Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Matahari yang Membeku

JeLisa_Siman
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.8k
Views
Synopsis
Sayang adalah seorang gadis muda ceria yang baru saja berulang tahun yang ke-17. Walaupun semenjak lahir ia sudah tidak memiliki orang tua tetapi ia tidak kekurangan kasih sayang sama sekali. Karena ia memiliki abang dan kakak ipar yang menyayanginya layaknya anak sendiri. Sayang merasa sangat bahagia berada di tengah-tengah mereka berdua. Tetapi sayangnya, kebahagiaan mereka itu tidak lama lagi akan sirna. Tanpa mereka sadari, di kejauhan ada tatapan tajam yang mengamati gerak-gerik mereka! Celakanya pemilik tatapan tajam itu sudah memutuskan bahwa telah tiba saatnya ia beraksi untuk memporak-porandakan kebahagiaan dan seluruh harta milik mereka!
VIEW MORE

Chapter 1 - PANDANGAN PERTAMA

Adi merasa sangat frustasi! Ia sedang berada di toko buku tempatnya bekerja. Tiba-tiba saja seseorang yang paling tidak ingin ditemuinya berdiri di depannya. Untuk beberapa saat, Adi membeku dan tidak menyangka dengan apa yang ada di depannya. Kemudian keluar sumpah serapah dari mulutnya. Suaranya cukup nyaring sehingga beberapa pengunjung menoleh ke arahnya. Adi menyadari bahwa ia menjadi bahan perhatian dan itu membuat hatinya semakin gusar! Kemarahan semakin merasukinya. Ia menghampiri orang yang ada di depannya itu dan meraih tangannya lalu menariknya ke luar toko buku itu.

"Bagaimana kamu bisa menemukan tempatku bekerja?!" ucap Adi dengan nada tinggi sambil menghempaskan tangan orang itu dengan kasar, "Bukankah sudah kubilang, jangan pernah menemuiku lagi!" katanya dengan tatapan penuh emosi, "Aku jijik melihatmu!" lanjutnya lagi.

Begitu Adi selesai mengucapkan kalimat terakhirnya, terdengar isak tangis perempuan yang ada di hadapannya itu. Adi mengamatinya sekali lagi. Walaupun perempuan itu menangis dengan begitu sedih, tidak timbul sedikit pun rasa kasihan di dalam hatinya. Apalagi ketika ia melihat ke arah perut perempuan itu yang tampak membesar, emosinya seketika meningkat ke level tertinggi. Ia menepuk jidatnya berkali-kali, seakan-akan tidak percaya dengan apa yang dia lihat!

"Jadi ini yang membawamu ke mari! Kamu berharap aku akan peduli, hah!" bentak Adi.

Perempuan itu hanya terdiam dan menatapnya dengan tatapan kasihan. Tetapi bukannya kasihan, Adi justru muak melihatnya!

"Aku tidak akan bertanggung jawab!" katanya sambil membalikkan tubuhnya, hendak masuk kembali ke toko buku.

"Kalau bukan kamu, siapa lagi yang akan bertanggung jawab!" perempuan itu membuka mulutnya, setengah berteriak.

Langkah Adi terhenti ketika mendengar teriakan penuh keputusasaan itu! Tangannya terkepal, menahan rasa kesal yang menyesak! Ia membalikkan tubuhnya, "Sama sekali bukan urusanku!" katanya dengan ekspresi dingin.

Perempuan itu menatapnya dengan tatapan memelas, "Aku sekarat, Di! Kalau aku ma..."

"Aku tidak peduli!" potong Adi, "Apapun keadaannya, aku tidak akan peduli lagi! Sebaiknya mulai sekarang, kita tidak bertemu lagi! Kalaupun tidak sengaja bertemu, pura-pura saling tidak mengenal saja! Urus saja urusanmu sendiri, jangan pernah libatkan aku! Toh selama ini aku tidak pernah melibatkanmu di urusanku!" katanya sambil melangkah pergi meninggalkan perempuan itu sendiri.

"Di! Adi! Jangan pergi dulu! Tunggu sebentar! Ada hal yang harus kamu tahu!" panggilnya setengah berteriak dengan nada penuh keputusasaan seperti tadi.

Tetapi kali ini Adi sama sekali tidak menghiraukannya! Ia terus melangkah dan masuk ke dalam toko buku itu. Melihat pintu kaca toko yang tertutup, perempuan itu tahu kalau tidak ada harapan lagi untuk membujuk Adi. Sadar kalau usahanya sia-sia, ia membalikkan badan dan berjalan tertunduk dengan lesu.

***

Beberapa bulan kemudian, Adi berada di sebuah ruangan Rumah Sakit dengan menggendong seorang bayi di tangannya. Bayi itu masih berwarna kemerah-merahan. Perasaan enggan yang tadi menyelimutinya seketika hilang. Tangisan bayi yang tadi juga memenuhi ruangan langsung lenyap. Saat pandangan mata Adi bertemu dengan bayi mungil tersebut, seakan dunia berhenti untuk beberapa detik. Mereka berdua seolah menyadari ikatan hubungan yang mereka miliki. Setelah menatapnya untuk beberapa lama, mata bayi itu pun mulai meredup! Tidak butuh waktu lama baginya untuk melelapkan diri.

"Nah, dia sudah menemukan orang yang tepat! Dari tadi digendong siapapun tetap saja menangis! Digendong sebentar saja olehmu, dia langsung tenang!" ujar salah satu perawat yang ada di ruangan itu.

Adi meresponnya dengan senyuman kecil.

Tadinya ia sama sekali tidak mau ke tempat ini. Walaupun akhirnya ia datang, ia datang dengan perasaan marah dan kesal! Ia sudah merancang kata-kata kasar yang akan dilontarkannya kepada perempuan itu! Tetapi semua kata-kata itu hilang entah kemana, hilang ditelan momen saat ia memandang bayi itu untuk pertama kalinya!