"Jangan sakiti dia!"
Gadis kecil itu berlari dan menarik lengan beberapa anak lelaki yang memiliki postur lebih tinggi darinya, dua anak lelaki itu terus saja mengusik saudara kembarnya, bermula dari Ananta si saudara kembar yang sedang asik bermain rumah-rumahan di sebuah taman, lantas diusik dua anak lelaki yang tak tahu asalnya dari mana.
Mereka menghancurkan apa yang sudah Ananta bangun dengan susah payah, membuat Ananta mengamuk dan melempar kelereng milik anak lelaki itu ke semak-semak. Karena marah, keduanya lantas menjambak rambut Ananta, dan itu dilihat langsung oleh Athalla. Ia yang saat itu asik bermain layangan, memilih untuk melepasnya begitu saja demi mengejar Ananta yang telah menangis frngan kencang.
"Oh, jadi ada pahlawan kesiangan. Boleh juga tuh, Ka. Gimana kalau kita kasih pelajaran ke mereka berdua," usul salah seorang anak lelaki dengan kepala plontos itu pada anak lelaki tampan dengan rambut pirang. Anak lelaki itu tentu saja setuju, lantas mengambil sebuah balok yang memang tergeletak tak jauh dari tempat mereka berada.
"Kalian mau apa?" teriak Athalla.
"Tentu saja menghukum saudaramu yang sudah lancang menghancurkan mainan kami," balas anak lelaki tampan tersebut angkuh.
"Ana, ayo lari!" teriak Athalla panik sembari menarik pergelangan tangan Ananta. Gadis kecil itu juga panik, terlebih keadaan taman bermain itu tampak lengang tanpa adanya pengawasan orang dewasa. Ini semua salah Ananta yang bersikeras mengajaknya bermain tanpa pengawasan baby sitter mereka. Sementara kedua orang tua mereka, selalu sibuk setiap saat, hari Minggu pun masih memiliki jadwal kerja yang padat.
"Aduh," ringis Ananta karena tubuhnya ambruk, akibat tersandung batu. Athalla yang mulanya sudah berada di depan kembali berbalik. Ia tak peduli ketika dua anak lelaki itu semakin mendekat dengan senyum kemenangan. Akhirnya, Athalla yang lebih dulu sampai, kemudian mengulurkan tangannya untuk membantu Ananta berdiri. Tapi, nahas. Ananta menjerit kesakitan karena lututnya berdarah dan terasa perih.
"Mau lari ke mana kalian?" tanya keduanya angkuh.
"Tolong ... tolong ... tolong!!!" teriak Athalla sembari melihat ke kanan dan kiri. Tapi, nihil semuanya kosong seolah Tuhan memang ingin mereka celaka sekarang. Anak lelaki tampan itu lantas mengangkat balok dan ingin memukul kepala Ananta, tapi Athalla bergerak cepat hingga pukulan itu mengenai pundaknya.
Karena merasa sakit, Athalla langsung mendorong anak lelaki tadi bersama temannya, mereka mengamuk, hingga tanpa sadar anak lelaki tampan tadi mengambil ranting kayu, kemudian menusuk kedua mata Athalla hingga darah segar merembes di sana bak air mata.
"Atha," pekik Ana panik. Kedua anak lelaki itu juga panik, lekas membuang ranting dan berlari menjauh. Athalla sudah menangis dan menjerit histeris sembari menutup mata dengan kedua tangannya. Ananta yang melihat itu juga turut menangis, ia langsung memaksa berdiri dan berdiri mencari bantuan di jalan raya. Dengan pangkah tertatih karena cedera di lutut, ia tetap memaksakan dirinya.
Jika bukan ia, siapa lagi yang akan melakukan ini. Ini semua karenanya, jika saja ia tak terjatuh, mungkin kedua mata Athalla akan baik-baik saja.
"Om, tolong! Berhenti!" Ananta berusaha menghentikan beberapa kendaraan yang berlalu-lalang tapi percuma, mereka seolah tuli dan buta. Hingga ada sebuah kendaraan bermotor berhenti di hadapannya.
"Nak, kamu kenapa? Kelihatannya kamu terluka, mari bapak antar ke rumah sakit!" Lelaki paruh baya itu menatap kasihan, tapi Ananta menggeleng cepat, lantas menarik pergelangan tangan lelaki tadi untuk mengikutinya.
