Chereads / Darayana / Chapter 2 - Kawan Lama

Chapter 2 - Kawan Lama

"Ehem,"

Suara itu mengagetkanku dari belakang, yang membuatku spontan langsung menoleh. Dan ternyata ....

"Anjing. Ini bener_ beneran, Lo, Bang? Wah parah. Gila, Lo ngagetin gua banget," aku menghela napas lega.

Bang Nanda. dia adalah pelatih ku waktu masih menjadi petarung jalanan. Setahuku ... dulu dia adalah ketua komplotan preman, dia punya banyak anak buah untuk disuruh-suruh. Bahkan saat ini pun, ia membawa dua orang dengan wajah bengis berbadan kekar, untuk mengawalnya kemana-mana.

Meskipun usianya kini tidak lagi muda, yang sekarang menginjak usia kepala empat, namun badannya masih sangat tegap dan gagah seperti beberapa tahun yang lalu.

"Bobi! anjing, apa kabar, Lo." Dia spontan memelukku.

"Baik kok, Gua. Lo gimana, Bang. Keliatan makmur banget Lo sekarang."

"Yah, not bad. Gua akhirnya punya bisnis sekarang. Ya ... meskipun kecil-kecilan sih."

"Ya gak apa-apa lah, yang penting kan tetap ada pemasukan. Eh tapi ... kok Lo bisa tiba-tiba muncul di sini?"

"Iya. Jadi ... gua dapat kabar, katanya Lo dibebasin hari ini. terus pas gua jemput Lo kesana, kayaknya gua telat. dan pas gua balik, eh, ngeliat Lo dari warung makan, di sana. Gua turun dari mobil buat ngikutin Lo, rencanya mau ngagetin. Tapi lo malah lari, bego."

"Oh, jadi_ Ah sorry-sorry, soalnya tadi pas di tempat makan itu, gua ketemu orang aneh, sok tau tentang gua segala." jelasku yang baru menyadari, bahwa yang mengejarku tadi ternyata Bang Nanda.

"Masa sih. Siapa namanya?"

"Gua juga gak kenal, Bang. dan gak nanya. Lagian gak penting juga sih ngurusin orang aneh kek gitu."

"Ah, ya sudah kalo gitu, lupain aja. Sekarang Lo ikut gua pulang deh, Lo pasti gak punya tujuan kan?"

Dan tanpa berpikir panjang, akhirnya aku menyetujui untuk ikut pulang kerumahnya.

Pria dengan setelan tuxedo hitam itu masih tampak gagah, ketika kami berjalan menuju mobilnya, yang dia tinggalkan tidak jauh dari gang tempat kami kejar-kejaran tadi.

***

Di dalam mobil, aku merasa canggung, jadi aku diam saja. Mungkin terlalu lama aku mendekam di penjara membuatku menjadi pendiam, tidak seperti dulu, aku yang periang, yang selalu membuat siapapun tertawa ketika berada di dekatku, namun sekarang sudah berbeda, Bobi sekarang adalah Bobi yang beda.

"Bob. Oi Bob." panggil Bang Nanda yang membuyarkan lamunanku.

"Eh maaf, Bang. Kenapa, Bang?"

"Lo ... masih inget, kejadian itu?" Bang Nanda terdengar cukup hati-hati dengan pertanyaannya itu.

"Ee ... Bang." Aku tampak sedikit kebingungan. "Mau_ sekuat apapun gua berusaha buat ngelupain kejadian itu. Gua gak bisa, Bang. Gua ... seperti seseorang yang mati bersamaan dengan kejadian berpuluh tahun lalu.

Bang Nanda menyadari bahwa ia telah membuka halaman buku yang paling berdebu dalam hidupku. Lalu ia menenangkanku.

"Ah, sorry-sorry. Gua gak bermaksud buat_"

"It's oke, Bang." aku menyela ucapannya.

"Bob. Lo punya gua di sini. Jadi Lo gak usah sungkan, kalo Lo butuh bantuan apapun, Lo bilang aja sama gua. Gua pasti bakalan bantu."

"Makasih, Bang."

***

"Buset," cetusku. Pandanganku mengitari sekeliling halaman rumah itu.

Bang Nanda hanya tersenyum melihatku, yang seperti baru pertama kali melihat surga.

"Gila ... Sukses banget Lo sekarang, Bang. Gokil."

Dia tertawa. "Ya, inilah hasil kerja keras dan usahaku selama ini, Bob."

"Keren juga Lo. dulu aja, masih ngandelin gua buat nyari makan. Lo masih ingat gak, Lo kudu meras darah gua dulu baru bisa makan."

Spontan Bang Nanda tertawa terbahak-bahak mendengar ucapanku. "Mana mungkin gua bisa lupa, Bob. Buktinya ini, gua masih sama Lo sekarang ini."

"Makasih Bang. Lo masih mau nerima gua."

Namun Bang Nanda hanya tersenyum. Aku sangat kagum dengannya, ternyata dia masih ingat padaku. Dan aku sangat bersyukur karena bisa mengenalnya dalam hidupku.

Dia yang mengajariku berdiri ketika aku terduduk lemah, dia juga yang memberikan kursi tertinggi untuk menggantungkan namaku di awang-awang mimpi waktu itu. hingga aku menjadi setangguh sekarang.

Aku dikenal banyak orang, ditakuti dan disegani para petarung jalanan lainnya, itu semua berkat bantuan dan bimbingan Bang Nanda.

Dulu aku juga bermimpi menjadi petarung profesional resmi. kata bang Nanda aku berbakat untuk itu, aku punya potensi. Hingga suatu peristiwa datang, yang membuat mimpi itu hanya menjadi sebuah mimpi, yang tak akan pernah lagi bisa kuraih.