Chereads / Misteri Cinta di Lokasi KKN / Chapter 6 - 5. Kantor Kecamatan

Chapter 6 - 5. Kantor Kecamatan

Mendengar perkataan Mbak Zarima kami spontan berpelukan erat, mencoba melawan ketakutan yang mulai merayap ke hati masing-masing.

"Mbak bisa melihatnya?" tanya Rani

"Aku gak bisa melihatnya, tapi bisa merasakan energinya, kalian hati-hati. Lidia, tolong baca Al-Ma'surat itu setiap hari sehabis salat subuh, supaya rumah ini bercahaya sehingga makhluk halus takut mendekat."

"Iya Mbak, InsyaAllah," kataku sambil memandang kitab kecil itu.

"Mungkinkah penghuni jeruk bali itu sejenis kun ...."

"Huss! Rani, jangan diteruskan ucapanmu, kita tahu sama tahu saja, siapa tahu pembicaraan kita didengar olehnya," potong Gina

"Bisa jadi mereka ada yang nimbrung di sini," ucap Nurulia

"Haish! Stop! Bisa diam nggak?" Ucapku meradang, bisa gak sih, gak pakek nakut-nakutin.

Pantas Nyai Rudiah melarang mendekati pohon jeruk bali, ternyata ada alasan mistisnya. Atau ada alasan lain?

****

Huuhhff... kehembuskan napas panjang, kuhirup udara dan mengeluarkannya dengan kuat, dada sampai mengelembung. Baru tiga hari di desa ini sudah banyak yang bikin spot jantung. Semalam adalah pengalaman terseram selama hidupku. Membayangkan anak kecil itu memutar kepalanya hiii ... oh no, bulu kuduk ini masih merinding. 

Entah kejutan apalagi yang bakal kami alami di sini. Jangan lagi deh, aku gak mau!

Aku bangkit dari tempat duduk setelah menceritakan yang kami alami semalam, dan tahu sendiri reaksi teman-teman, mereka langsung mengkeret kayak ayam mau di potong.

"Seriusan itu?" tanya Murni sambil mengernyitkan dahi.

"Beneran," jawab Rani sambil mengelus tangannya, mungkin mencoba meredam bulu romanya yang masih berdiri.

"Ih, takut ...," seru Nurulia sambil memeluk Widya.

"Iya ih, serem banget kayaknya tinggal di sini," timpal Widya.

"Kalian sadar nggak sih, kalau tadi malam Jum'at kliwon?" kata Sri, kami kompak menggeleng.

"Emang kenapa?" tanyaku sedikit penasaran.

"Kata Mbahku, kalau malam jumat kliwon itu setan-setan pada gentayangan."

"He eh, bener tu ...," kata Murni mendukung perkataan Sri.

"Lagian kalian sudahlah malam jum'at kliwon, pulang kemalaman pula, sampai jam 12," kata Nurulia

"Iya, cari penyakit namanya tu," kata Murni

"Mana sekitaran sini banyak penunggunya lagi," lanjutnya membuat suasana tambah mencekam.

Rani segera merapat pada Gina dan Sarah, Sri memeluk Murni dari belakang. Cuma aku yang dalam posisi berdiri.

Tulalit...Tulalit.

Sebuah nada notifikasi SMS terdengar, membuat kami yang sedang tegang berteriak berbarengan.

Gina segera mengeluarkan Handphonenya dari saku celana. Pantesan nada deringnya berbeda dari HP kami yang rata-rata produk Nokia, HP Gina ber merk Samsung keluaran terbaru, ada fitur kamera dengan kualitas terbaik pada zamannya, segera Gina membaca SMS tersebut.

"Apa? Mama Papaku datang sekarang ada di posko cowok," katanya girang setelah membaca SMS "Ayok kita ke sana," lanjutnya

"Asyik ... pasti banyak bawak oleh-oleh nih, kami semua segera beringsut menuju posko cowok.

***

Papa dan Mama Gina datang mengendarai mobil kijang Innova warna silver bersama sopir pribadinya. Kabar Gina dari kalangan berada benar adanya, penampilan papanya yang penuh kharisma memakai busana batik warna coklat tua dari bahan katun mahal, mamanya memakai blus putih dipadukan celana navi warna coklat tua dan jilbab krem berenda bunga, kulitnya yang putih bersih semakin terpancar memakai busana tersebut.

Kulihat supirnya dibantu beberapa mahasisiwa cowok menurunkan beberapa barang, wow seperangkat komputer lengkap dengan printernya dibawa oleh mereka untuk sekretariat posko agar memperlancar kegiatan kami, hmmm ... sepertinya aku bakalan sering memakai komputer ini. Selain komputer, mereka juga membawa alat-alat elektronik seperti magicom penanak nasi, blender dan dispenser beserta galonnya. Wah, benar-benar bakal mempermudah pekerjaan kami, terima kasih papa mama Gina, kalian is the best.

Sekotak besar Rendang padang, ayam goreng bumbu dan sekotak kecil sambal bawang dibawanya sebagai oleh-oleh. Berbagai jenis kerupuk dan keripik khas daerah asal juga tak lupa sebagai camilan yang menggiurkan. Wah, lumayan, hari ini kami tidak memasak lauk pauk, hanya cukup memasak nasi dengan magicom yang mereka bawa.

Walaupun mereka orang berada, papa mama Gina orangnya sangat ramah, kami bercengkrama dengan akrab. Gina hanya dua bersaudara, dia anak sulung, adiknya perempuan sekarang sekolah di SMA boarding school, sekolah unggulan di propinsi ini, Gina juga alumni sekolah situ. Walau Papa Mamanya orang super sibuk tapi masih menyempatkan diri mengunjungi anaknya, hmm ... salut aku pada mereka, sungguh beruntung Gina memiliki orangtua seperti itu. Bukan berarti Mamak dan Bapakku kurang kasih sayang, aku tetap hormat dan sayang pada kalian, hanya saja orangtua Gina bisa kujadikan contoh kelak kalau aku sudah berumah tangga, sesibuk apapun anak harus terus diperhatikan. 

