"Aku lelah sekali," Joy meregangkan tubuhnya, berjalan beriringan dengan Katy memasuki gereja setempat tak jauh letaknya dari asrama mereka, "Apa kita bisa membeli ramen nanti?" tanyanya pada Irene yang berjalan di depan sana.
"Huh? Ya kau bisa membelinya nanti," jawab Irene santai, berjalan cepat memasuki gereja dengan Wendy dan Sharon di sampingnya.
Katy menyusul tak lama kemudian, sedang Joy terdiam di depan gereja ketika menyadari sejumlah anak anak tengah bermain tak jauh dari tempatnya berdiri, "Hei apa yang sedang kalian lakukan?" tegurnya.
Anak anak itu menoleh, jumlah mereka tujuh orang dan semuanya laki laki. Duduk di depan gereja mengelilingi sebuah papan yang tampak tidak asing, "Oh Tuhan," Joy berseru. Berjongkok untuk segera mengacak papan itu hingga anak anak di sana berseru tidak terima.
"Hey apa yang kau lakukan,"
Joy melotot horor, menatap sekitar di mana ia bisa melihat orang orang mati itu menatap tajam kearahnya, "Ya Tuhan apa kalian sadar apa yang sudah kalian lakukan?! Kalian baru saja memanggil arwah arwah itu datang. Gereja ini adalah tempat suci kalian tidak boleh memainkan papan itu di sini atau di manapun. Permainan ini berbahaya," serunya.
"Kami hanya ingin bermain,"
"Permainan ini berbahaya! Kalian tidak bisa melakukannya di sini," Joy berdiri, "Bagaimana jika iblis yang datang dan menghantui kalian?"
"Tidak. Itu tidak akan terjadi!"
"Siapa yang menjaminnya? Kesurupan iblis biasanya terjadi juga karena permainan ouija. Bagaimana jiks iblis bentar benar datang dan menghantui kalian?" Joy mendengus, "Beribadahlah dan meminta ampunan pada tuhan untuk apa yang baru saja kalian lakukan,"
Anak anak itu saling berpandangan sebelum beberapa saat kemudian berlarian memasuki gereja. Joy menghela napas berat. Menatap papan itu selama beberapa saat, ada yang janggal, namun ia tidak bisa menemukan di mana letak kejanggalannya. Gadis itu menatap lebih lanjut, namun seruan Irene agar ia bergegas memasuki gereja.
Joy masih sedikit mengernyit, namun memilih acuh, meninggalkan papan ouija yang isinya sudah tidak berbentuk lagi itu di depan gereja, "Bagaimana?" tanyanya.
Irene, Wendy, Sharon, dan Katy tampak berdiri di sisi gereja, bersama dengan Bapa Peter, pastor gereja itu. Membahas pengusiran setan minggu lalu di mana seorang gadis berusia sepuluh tahun di rasuki oleh lima arwah di rumahnya.
"Anne sudah baik baik saja. Dia tidak lagi mengalami gangguan gangguan di malam hari seperti sebelumnya," jawab Bapa Peter seraya tersenyum, "Namun aku masih tidak menjaminnya. Aku masih harus mengawasi gadis kecil itu. Dia masih sangat rentan. Usianya masih sepuluh tahun,"
"Aku mengerti rada khawatir anda bapa," Irene mengangguk sopan, "Terimakasih sudah menyelamatkan gadis itu,"
Bapa Peter tertawa kecil, "Itu sudah menjadi tugasku. Sudah petang, kembalilah ke asrama. Tidak menampik fakta jika arwah arwah itu akan mengikuti kaliah jika malam sudah tiba,"
Mendengar itu sontak Katy melotot, mendekatkan dirinya pada Irene seraya menatap sekitar, "Kau tidak merasakan apapun bukan di sini?"
"Ini gereja Katy jika kau lupa," sahut Sharon seraya memutar bola matanya malas, "Kalau begitu, kami akan kembali ke asrama Bapa. Terimakasih banyak untuk semuanya,"
"Seharusnya aku yang berkata seperti itu pada kalian. Berhati hatilah di jalan,"
Kelimanya mengangguk bersamaan sebelum berjalan beriringan keluar dari gereja itu.
