Chereads / TERJERAT CINTA MARBOT MASJID / Chapter 1 - Pelarian Rania

TERJERAT CINTA MARBOT MASJID

🇮🇩Salsabilla_Else
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 1.2k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Pelarian Rania

''Plakkk'

Tamparan Luciaon berhasil mendarat di pipi Rania. Lelaki paruh baya itu tampak sedang marah besar pada gadis tunggalnya.

"Papa..." Rania menatap nanar wajah papanya.

Pertama kali dalam hidup Rania, ayahnya melayangkan tangan padanya. Selama 17 tahun lamanya.

"Kamu sudah mempermalukan Papa, Rania."

"Apa yang sudah Rania lakukan, Pa?  Rania hanya membela harga diri Rania."

"Zayyan itu anak Pak Hutomo, orang yang sudah banyak membantu kehidupan kita."

Reina menganggakat wajahnya, tidak percaya bahwa sang ayah akan begitu marah demi lelaki bajingan tersebut. padahal selama ini Luciano selalu membelanya.

"Pa, Zayyan bersikap kurang ajar padaku."

"Papa tidak percaya, Zayyan anak yang baik. Dia tidak mungkin melakukan sesuatu memalukan."

"Papa lebih percaya Zayyan daripada Rania, anak Papa sendiri?"

"Zayyan tidak mungkin melakukan kekerasan, Rania."

Luciano tetap tidak memercayai ucapan Rania, baginya Zayyan tetap tidak bersalah. Meski Rania berusaha membela diri.

Setelah apa yang dilakukan Hutomo untuk keluarga Luciano, dia terus berusaha bersikap baik padanya. Sebab kemajuan perusahaan Luciano sangat bergantung pada Hutomo.

Jika saja Hutomo mengambil seluruh sahamnya, tentu saja Luciano akan mengalami kebangkrutan. Belum lagi beberapa hutang yang harus dia bayar kepada Hutomo.

"Papa jahat, Rania kecewa. Rania benci Papa."

Rania meninggalkan Luciano, ia masuk kamar dengan membanting pintunya. Rania menangis sesegukan, ia tidak percaya papanya berpihak pada orang lain. Lelaki berengsek itu, Zayyan.

"Rania, pokoknya kalau kamu membantah lagi Papa akan mencabut semua fasilitas yang kamu dapatkan." ancam Luciano dari balik pintu kamar Rania.

Rania masih saja menangis, tak peduli dengan ancaman papanya. Samar-samar terdengar suara mobil keluar meninggalkan bagasi rumah. Rania masih belum usai menangis.

***

Siang tadi, Rania baru kembali dari kampus. Luciano mengajak anak semata wayangnya keluar untuk menghadiri undangan Pak Hutomo. Ada pesta perayaan ulang tahun Zayyan. Malam harinya, mereka berangkat.

"Kenapa sih Rania harus ikut segala, Pa?"

Dengan malas, Rania tetap masuk ke dalam mobil. Dia memang tidak pernah tertarik untuk pergi ke sebuah pesta, terutama bertemu dengan kolega sang ayah.

"Kamu anak Papa satu-satunya, Rania. Rekan kerja Papa ingin berkenalan. Ya, kalau jodoh salah satunya bakal jadi menantu Papa," goda Luciano.

"Pa, Rania sudah dewasa. Rania gak mau dijodoh-jodohin. Rania mau memilih pasangan sendiri, sesuai dengan yang Rania inginkan."

"Justru karena anak kesayangan Papa sudah dewasa. Papa mau carikan calon suami untukmu. Papa sudah berumur sayang, Papa ingin melihat kamu bersanding dengan lelaki yang tepat."

"Ikh, Papa ngeselin."

Rania menyilangkan kedua tangannya di dada sambil memalingkan wajah dari Luciano. Rania memang gadis manja, sebab memang Luciano selalu memenuhi semua keperluannya.

Luciano sangat menyayangi anak gadisnya, sebab dialah satu-satunya peninggalan sang istri tercinta.

