Chereads / Pengganti Jodoh Sang Alpha / Chapter 9 - Simbiosis Mutualisme

Chapter 9 - Simbiosis Mutualisme

Mendengar kata-kata perempuan paruh baya itu, Rey pun iseng menanyakan, "Maaf, apakah yang Anda maksud dengan hidup berpindah-pindah itu?"

Perempuan paruh baya itu sudah bersiap untuk membuka mulutnya, tapi Penelope yang malu, menyuruh ibunya itu untuk diam dengan menyikutnya. Liv menarik nafas, ia berbisik, "Tidak apa, Pop."

Kemudian ia bercerita soal keadaan mereka.

Pertama-tama ia memperkenalkan dirinya kepada pemuda itu. Liv lalu menceritakan keadaannya adalah seorang janda beranak satu yang suaminya baru saja meninggal sebelas bulan yang lalu dan ia harus pindah dari satu rumah ke rumah yang lainnya, menghindari kejaran penagih hutang.

"Sebab sejak meninggalnya suamiku, kami tidak memiliki penghasilan yang cukup dan hanya bisa mengandalkan hasil dari penjualan perburuan jamur di hutan," jelas Liv yang membuat Penelope merasa tidak nyaman. Gadis itu merasa ibunya tidak perlu menjual kesedihan mereka pada pemuda asing itu.

Rey mendengarkan dengan seksama penjelasan Liv, kemudian ia jadi memiliki ide.

Sebelum Rey menjelaskan tentang idenya, kedua perempuan itu merasakan kegerahan.

"Aduh, kenapa aku mendadak merasa gerah begini ...," kata Liv yang kemudian ditimpali putrinya, "Ah, iya benar, Ma! Aku juga baru saja akan mengatakan hal yang sama."

Liv pun bangkit dan memutuskan untuk menurunkan suhu thermostat di ruangan itu. Penelope mengunci pergerakan ibunya. Ia merasa aneh, kenapa mendadak rumah mereka terasa panas seperti itu.

Rey dengan canggung pun ingin menjelaskan kepada Penelope yang tidak mengerti sama sekali keadaannya. Ia ingin mengatakan bahwa suhu tubuhnya itu memang mempengaruhi keadaan sekitar.

Sebagai manusia serigala, Rey memiliki suhu tubuh yang panas dan begitu juga orang di sekitarnya akan merasakan hal yang sama, tetapi ketika ia dalam keadaan sakit, suhu tubuhnya sangat rendah dan ia memang membutuhkan ekosistem yang bersuhu tinggi.

Liv langsung menoleh kepada pemuda itu. Sebelum Rey menjelaskan hal yang ada di pikirannya, perempuan paruh baya itu mengalihkan pembicaraan.

"Oh, iya ... maaf tidak menanyakan pendapatmu. Tapi, apakah kamu oke kalau kami matikan thermostatnya?" tanya Liv.

"T-tentu. Aku baik-baik saja, terima kasih," jawab Rey sopan.

Liv dalam hati tidak mau sampai pembicaraan soal pergantian ini berlanjut, entah karena apa. Kemudian Rey pun berkata memecahkan keheningan, "Maaf atas kelancangan saya, tapi bagaimana kalau saya menawarkan bantuan?"

Penelope yang masih belum bisa menerima keadaan pemuda itu hidup di antara mereka pun dengan sinis berkata, "Apa? Menawarkan bantuan? Cih ... kau sudah tahu kan, sekarang keadaan keluarga kami bagaimana? Lalu, kau masih dengan tidak tahu dirinya menumpang dan mengancam keselamatan kami kalau kami tidak memberikan belas kasihan kepadamu. Sekarang kau berbalik mau membantu? Awww!" Di akhir perkataannya, Penelope berteriak, karena ibunya mencubit pinggangnya.

Rey buru-buru menyahut, "Maaf atas ketidaknyamanan kalian, tapi saya tidak ingin menumpang secara gratis. Saya akan berjanji membantu kalian dalam keadaan apapun."

Penelope berdecak meremehkan, tetapi ibunya memberikan kesempatan pemuda itu untuk melanjutkan tawaran bantuannya. Rey pun mengangguk, "Begini, setelah dirawat oleh kalian, aku kembali lagi ke keadaan yang sehat begini dan untuk berterima kasih, aku bisa membantu untuk mencarikan nafkah bagi kalian atau jika perlu melindungi kalian dari marabahaya."

Penelope berdecak, "Ckckck ... kalau memang kau mampu untuk mencari nafkah, kenapa tidak hidup sendiri saja? Kenapa harus menumpang bersama kami?" tanyanya meremehkan Rey.

