"Mas, pokonya aku mau minta uang!"
"Buat apa? Kan kemarin aku sudah kasih kamu sin."
"Uang yang kemarin sudah habis mas."
"Loh ko bisa? Kan biasanya uang itu kepake sampai seminggu, ko malah sekarang sehari saja sudah habis sih Sinta?"
"Iya mau gimana lagi, sekarang itu kebutuhan aku banyak mas. Uang 200 ribu mana cukup buat seminggu?"
"Kemarin-kemarin kamu gak pernah ngeluh kalo aku kasih uang kamu segitu, ko sekarang malah ngeluh sih?"
Ardi ke heran dengan sikap istrinya yang berubah derastis. Awalnya Sinta tidak menuntut nafkah yang selama ini Ardi kasih, ya memang selama ini Ardi sedikit perhitungan dengan istrinya itu. Bahkan untuk urusan belanja saja harus di batasi.
"Iya sudah, ini uang nya. Jangan boros boros!" Sambil memberikan uang 100 ribu di hadapan Sinta
"Ya tuhan mas, uang segini mana cukup? Kamu ini pelit sekali sih ke istri." Sinta memgibas-ngibas uang selembar itu di hadapan suaminya.
"Kamu kenapa sih sin, ko berubah kaya gini? Udah lah aku pusing, aku mau tidur. Kamu jangan ganggu aku lagi!"
Ardi pun meninggalkan Sinta yang sedang duduk di kursi di ruang tamu.
Dret dret
"Hallo, iya ada apa?"
"'....."
"Baik, teruskan dan jangan sampai ketinggalan jejak!"
''...!"
"Bagus!"
"Hupps, kamu kira aku tidak tau mas apa yang kamu lakukan selama ini di belakang aku? Kamu kira aku selama ini cuman diam kalo kamu memperlakukan aku kaya gini?" ucap Sinta sendiri sambil memandang pintu kamarnya.
Di lain tempat
"Lepas, kalian mau apa? Tolong-tolong!" teriak wanita yang berpakaian sexsi itu
Wanita itu di seret ke dalam mobil yang di dalam nya sudah ada orang yang menunggu.
"Lepas! kalian mau apa? Jangan macam-macam iya! Awww." ringis Citra yang badannya di dorong paksa untuk masuk mobil.
"Gimana rasanya menikmati uang suami orang, enak?" Sinta berbicara sambil menaikan satu halisnya.
"Kamu siapa? Ada keperluan apa kamu hah?" citra melotot memandangi wanita yang ada di sampingnya.
"Kamu tau siapa saya, kamu kira saya tidak tau apa yang kamu lakukan di belakang saya selama ini?" Sinta menarik rambut citra ke belakang.
"Awww l, lepasin berengsek!" citra menjerit kesakitan.
"Saya tekankan sekali lagi, kamu jangan pernah macam-macam sama saya! Kamu jangan pernah menemui suami saya lagi! Kalo mau sampai bertemu suami saya lagi, kamu tanggung sendiri akibat nya!"
"Bukan aku yang mendekati suami kamu, tapi suami kamu menggoda saya. Aww lepasin!"
"Hahahahh, kamu kira saya percaya? Kamu tau semua yang kamu pakai itu milik siapa hah?"
Citra melotot dan langsung memegang semua yang ia pakai.
"Mulai dari tas, Baju, Jam tangan dan perhiasan yang kamu pakai itu semuanya dari suami ku. Jadi tolong kamu lepaskan semuanya sekarang!"
"Hah, kamu gila iya? Gak, gak akan! Ini sudah menjadi milik ku, kamu tidak berhak memintanya!"
Plak. Citra di tampar oleh Sinta dengan begitu keras nya.
"Kamu mau melepaskannya dengan cara baik-baik atau mau saya bantuin dengan anak buah saya?" Ancam Sinta sambil menyeringai.
"Ok-ok, aku kan melepaskan semuannya." Citrq berbicara dengan suara bergetar.
Dan akhirnya Citra melepaskan semua yang ada di tubuhnya, Bahkan semua kartu kredit dan ATM semuanya di ambil oleh Sinta.
"Setelah ini, saya harap kamu tidak akan pernah menemui suami saya, dan kejadian ini kamu jangan pernah memberitahukan ke suami saya. Kamu ngerti!"
"I-iya saya mengerti. Tolong lepaskan tangan kamu dari rambut saya!" Citra ketakutan.
Kini keadaannyya sungguh memprihatinkan, yang awalnya ia keluar rumah dengan keadaan rapih, modis dan cantik. Tapi tidak dengan sekarang, penampilannya kini seperti orang yang habis kerampokan.
Brak. pintu mobil di tutup setelah Sinta berhasil mendorong tubuh Citra keluar.
"Hiks, sial. Kenapa aku harus ketemu dengan istrinya mas Ardi? Duh mukaku." sambil mengusap wajahnya.