Papa dan Mama Gina hanya sebentar berkunjung, tidak sampai satu jam. Maklumlah kesibukan mereka sebagai anggota dewan dan dokter di rumah sakit umum daerah tidak bisa ditinggalkan begitu saja, sebelum pergi mereka memeluk dan mencium pipi Gina dengan sayang, ada bulir bening di mata Gina melepas kepergian mereka, sepertinya itu air mata bahagia dan sedih, entahlah aku tidak bisa menafsirkan.

***

Selepas sarapan enak, nasi hangat dan rendang padang yang dibawa orangtua Gina, kami breefing sebentar. Sepertinya acara penyuluhan pertanian, proker perdana kami tidak terkejar dilaksanakan sabtu besok, rencananya terlalu mentah. Kami menundanya di hari Rabu minggu depan, karena pendanaan, nara sumber dan tokoh masyarakat yang terlibat belum fix. Setelah breefing, kami membagi tugas, ada yang kunjungan ke kantor desa, ada yang ke kantor camat. Tujuannya untuk perkenalan dan meminta masukan acara yang akan kami laksanakan.

Aku kebagian ke kantor kecamatan berasama bang Joseph, Dedi, Ilham, Sugianto, Widya dan Sri. Kamera kodak canon, alat tulis dan HP sudah kusiapkan sebagai sekretaris, kami menyetop mobil lewat untuk menuju kantor camat yang jaraknya cukup jauh, sekitar 3 km. Ternyata ada truk pick up yang mau memberi tumpangan di bak belakang yang terbuka. Aku sih sudah terbiasa menaiki mobil jenis seperti ini di kampung halamanku, tapi sepertinya Widya tidak terbiasa.

"Wow seru juga ya, naik bak belakang bisa angin-anginan," serunya kegirangan

"Emang belum pernah naik pick up di belakang?" tanya Dedi

"Gak pernah, aku seringnya naik angkot, maklumlah orang kota he ...he ...," selorohnya berkelakar

"Emangnya di kota gak ada apa mobil Pick up? Aku juga orang kota, bapakku punya tu mobil pick up untuk jualan sayur, cuma naik bak belakang saja heboh," kata Dedi sambil membuang muka sebal

"Terserah aku dong ...." Widya membalas Dedi.

"Wah, kalian ini tibang naik pick up jadi berantem, macam laki bini bae," kata Ilham membuatku ngakak.

"Ish, sorry ya ...," kata Widya menimpali

"Aish, laki bini muke gile lu Ham ...," umpat Dedi, bibirnya membentuk guratan sinis dan membuang muka. Melihat ekspresi Dedi bukannya membuat Ilham takut dia justru tertawa ngakak, mau tak mau kami juga ketularan, menertawaan kelakuan mereka berdua.

***

Kantor kecamatan seperti sebuah bangunan perkantoran pemerintah daerah pada umumnya. Di tengahnya terdapat gerbang masuk perkantoran. Halamannya nampak gersang, bagian pinggirnya ditumbuhi pohon pinang yang buahnya sudah banyak yang masak. Di depan kantor, terdapat beberapa motor yang terpakir.

Kami di sambut salah satu pegawai yang memakai baju olah raga, sepertinya kalau hari jumat mereka memakai seragam olah raga semua, sebelum memulai tugas mereka melakukan senam SKJ dahulu. Namun ada beberapa orang memakai pakaian biasa sedang duduk di bangku panjang yang disediakan, sepertinya mereka warga yang mau mengurus surat menyurat seperti KTP atau kartu keluarga.

Kami menyalami para pegawai di sana, mereka menyambut kami dengan ramah. Selanjutnya kami diarahkan ke sebuah ruangan, di sana kami di sambut oleh seorang bapak, kumis tebalnya membuat bapak tersebut penuh wibawa.

"Pak Camat ada urusan di kabupaten, rumah dinasnya ada di belakang kantor ini, tapi kalau akhir pekan beliau pulang ke rumah pribadinya di kota kabupaten," kata bapak tersebut memulai percakapan.

Akhirnya urusan kami diskusikan dengan bapak tersebut, bang Joseph mempresentasikan garis program kerja KKN kami, sesekali meminta pendapat teman-temannya. Bapak tersebut menyimak obrolan kami dengan antusias, sesekali diselingi candaan membuat kami tertawa. Tiba-tiba rasanya aku pingin pipis, dan tidak bisa tertahan. Akhirnya aku permisi keluar dan mencari toilet.

Lega rasanya habis membuang air kecil, aku segera kembali ke ruangan tadi.

"Ngapa anak KKN tu tinggal di situ?"

Mendengar seseorang menyebut tempat tinggal anak KKN spontanitas kuhentikan langkahku, aku berusaha mengintip ke dalam ruangan asal pembicaraan tersebut. Di sana terdapat empat orang pegawai laki-laki dan tiga orang pegawai perempuan yang terlibat pembicaraan.

"Entahlah, datuk kepala desa yang menempatkannya."

"Dak ada tempat lain apa?"

"Manalah ada rumah kosong di kampung ni, cuma rumah dua itu yang kosong."

"Mana orang baru lagi, mereka tu anak muda, biasanya suka cakap baseng."(Baseng = sembarangan)

"Anak muda biasanya lakunya sembrono pulak."

Haaa?? Mereka ngomongin rumah posko kami, ada apa emangnya di rumah posko kami??