tersebut.
"What the hell!" Gumam Arjuna.
"Hallo!" Suara lembut gadis itu membuyarkan cacian Arjuna dalam hati.
Oh ya! Pria yang datang bersama gadis bernama Kayla itu adalah cucu bungsu dari keluarga Baratawardana, Rama Baratawardana. Namanya kerap disebut Rama. Ia merupakan putra kedua dari another mom alias adik tiri Arjuna Baratawardana. Meski begitu, mereka memang terlihat mirip.
Sejak kematian ayah mereka satu tahun silam, Arjuna dan Rama bersaing untuk menduduki posisi tertinggi di perusahaan keluarga. Mereka saling mencari trik untuk bisa menggantikan posisi Ayahnya. Bahkan saat ini, Arjuna tahu benar, mengapa gadis itu bisa dibawa untuk pertemuan keluarga seperti ini.
"Kau memang licik, Rama.." Gumam Arjuna masih terlihat tidak senang.
"Baiklah. Mari kita duduk.."
Nenek mempersilahkan duduk orang-orang disana.
***
Sore itu Nenek yang kerap disapa Nyonya Nirwasita, mengadakan pertemuan keluarga. Karena bersifat internal, Kris dan Kayla pun hanya menunggu di ruang tunggu, sedang mereka, Arjuna dan Rama duduk bersebelahan di kursi tamu ruang kerja sang Nenek.
Wanita lansia tersebut duduk sambil menggerakkan kursinya ke kanan dan ke kiri. Memandang lurus bergantian antara kedua cucu kandungnya. Bagaimana pun, Rama masih darah daging putranya, itu mengapa ia tak pernah membedakan status Arjuna dan Rama.
"Bulan depan akan ada rapat dewan direksi.."
Nyonya Nirwasita memulai percakapannya, lantas kedua cucu pun mendongak, memandang lurus sang Nenek. Setelahnya Arjuna memandang Rama dari samping. Ia melihat pancaran mata yang terlihat penuh harap.
"Kalian tahu apa yang harus kalian lakukan untuk bisa mencapai posisi mendiang ayah kalian?"
Arjuna lantas menoleh dengan cepat. "Apa?"
"Aku ingin seseorang yang jadi Presiden Direktur adalah orang yang kompeten, yang bisa bertanggung jawab. Tidak terpengaruh oleh apapun. Tidak hanya mengandalkan otot, tapi bisa mengandalkan otak."
Lagi-lagi Arjuna melihat senyum tak biasa di wajah Rama. Seperti ia sudah punya strategi untuk mencapai puncak tersebut.
"Kalian harus lebih waspada. Kuharap kalian tahu bahwa posisi ini sangat mengerikan. Diluar sana, banyak yang inginkan posisi ini. Jika kalian lemah, maka kalian akan musnah." Ucap Nyonya Nirwasita seraya memperingatkan cucunya.
Suasana menjadi sangat tegang. Terlebih Arjuna. Kini ia merasa bahwa saat ini Neneknya tidak berpihak padanya. Apakah warisan itu akan jatuh ke tangan Rama? Terkanya dalam hati.
"Terima kasih, Nek." Ucap Rama dengan senyum tersirat.
"Di rapat dewan direksi nanti tolong persiapkan planning kalian sebaik mungkin." Pinta wanita lansia itu lalu beranjak dari duduknya dan meninggalkan ruangan sambil mengucap salam.
Rama dan Arjuna lantas mengekori. Mereka berjalan seolah mereka adalah kakak beradik yang akrab. Sejujurnya, tak ada yang salah dengan hubungan "tiri" mereka. Namun, Arjuna hanya tidak suka bahwa adiknya, masih berada di bawah kendali Ibu tirinya, seorang wanita yang telah merampas kebahagiaan Ibu kandungnya. Itulah mengapa, Arjuna sangat membenci Rama dan Ibunya.
"Mari Kayla, aku antarkan pulang.." Rama menuntun gadisnya menuju mobil, namun belum genap pintu terbuka, seseorang menghentikannya. "Bisa kita bicara sebentar, Kayla.."
Arjuna menghentikan langkah kaki mereka. gadis itu menoleh sesaat sebelum ia menatap Rama seraya meminta izin. "Aku tunggu di mobil ya.." Rama mengizinkan. Ia mengusap pucuk kepala gadis itu sebelum pergi.
Detik berlalu tanpa suara. Mereka berdiri berdampingan, memandang ke sebuah kolam di belakang kantor tersebut. Ada perasaan yang tak bisa diungkapkan. Bahkan suasana menjadi "canggung" saat itu. Entah mengapa.
"Sejak kapan kau mengenal Rama?" Pertanyaan itu seolah memecah keheningan. Sesekali Arjuna menengok ke samping. Melihat wajah gadis itu yang tidak berubah. Ada rasa sesal di dadanya. Tanpa sadar ia menghadapkan pandangannya pada gadis itu.
Tak ada jawaban. Hanya senyum ejekan yang tergambar di raut wajah gadis itu. Sedetik, dua detik. Seolah pertanyaan itu hanyalah basa basi semata.
"Ka--"
"Sejak kau mematahkan hatiku.." Sela gadis itu. "..dua tahun lalu.." Tambahnya dengan jelas.
Rasa tak ingin berlama-lama berada didekat pria itu, Kayla hendak beranjak. Karena baginya tak ada lagi yang harus dibicarakan dengan Arjuna. Faktanya, Kayla sempat dekat dengan Arjuna dua tahun yang lalu, jauh sebelum sang Ayah meninggal. Saat itu, Arjuna merupakan sosok yang hangat, perhatian, dan bisa menjadi sandaran baginya. Namun entah mengapa, setelah kepergian ayahnya, Arjuna bertindak sesuka hatinya tanpa mempedulikan keberadaan gadis itu. Tanpa penjelasan, akhirnya Arjuna pergi.
"Kay.."
Arjuna meraih tangan gadis itu, seolah ingin meluruskan apa yang terjadi dua tahun lalu. Namun, momen itu sungguh tidak tepat. Seseorang tengah berdiri diantara mereka. Rama, menahan tangan Arjuna yang masih menggenggam gadis itu. "Kau tidak ada hak menahannya, hubungan kalian sudah lama berakhir 'kan?" Tegas Rama, memperingatkan saudara tirinya.
Arjuna pun melepaskan genggamannya dan memandang kepergian gadis itu.
***