Sinta pun meninggalkan Citra di pinggir jalan, yang jalannya itu tidak terlalu ramai orang berkendara. Sinta masa bodo dengan keadaan gundik suaminya itu.
Di dalam mobil Sinta menyeringai.
"Sinta, di mana kamu?" Teriak mas Ardi dari dalam kamar
"Apa sih mas? Malam-malam kamu malah teriak teriak?"
"Kamu tadi habis dari mana, hah?" Ardi memelototi Sinta.
Sinta yang sedang asik mengemil di depan tv pun meletakan cemilan itu di atas meja dan memandang wajah suaminya
"Aku seharian di rumah aja mas, emang kenapa? Ko muka kamu kaya yang marah gitu?"
"Bener kamu seharian ini di rumah aja?" Tanya nya penuh selidik.
"Iya mas, aku di rumah aja, masa suami ada di rumah aku malah keluyuran. Emang nya ada apa sih mas?"
"Em engga ada apa-apa, sudah lah aku mau keluar rumah dulu. Kamu jangan kemana-mana dan nanti aku pulang malam. Jadi kamu langsung kunci saja pintu nya!"
"Loh, kamu mau kemana mas? Hari ini kan kamu libur, ko mau pergi sih?"
"Tadi di pabrik ada masalah, jadi aku harus sesegera mungkin ke sana sin!"
"Oh iya sudah, kamu hati hati iya mas!" Sinta kembali mengambil cemilannya.
Sinta yang melihat kepergian Ardi pun tersenyum menyeringai
"Kamu kira aku bodoh mas, kamu itu pasti bukan ke pabrik. Tapi ke rumah gundik mu itu kan?" ucap Sinta sambil memandang punggung suaminya dari dalam rumah.
Biarkan lah nanti juga ia bakalan kena imbasnya.
Sinta pun memutuskan untuk masuk ke kamarnya dan tidur dengan nyenyak. Ia tak mau membuang waktu untuk mengurusi suaminya yang sedang sibuk berselingkuh itu. Karena Sinta sudah punya rencana yang bakal membuat suami dan gundiknya itu malu.
Emmm. Sinta mengeliat, ia mencari suaminya di sampingnya.tapi hasilnya nihil, pasti suaminya itu tidak pulang dari semalam .
Sinta pun tersenyum miris, ia tak menyangka jika pernikahannya yang ia harap bakalan bahagia. Tapi malah menumbuhkan luka yang teramat dalam.
Ardi menikahi Sinta karena memang mereka dulunya adalah seorang kekasih. Tapi Ardi tidak mengetahui asal usul Sinta, yang ia tau bahwa Sinta itu anak yatim piyatu.
Sinta sedang asik membuat sarapan untuknya sendiri di dapur, ketika Sinta sedang menyuap makannannya Ardi baru lah datang.
"Selamat pagi sayang," Ardi mengecup kening Sinta
"Kamu semalam tidak pulang mas?" Tatapan menyelidik.
"Eh, engga ko. Kata siapa? Orang aku dah pulang pas kamu sudah tidur," kilah Ardi sambil mengambil sarapannya.
"Oh kirain." Sinta cuek.
Sinta mendangahkan tangannya di hadapan Ardi
"Apa?" Ardi pura-pura tidak mengerti.
"Iya uang lah mas, apa lagi?"
"Ya ampun sin, ko uang-uang terus sih, kan kemarin udah mas kasih, ko sekarang habis sih?"
"Eh mas, uang yang mana? Yang 100 ribu itu? Kamu ini mas, bego atau apa sih, uang segitu mana cukup mas? Kamu kan punya pabrik, masa ngasih nafkah sama istri ko kaya yang kuli mulung aja sih?"
"Tapi kan sin, kita harus mengirit, kamu kan tau keridit kita banyak, belum lagi aku tuh lagi pengen buka usaha baru."
"Alah mas, mas kamu kira aku gak tau apa kalo kamu itu sebenernya ngabisin uang itu tuh buat senang-senang kan?" Tanya Sinta penuh selidik .
Brak.
Ardi menggebrak meja makan dan berdiri
"Maksud kamu apa sin, hah?"
"Iya, maksud aku kamu lebih senang menghamburkan uang itu untuk kesenangan kamu sendiri dari pada di kasih ke istri. Benar kan? Atau jangan-jangan kamu punya selingkuhan iya?"
"Apa sih? Kamu jangan ngaco iya sin! Mana ada aku selingkuh, kamu kan tau selama ini aku sibuk kerja di pabrik, mana sempet buat selingkuh." Ardi terlihat glagapan
"Iya bisa jadi kan. Mas?"
"Kamu itu jangan ngaco sin! Bukannya ngedoain suami biar semua urusan nya lancar. Eh ini mah malah mikir yang gak gak."
Ardi pun meninggal kan Sinta sendiri di meja makan.
Tes, air mata Sinta jatuh dengan sendirinya.
Dengan sesegera mungkin Sinta menghapus air mata itu .
"Air mata ini tak pantas menetes cuman gara-gara lelaki bajingan!"