Bahkan ia menambahkan, "Kami sebenarnya tidak perlu perlindungan apapun dari marabahaya. Karena aku rasa selama ini aku dan Mama hidup baik-baik saja sendirian. Sebaliknya, kini aku merasa hidup kami jadi dekat dengan bahaya, karena ada kamu di sekitar kami. Biasanya kami tidak butuh menggunakan senjata atau apapun."

"Poppi! Hentikan ocehanmu!" Ibunya memarahi Penelope, karena tindak tanduknya sangat kurang sopan malam itu.

Penelope pun tersinggung dan menyalak dengan sinis, "Maaf, kalau aku tidak sopan pada tamu Mama. Aku sendiri sudah kelelahan." Ia pun keceplosan dan bilang kalau malam itu ia sendiri sudah keluar dari pekerjaannya dengan terpaksa.

"Hah?" Ibunya terkesiap. "Astaga, Nak ... apakah kamu dipecat?"

Gadis itu menyahut, "Tidak! Aku memecat diri sendiri, karena mendapat perlakuan kurang ajar dari salah seorang pengunjung." Ia kemudian menceritakan kronologisnya.

Selama mendengar gadis itu bercerita pada ibunya, Rey mengalami Dejavu. Ia seolah-olah pernah melihat gadis itu, tapi entah di mana ia tidak ingat.

Dari tadi ia tidak bisa memperhatikan dengan jelas gadis itu, karena kesakitan yang dideranya di bawah pengaruh perhiasan bermatakan Moonstone tadi. Namun, sejurus kemudian, ketika Penelope berjalan menuju kamar tidurnya, Rey mencium lagi aroma manis yang menusuk hidung.

"Aaah!" serunya dalam hati. Ia baru teringat aroma seperti ini. "Astaga, bagaimana aku bisa melupakan aroma yang sudah pasti tidak akan kulupakan seumur hidup ini!"

Rey ingat bahwa Penelope adalah sosok gadis yang ditemuinya di pinggiran hutan saat dia mengawasi para omeganya berburu. Saat itu dia berwujud serigala dan sudah melihat kedatangan gadis itu yang berjalan bersama ibunya, hingga akhirnya ia terpisah.

"Aku tidak menyangka kita ternyata bisa bertemu lagi, bahkan aku sudah ditolong oleh ibu dari gadis itu. Betapa kebetulan ini sangat aneh," batin Rey.

Rey sendiri sebenarnya sudah tidak pernah menginjakkan area ini sejak setahun yang lalu. Karena melamun melihat gadis itu yang berbicara kepada ibunya, Rey pun tidak sadar telah dipanggil oleh mereka.

Ia akhirnya membuyarkan lamunannya untuk mendapati kedua wanita itu memandanginya menunggu jawabannya. "Eh, maaf, bagaimana?" Rey minta mereka untuk mengulang pertanyaannya, sambil berkata lagi, "Maaf, karena saya merasa kepala saya masih sedikit pusing, jadi saya tidak terlalu menyimak."

Penelope kemudian memutar bola matanya dan mendengus. "Oke, aku bertanya sekali lagi, ya! Kenapa kamu terus memohon untuk tinggal di rumah ini, jika memang memiliki kemampuan untuk mencari nafkah dan menghidupi dirimu sendiri? Bukankah lebih mudah juga untuk melindungi diri sendiri daripada ditambah tanggung jawab dua orang wanita yang memiliki senjata yang sewaktu-waktu bisa melemahkan kekuatanmu tersebut?"

Rey pun menyahut, "Hufh ... karena aku kehilangan jati diriku saat para anak buahku ini meninggal, aku jadi tidak minat untuk kembali ke markas besarku."

"Well, sebenarnya aku bisa saja kembali ke tempat asalku, tetapi aku masih belum punya keinginan untuk memangku jabatan sebagai kepala kawanan serigala yang dalam keadaan penuh sengketa itu. Aku bisa saja mengontrol mereka, tetapi untuk saat ini aku sedang ingin hidup menyendiri untuk menemukan tujuan hidupku dulu," terang pemuda berambut brunet itu.

Ia juga menambahkan, "Maaf aku telah mengancam kalian, itu semua semata karena aku merasa cukup percaya diri untuk hidup saling bersimbiosis mutualisme dengan kalian. Bukankah lebih baik kita sepakati saja perjanjian ini dan kita bisa segera beristirahat, daripada terus-menerus berdiskusi mengenai ini? Lagi pula malam sudah semakin larut."