"Sudah selesai," masih memegang amplop tebal yang berisi tumpukan uang yang baru saja di berikan oleh keluarga pejabat yang baru saja pergi. Naren melirik ngeri pada sosok yang sedang tersenyum dengan osisi kayang di depannya, kepala sosok itu terputar 180 derajat,yang membuat Naren berpikir kalau sosok di depannya sudah berubah menjadi siluman katak dengan leher terpelintir.
"Oh ya? Yes!" kata sosok itu girang, "Gimana bayaran hari ini? Besar nggak?"
"Lumayan," Naren menunjukan isi amplop itu pada sosok tersebut.
"Wiiih, seratus rebuannya banyak bener. Asiik makan enak hari ini," cerocos sosok itu girang, "tapi ... kok pala gue masih pusing ya dek? Lu sama uangnya kayak kebalik."
Naren memutar mata mendengar kekonyolan kakak perempuannya.
"Pose lu tuh kak, dibenerin dulu."
"Oh iya," Sita cengengesan sambil memperbaiki posisi.
"Serem banget lu kak, udah kayak siluman katak yang lehernya patah gegara kelindas motor," gerutu Naren masih agak serem dengan proses mediumisasi yang dilakukan Sita untuk membantu keluarga pejabat tadi menemukan siapa pembunuh anak mereka.
"Mau gimana lagi, anak keluarga itu mati dengan kondisi hampir semua tulangnya hancur. Jadi pas gue kemasukan, ya bentukannya kek gitu," jelas Sita, " Pala gue tolong dibenerin dong dek."
Naren mendesah, kalau saja dia tidak tahu siapa dan apa itu Sita, dia pasti sudah pingsan karena ketakutan. Mengenakan kemeja putih, rok hitam, rambut di gerai dan kepala yang terpuntir ke belakang, membuat Sita terlihat jauh lebih menyeramkan daripada setan-setan yang sering muncul di film-film horror. Apalagi saat dia tersenyum seperti sekarang beuh tingkat keseremannya udah naik ke level max.
"Gak usah senyum kek gitu lu kak! Udah kayak setan beneran aja!" Gerutu Naren sambil memutar kepala Sita kembali ke tempatnya.
Sita hanya tertawa.
"Iiih malah ketawa. Diam ngapa Kak, kuntilanak depan jadi minder denger suara lu!"
Tawa Sita makin kencang.
Naren yang diketawain, "..."
"Nih," Naren menyerahkan amplop tebal hasil mediumisasi pada Sita.
Setelah membagi sebagian uang tersebut, dan sisa gepokannya yang cukup tebal disimpan oleh Sita, Sita kemudian mengajak Naren pulang karena jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam.
"Ayok," ucap Naren sambil berjalan keluar dari rumah kosong dan melangkah menuju motornya yang diparkir di halaman.
Untuk membantu keluarga mereka menjalani kehidupan yang lebih baik kedepannya, Naren dan Sita sadar bahwa mereka butuh uang yang banyak. Mereka tidak mau menjalani kehidupan masa depan yang menyakitkan dan terhina seperti di kehidupan mereka sebelumnya. Keluarga hancur, terjerumus hutang, kerja banting-tulang yang menyakitkan, adik bungsu terjerat narkoba, orangtua yang mengemis bantuan pada keluarga yang tidak pantas disebut keluarga, dan fitnah yang membuat keduanya mati mengenaskan. Naren dan Sita tidak mau hal itu terjadi lagi. Mereka bersumpah untuk mengubah masa depan.
Narendra dan Resita sama-sama mengalami kelahiran kembali sebulan lalu, setelah di kehidupan sebelumnya masing-masing mengalami kematian yang mengenaskan. Di masa depan (kehidupan masalalu mereka) Naren dan Sita yang berusia dua puluh tujuh ahun tewas dikeroyok massa di rumahnya sendiri, di depan mata kedua orangtuanya. Mereka yang mengeroyok menuduh Naren sebagai penipu, dan Sita ikut tewas karena melindungi adiknya. Orangtua Naren dan Sita mengalami depresi dan hampir gila setelah melihat kematian anak kembar mereka di depan mata, keduanya hanya bertahan demi keberadaan si bungsu.
