"Kau benar- benar datang terlambat," ucap Jayden dengan dingin pada sepupunya, Misha. "Bagaimana kau bisa mengambil waktu sangat banyak untuk bisa menemukanku di sini?"
"Bicaralah dengan sopan, aku dua tahun lebih tua darimu," gerutu Misha, dia terlihat sama sekali tidak panik ataupun takut ketika melihat kondisi Jayden sekarang, dia bahkan berkata sambil membersihkan debu- debu di badannya dan menatap sepupunya dengan galak. "Lain kali carilah tempat yang lebih terpencil dan lebih sulit dijangkau agar aku datang hanya untuk mengambil jasadmu saja." Misha lalu menyalakan rokok di tangannya dan mengembuskan asap putih ke udara.
"Kau pikir aku yang memilih tempat ini?" Jayden lalu mengambil rokok di tangan Misha dan menghidunya dalam- dalam, sementara sepupunya itu menatap dirinya yang berantakan.
"Kau harus ke rumah sakit," Misha memberi saran sambil menyalakan sebatang rokok untuk dirinya lagi.
"Tentu saja aku akan ke sana." Pyro telah dibawa ke rumah sakit terlebih dahulu, keadaannya akan membaik segera, tapi ada hal lain yang harus Jayden lakukan terlebih dahulu. "Tapi, setelah aku mengajukan beberapa pertanyaan terlebih dahulu."
Jayden lalu membuang rokoknya yang masih menyala ke tanah dan menginjaknya sampai mati, sebelum dia menengadahkan tangannya pada Misha.
Misha mengerti apa yang Jayden inginkan, maka dari itu dia memberikan sebuah pistol yang berada di pinggangnya pada sepupunya tersebut, tapi Jayden justru menolaknya.
"Bukan itu."
Misha memutar matanya dengan dramatis. "Kau masih menggunakan cara kuno."
"I am an old soul," jawab Jayden dengan acuh tak acuh dan mengambil sebuah pisau kecil dari tangan Misha. Dia lebih menyukai car aini.
Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, Jayden lalu berjalan menjauh darinya. Bahkan dari belakang saja Misha dapat merasakan aura membunuh yang begitu kuat dari Jayden.
Jayden dapat mengubah aura di sekelilingnya dalam sekejap mata dan itu merupakan hal yang mengerikan bahkan bagi Misha.
Di detik sebelumnya, Jayden bisa tertawa bersamamu dan melontarkan komentar- komentar lucu, seolah dia adalah orang yang paling tidak berbahaya, tapi di detik berikutnya dia dapat menodongkan sebuah pistol ke kepalamu dan membunuhmu tanpa mengedipkan matanya sama sekali.
Sifatnya yang seperti itu sangat mengerikan menurut Misha dan dia telah menyaksikan perubahan tersebut lebih dari dua kali mala mini saja...
Dan sikap sadis yang dia tunjukan itu semua bermula dari kasus penculikan yang Jayden alami dua belas tahun lalu ketika dia baru saja memasuki sekolah menengah atas.
Entah apa yang terjadi saat itu, hanya Jayden yang tahu dan dia tidak pernah benar- benar menceritakannya pada siapapun.
Dan hingga hari ini, Jayden terobsesi untuk mencari pria yang menculiknya…
==================
"AARRRGGHHH!" suara teriakan yang begitu menyayat hati dapat terdengar di keheningan malam, ketika Jayden dengan santainya menancapkan sebuah belati ke paha seorang pria yang telah menusuk Pyro tadi.
Di sisi lain, Jayden yang melihat pria itu menggeliat kesakitan justru hanya menatapnya dengan tatapan kosong, seolah tengah berpikir apa yang harus dia lakukan lagi untuk membuat pria ini semakin menderita.
Tangan pria itu terikat begitu juga dengan kakinya, sama seperti apa yang mereka lakukan pada Jayden dan Pyro tadi.
"Aku ingin bertanya padamu, jadi jangan berisik, okay?" Jayden berkata dengan lembut, sambil menarik belati yang tadi dia tancapkan pada paha pria malang itu. "Aku ingin kau menjawab pertanyaanku."