"Udah ah jangan cemberut, ntar cantiknya hilang, lho."

"Biarkan saja, aku tidak peduli."

"Kamu kalau marah mirip sama mamamu."

"Papa,"

Rania memeluk Luciano dan menyandarkan kepalanya di pundak Luciano. Cinta Luciano sangat besar untuk Rania, karena baginya Rania ialah Rossa. Mama Rania. Rossa meninggal setelah berjuang melahirkan anak mereka, Rania.

"Sayang, kita sudah sampai," ucap Luciano setelah menghentikan mobil di sebuah rumah mewah kawasan Pondok Gede.

Luciaon menggandeng Rania, keduanya disambut meriah oleh rekan bisnis Luciano. Satu persatu dikenalkan.

"Hei, Rania. Perkenalkan, ini Zayyan anak kedua saya." Pak Hutomo memperkenalkan anaknya.

Zayyan menjabat tangan Rania, Rania membalasnya. Keduanya  pun berbicara di balkon sambil menikmati pesta.

"Kamu masih kuliah?" tanya Zayyan.

Rania mengangguk, "He'em."

"Semester berapa?

"Baru masuk tahun ini."

"Ya ampun masih belia sekali, pantas saja badan kamu mungil."

Zayyan terlihat berusaha menggoda Rania, tetapi Rania mulai risih dengan obrolannya dengan Zayyan. Sepertinya Luciano memang berniat untuk mendekatkan Rania dengan Zayyan.

Sayang sekali Reina tidak begitu tertarik dengan Zayyan, lelaki yang terlalu mendewakan ayahnya. Dia sangat bertanggung pada fasilitas yang dimiliki sang ayah.

"Kamu sendiri, masih kuliah atau..." tanya Reina basa-basi.

"Lanjutin bisnis Papa," potong Zayyan.

"Owh, pantas."

"Aku baru lulus dari London University tahun lalu."

"Oh, ya? Hebat dong."

"Ah, biasa saja. Papa maksa aku kuliah di sana."

"Kalau kamu tidak hebat gak mungkin kuliah di sana, dong."

Zayyan tertawa, "Ah, iya mungkin."

Semakin berlalu, rasanya terasa hambar. Zayyan mulai menunjukkan ketertarikannya kepada Rania. Dia mulai menggunakan gerakan playboy-nya.

"Hmm, ngomong-ngomong kamu cantik banget pakai dress malam ini."

"Ini pakaian lama, aku gak suka beli barang. Jadi aku pakai saja punya mama."

Zayyan lebih dekat dengan Rania, kalia ini ia Zayyan berani. Ia menyentuh lengan dan dagu Rania.

"Cantik, kulitnya halus dan body goals banget."

Rania mulai ketakutan pada lelaki di hadapannya. Kini Zayyan benar-benar dekat dan mulai melakukan aksi gilanya. Akan tetapi, Rania berusaha menghindarnya.

"Terima kasih," jawab Rania lirih.

Zayyan sekarang benar-benar sangat dekat denganya. Zayyan memajukan wajahnya tepat di hadapan Rania. Ia menyentuh dagunya lebih dekat.

"Zayyan, apa yang sudah kamu lakukan barusan."

"Barusan apa?  Aku hanya sekadar mencicipi bibirmu. Ternyata semanis wajahmu."

"Seharusnya kita tidak di sini."

Rania mencoba menghindar. Zayyan tidak peduli, ia mencekal lengan Rania. Ia mengalungkan kedua tangannya  melingkari tubuh Rania. Zayyan memeluk Rania dari belakang.

"Zayyan, apa yang kamu lakukan?" Rania merasakan sesuatu menekan-nekan bagian belakang tubuhnya.

"Tidak, hanya mencari kehangatan dari tubuhmu."

Kali ini Zayyan mulain melumat leher Rania dan tanganya meraba-raba bagian tubuh Rania.

"Zayyan, kamu mabuk?  Lepaskan aku." Rania berusaha melepaskan diri.