"Mau ke mana, Nak?"
"Om ikut saja!"
Pria paruh baya itu senantiasa mengekori dari belakang, hingga ia berteriak histeris ketika melihat Athalla berteriak kesakitan dengan kedua tangan yang berdarah karena menutupi matanya.
"Ya Tuhan apa yang terjadi dengan kalian?" pekiknya lantas menggendong Athalla ke motor. Begitu juga dengan Ananta yang turut duduk di bagian belakang Athalla. Mereka tergesa-gesa, si bapak yang baik hati itu juga panik, seolah kedua gadis kecil berparas serupa itu adalah putrinya.
Athalla terus saja menangis hingga mereka tiba di rumah sakit, mengeluhkan rasa perih dari kedua matanya yang semula cantik. Dokter dan perawat mulai sibuk menangani, menyuruh Ananta juga bapak tadi untuk menunggu di luar. Tangis Athalla juga sudah tak terdengar, mungkin mereka memberinya obat bius agar tak banyak bergerak, hingga mereka mampu menanganinya tanpa gangguan.
"Di mana rumahmu, Nak?" Si bapak mulai bertanya pada gadis yang ia perkirakan, usianya sekitar 6 tahun. Ananta hanya menggeleng lemah, matanya sembap karena tangis yang ia keluarkan sedari tadi.
"Baiklah, sebaiknya kita ke ruangan sebelah untuk mengobati lututmu!"
"Tidak mau. Ana mau di sini menemani kakak," balasnya bersikeras. Akhirnya bapak tadi mengalah, dan memilih meminjam kotak obat untuk membalut luka Ananta. Karena gadis itu tak ingin beranjak dari ruangan Athalla.
Ingin menghubungi orang tua mereka pun ia bingung, tak tahu harus bagaimana. Keduanya tak tahu alamat rumah, bahkan nomor ponsel saja tak punya. Akhirnya, setelah selesai membalut lutut Ananta dengan plester, ia langsung duduk di samping gadis kecil itu dan turut menunggu. Tapi, ia tak kehabisan akal. Diam-diam ia merogoh ponsel jadulnya, lantas memotret Ananta yang duduk dengan mata terpejam. Mungkin karena lelah menangis, membuatnya mengantuk.
"Selesai."
Tiba-tiba ada nomor asing yang menghubunginya, dengan cepat si bapak mengangkat telepon. Wajahnya berbinar senang ketika mengetahui siapa yang menghubungi. Ternyata, itu pak Ezra Alexander Van Lucas, pengusaha kaya yang paling berkuasa se-Asia tenggara. Siapa yang tak mengenal Ezra Alexander Van Lucas yang biasa disapa Alex.
Pantas saja paras kedua gadis kecil tadi begitu menawan, karena ayahnya adalah Alex dan ibunya Annabeth Ratu Azura, putri tunggal raja agung Edward Kiels Van Dick, di kerajaan Agastia Belanda. Annabeth wanita paling cantik dan awet muda, dan mampu membius siapa saja yang melihatnya. Sayangnya, ia jarang sekali keluar rumah jika tak benar-benar penting. Ya, ia tak suka keramaian, aneh memang.
Ia memang putri raja, tapi ia membuat keputusan untuk meninggalkan gemerlap kerajaan yang penuh dengan aturan. Lantas memilih Alex sebagai pendamping hidupnya. Ya, ia pikir menjalani hari-hari seperti rakyat biasa, jauh lebih menyenangkan. Meski sejatinya Edward Kiels berulang kali membujuk agar ia mau membawa serta beberapa pengawal untuk menemani, yah, selain cantik, Annabeth juga keras kepala.
Tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di pelataran rumah sakit, beberapa orang yang melihat Alex turun dari mobil pun membungkukkan badan penuh hormat. Kacamata hitam tak ia lepas, ia berjalan tegap dengan langkah pasti, aura ketampanannya juga membuat gadis mana pun terpikat, sayang sekali Alex adalah tipikal pria setia. Baginya, tak ada yang bisa menyaingi kecantikan Annabeth di dunia ini.
"Ana," panggilnya membuat bapak tadi lantas membangunkan Ananta yang tadinya terlelap. Tiba-tiba Alex murka, ketika melihat bapak tadi menyentuh putrinya.
"Jauhkan tanganmu dari putriku!" sentaknya membuat si bapak tersenyum kaku.