Sita yang dendam akan kejadian itu berubah menjadi hantu selama beberapa waktu, dia meneror dan membunuh para pengeroyoknya untuk balas dendam, dan setelah itu Sita kemudian tahu apa dan siapa penyebab asli dari kematiannya dan Naren. Marah, hantu Sita kemudian bersumpah akan melakukan dan mengorbankan apapun untuk membalas dendam, tak peduli walau suatu saat Tuhan akan membakar jiwanya selamanya di Neraka karena kemarahan tersebut. Setelah mengucapkan sumpah tersebut, hantu Sita kemudian terlahir kembali menjadi dirinya sendiri di tahun 2009, tigabelas tahun sebelum tragedi kematiannya dan Naren. Pada saat yang sama Naren juga terlahir kembali.
Keduanya kembali ke masalalu dengan kondisi yang 'istimewa', Naren menjadi seseorang yang dapat melihat, berkomunikasi, dan membakar jiwa mereka yang sudah mati, sementara Sita terlahir kembali dalam keadaan yang 'tidak normal' sebagai manusia, dia bisa disebut sebagai 'mayat hidup', karena raganya dapat dengan mudah diambil alih oleh entitas lain, dan jiwanya bisa seenaknya keluar-masuk dari raga, untuk berjalan-jalan ke tempat-tempat yang tidak bisa digapai manusia, dan pada saat-saat tertentu raga Sita akan mengeluarkan bau busuk yang amat sangat mengikuti entitas yang merasukinya. Bahkan kadang, Naren harus menjahit beberapa bagian tubuh Sita yang terlepas (seperti tangan dan kepala) ketika sosok yang merasuki Sita adalah hantu yang dibunuh dengan bagian tubuh yang terpotong.
Naren benar-benar menghawatirkan kondisi Sita, walau cocok untuk menjadi medium, tapi dia takut raga kakak kembarnya membusuk mengikuti luka yang dibawa entitas yang merasukinya.
Sambil menyusun rencana balas dendam, Naren dan Sita yang masih membawa ingatan mereka dari kehidupan sebelumnya, membuat rencana mengumpulkan uang dengan kemampuan baru mereka. Keluarga mereka hancur di tahun 2022, dan sekarang baru tahun 2009. Masih ada 13 tahun lagi, jadi ...
"SEMANGAAATTT!" Teriak dua remaja di atas motor legenda yang mengarah menuju pemukiman warga.
***
"Darimana aja kalian? Jam segini kok baru pulang?" Melihat ke arah jam tangannya yang sudah menunjukan pukul 21.30 Wita, Sita nyengir watados ke arah Bu Dina, Sang Mama yang sedang menunggu mereka di teras.
"Maaf ma, warnet rame," alasannya sambil duduk di samping Bu Dina dan memeluknya manja, "jadi Sita sama Naren mesti antri dulu biar bisa dapatin komputer, mana tugasnya banyak pula."
"Udah selesai tugasnya?"
"Udah dong. Udah bisa dikumpulin ke guru besok," pamer Sita sambil menepuk tas ransel bawaannya dengan bangga.
Naren memutar mata, seandainya Mama tahu apa isi tas Sita, dia pasti pingsan, pikir Naren.
"Oh," Bu Dina mengangguk, tak melanjutkan interogasi pada anak-anaknya, beliau menyuruh Naren dan Sita untuk masuk rumah, membersihkan diri lalu makan malam.
"Oh ya Ma, papa mana?" tanya Sita.
"Ada di kamar lagi bujuk Waruna buat tidur," sahut Bu Dina, "Ren, jangan lupa gembok pintu pagarnya yaaa."
"Iya Ma."
Sita kemudian mengajak Sang Mama bangun dan masuk ke dalam rumah. Menggedikan kepalanya ke suatu arah tertentu di pekarangan, Sita memberi isyarat pada Naren untuk melakukan sesuatu.
"Urusin tuh."
Naren menoleh ke arah yang dimaksud, lalu mendesah.
Kuntilanak.
Sejak dirinya dan Sita terlahir kembali, dan Sita beberapa kali mengalami kesurupan (raganya diambil alih oleh entitas lain) rumah mereka memang sering didatangi oleh mahluk lain yang bertujuan untuk mengambil raga Sita agar bisa hidup kembali.
Berjalan ke pintu pagar rumah, Naren menggerakan tangannya seperti melempar sesuatu ke arah si kuntilanak disusul teriakan pilu menyakitkan dari mahluk tersebut.