Akan tetapi Zayyan lebih kuat darinya, Zayyan tidak peduli Rania berusaha memberontak. Zayyan berhasil meremas dua gundukan gunung Rania. Rania terus berontak, meski remasan dan lumatan itu semakin kasar.

"Zayyan!!!"

Rania mendorong dengan keras dan sekuat tenaga, hingga Zayyan berhasil terdorong dan jatuh ke kolam berenang.

Semua mata memandanginya, pesta yang harusnya menjadi sangat indah untuk Zayyan justru ini petaka baginya. Zayyan terlihat sangat marah, sementara Rania ketakutan.

"Rania, apa yang kamu lakukan?" Luciano murka terhadap anaknya. Ia menarik paksa lengan Rania dan menyeretnya pulang.

***

"Semua ini karena si berengsek Zayyan. Kalau saja dia tidak berusaha menodaiku, aku dan Papa tidak akan bertengkar.

Rania bangkit, ia membereskan barang-barangnya ke dalam koper. Rania tidak peduli lagi dengan dirinya, ia ingin melarikan diri dari rumahnya. Rania mengintai, ia berharap Papanya belum kembali.

"Yes, Papa udah pergi."

Keadaan berpihak pada Rania, ia perlahan meninggalkan melalui jalan belakang. Terpaksa harus memanjat tembok agar tidak diketahui oleh satpam rumahnya.

"Papa mengancamku?  Baiklah, aku akan pergi, aku tidak mau tinggal di rumah ini. Zayyan pasti akan datang ke mari dan mencsriku." Rania menggerutu sendiri.

Meskipun tidak tahu tujuannya akan ke mana, Rania terus berjalan menelusuri jalanan yang mulai sepi. Wajar saja, ini sudah larut malam.

"Hai cantik."

Dua orang lelaki gagah berwajah sangar menggodanya, seperti  singa yang menemukan mangsanya.

"Malam-malam begini, gadis secantik kamu mau ke mana?"

Keduanya tertawa.

"Kalian mau ngapain? " Rania mulai ketakutan.

"Woo, cantik-cantik kok galak? Tenang saja, kita tidak akan menyakiti kamu."

Kedua orang itu semakin dekat dan berhasil menangkap tubuh Rania. Rania tidak dapat berkutik, dia berontak tetapi perlawanannya tidak berpengaruh apa pun.

"Tenang saja cantik, kalau kamu tidak berteriak kita tidak akan bertindak kekerasan."

"Mari cantik, kita bersenang-senang."

"Tidak!!! Hmmpp, too.... lo.. ng.. Emmmppp."

Suara Rania tersendat-sendat akibat tertutup tangan besar salah satu di antara mereka.

"Tolong!!" Kali ini Rania berhasil berteriak.

Tiba-tiba, lampu mobil menyoroti ketiganya yang terjebak di antara semak. Baju Rania sudah terkoyak sebelah kanan akibat tarikan keras dua orang penjahat tadi.

"Hei, lepaskan dia! "

Bak pahlawan, lelaki yang baru turun dari mobil tadi berdiri bertolak pinggang dihadapan mereka. Kedua penjahat tadi berdiri menghadap sang pahlawan. Dia sudah menyelamatkan hidup Rania.

"Siapa, lo? Gue gak ada urusan sama elo, minggir."

"Tidak, sampai elu berdua lepasin gadis ini."

"Oh, rupanya ada pacarnya." Kedua penjahat tadi tertawa.

Rania yang ketakutan, dia bangun dan berusaha membetulkan bajunya yang terkoyak. Sementara lelaki itu bertarung dengan penjahat, Rania kabur.

"Rania tunggu!"

Lelaki itu mencoba menghentikan langkah Rania setelah berhasil melawan penjahat tadi.

Rania tidak menoleh, ia terus berjalan dengan kopernya. Lelaki  itu tidak mau menyerah. Ia terus saja mengejar Rania.

"Lepaskan aku!!" pinta Rania berontak serta ketakutan melihatnya.