Hanya saja, pria itu terus menerus berteriak kesakitan, sama sekali tidak mengacuhkan apa yang Jayden katakan dan hal ini membuat putra dari keluarga Tordoff tersebut mengerutkan alisnya dengan tidak senang.
"Aku bilang diam," ucapnya, tapi kemudian dia kembali menusuk paha pria itu lagi, hanya beberapa inchi dari tusukan yang pertama.
Jeritan penuh kesakitan pria itu semakin membahana dan ini membuat Jayden kesal. Dia lalu melepaskan sepatunya dan menyumpal mulut pria itu dengan sepatunya sendiri.
"Diam," ucapnya pelan, kemudian kembali menusuk paha pria itu untuk ketiga kalinya.
"Kau tidak akan mendapatkan jawaban apapun dengan cara seperti itu." Misha datang, berjalan pelan ke arah Jayden.
"Mungkin tidak dari dia," jawab Jayden dengan nada yang santai. Dia lalu berdiri, sebelah kakinya telanjang, tapi dia tidak peduli. "Tapi mereka akan menjawab pertanyaanku."
Mata Jayden kini terarah pada lima orang pria yang telah ditaklukan oleh orang- orang yang telah dibawa oleh Misha tadi.
Kelima pria itu berlutut, dengan tangan dan kaki terikat, sementara di belakang mereka terdapat lima pria lainnya yang tengah mendongakkan wajah mereka agar dapat melihat apa yang Jayden lakukan pada teman mereka.
"Jadi, siapa yang akan menjawab pertanyaanku?" tanya Jayden, dia kali ini mengambil sebuah pistol dari pria terdekat, yang merupakan orang- orang dari keluarga Tordoff, dan langsung menembak pria malang itu tepat di antara ke dua alisnya.
"Kau mau menjawab pertanyaanku?" tanya Jayden, mengarahkan pistolnya ke pria pertama di antara barisan lima pria tadi. "Tidak?"
Sebuah tembakan dapat terdengar dan pria tersebut jatuh, mati dengan mengenaskan, dengan sebuah peluru menembus bagian kepalanya.
Darah membasahi tanah yang dingin sementara malam yang tenang itu seketika itu juga menjadi mencekam, tidak ada yang berani bersuara ataupun bernafas terlalu keras.
"Bagaimana denganmu?" tanya Jayden, mengarahkan pistolnya ke pria ke dua. "Mau bicara?"
Tapi sebelum pria itu dapat menjawab Jayden telah menembak mati dirinya dan hal ini membuat seluruh pria di sana hanya bisa tertegun.
Sebagian besar dari mereka adalah orang- orang yang direkrut oleh Jayden sendiri dan mereka bukan berasal dari tempat dimana keluarga Tordoff merekrut bodyguard mereka.
Pria- pria yang direkrut oleh Jayden kebanyakan adalah orang- orang yang pernah bekerja di organisasi illegal dan black market.
Untuk alasan mengapa Jayden merekrut mereka, hanya Jayden lah yang tahu.
Tapi, bahkan ketika orang- orang itu telah terbiasa dengan kekerasan, melihat bagaimana Jayden mengeksekusi sebuah situasi, terutama ketika hal tersebut melibatkan kekerasan, mereka masih tertegun tidak percaya, bahwa ada orang yang begitu dingin seperti dirinya. Bertolak belakang dengan image yang dia tampilkan di kesehariannya.
Jayden seperti memiliki dua kepribadian…
"Aku akan bicara!" seru pria ke tiga, sebelum Jayden mengarahkan pistolnya padanya. Suaranya gemetar, dia berusaha untuk tidak melirik ke arah dua temannya yang telah mati di sebelahnya, tapi hal tersebut sulit untuk dilakukan. "Tolong jangan bunuh aku… aku tidak ingin mati."
"Great! Aku tidak mau mati juga, I love my life!" ucap Jayden dengan riang, dia terlihat seperti seorang anak kecil yang mendapatkan mainan. "Lihat? Tidak sulit bukan, untuk bekerja sama denganku," tanyanya dengan antusias.