Joy menatap sekitar. Arwah arwah itu menatapnya dengan tatapan yang tak bersahabat. Maka dengan wajah menyebalkan, Joy balas menatap mereka dengan tatapan yang tak kalah garang. Gadis itu menatap ke bawah, menyadari sesuatu, "Kemana hilangnya?"
"Apa? Kau mengatakan sesuatu Joy? Apa yang hilang?" tanya Irene.
Joy mengerjabkan matanya beberapa kali sebelum menggeleng, "Tidak, jepit rambutku. Aku tadi memasukkannya ke dalam kantung celana. Di mana sekarang benda itu. Dia hilang,"
"Oh tuhan Joy kau bisa membelinya nanti," sahut Sharon malas, "Aku sangat lapar sekarang. Bisakah kita pergi makan?"
"Ya, tentu saja,"
"Ku dengar ada restoran ayam baru di dekat sini. Kita bisa mencobanya," sahut Wendy.
***
Joy terdiam, menatap kosong sosok bayangan hitam yang berdiri di belakang Irene dan Wendy. Mereka tengah berada di restoran baru yang di maksud oleh Wendy tadi ngomong ngomong. Bayangan itu, mungkin setinggi dua meter, hingga menyentuh atap. Dengan mata merah menyala.
Katy yang duduk di samping Joy, serega menyenggol sahabatnya, "Cukup selesaikan makanmu lalu pergi. Aku juga melihatnya,"
"Aku menyukai ayamnya. Enak sekali. Rasanya seperti buatan mamaku," ujar Sharon. Tampaknya suasana hati gadis itu mulai membaik sekarang.
Irene segera mengangguk, melahap ayamnya seraya tersenyum lebar.
Joy dan Katy saling pandang. Ayam milik mereka, rasanya aneh sekali, seperti daging basi yang sudah di awetkan selama tujuh hari. Juga saus tomat itu terasa seperti tomat yang membusuk di kulkas. Semuanya, berbeda.
"Aku tidak tahan lagi," Joy bergumam, menatap makanannya tanpa selera sama sekali.
Katy menghela napas berat, tersenyum penuh paksaan, "Teman teman, sepertinya aku dan Joy harus pergi ke luar sekarang. Kami sudah sangat kenyang. Kalian bisa menyusul nanti jika sudah selesai dengan makanan kalian,"
"Huh? Kalian baik baik saja? Ada sesuatu yang salah terjadi?" tanya Wendy khawatir.
Joy menggelengkan kepalanya beberapa kali, "Tidak ada masalah. Kami hanya sedang tidak mood untuk makan. Selesaikan saja makan siang kalian,"
"Baiklah. Jangan pergi terlalu jauh. Kita harus segera kembali ke asrama," jawab Irene santai.
Joy dan Katy mengangguk bersamaan. Keduanya segera melangkah keluar dari restoran itu. Tempat itu berbau amat busuk dengan makanan yang aneh sekali rasanya, "Aku benar benar mual," Katy menyandarkan tubuhnya pada Joy. Wajah gadis itu memerah padam dengan bibir yang pucat pasi menandakan jika benar, Katy tengah mual sekarang.
Joy tidak terlalu jauh kondisinya, walaupun ia sudah sering menemukan restoran yang sama seperti restoran ini, namun tetap saja, gadis itu tidak akan pernah terbiasa dengan hal hal semacam itu, "Mereka menggunakan para arwah,"
"Aku benci hal itu," jawab Katy, berjalan cepat sebelum tertunduk lemah di salah satu kursi tak jauh dari sana, "Aku benar benar membenci hal seperti itu,"
"Entahlah. Jalan pikiran orang lain terkadang berbeda jauh dengan jalan pikiran kita, jadi biarkanlah mereka melakukan apa yang mereka inginkan walaupun itu sangat menganggu," decak Joy di akhir kalimatnya menandakan betapa kesalnya gadis itu saat ini.
Katy menghela napas berat, bau busuk itu bahkan masih tercium dari jarak sepuluh meter, "Aku tidak membayangkan jika aku masih berada di dalam sana. Bau busuk itu akan tercium semakin pekat dan pekat. Aku sangat membencinya, oh tuhan," ujar gadis itu kemudian dengan wajah masamnya.