Kehidupan seorang manusia memang tidak selalu dengan kehidupan orang lain, caranya mengenal orang lain juga tidak selalu sama. Askara, ia dapat dikatakan seorang Introvert dalam artian tipikal orang yang lebih senang menghabiskan waktu sendiri atau dengan dua tiga orang temannya yang ia rasa sangat dekat. Kepribadian Askara yang menyendiri bukan berarti ia pemalu atau anti sosial pada orang lain, melainkan waktunya menyendiri merupakan suatu cara bagi dirinya untuk memulihkan energi setelah berada di lingkungan sosial.
Memang dalam kehidupan ini kepribadian seseorang bukan berarti terbentuk dari sejarah hidupnya individu (kausalitas), akan tetapi berlaku juga baginya tujuan dan kehendaknya (teleologi). Maka dari itu, seseorang harus mengakui dirinya sendiri, dan harus mengetahui batas serta cara dirinya untuk bisa belajar, beradaptasi, dan bertahan hidup dari hiruk pikuk kehidupan dunia. Seseorang kerapkali tidak tahu seperti apa dirinya, harus bagaimana, dan untuk apa? akan cenderung meniru orang lain di lingkungannya eksis dengan kepribadiannya. Bisa jadi, ia ingin menjadi orang lain yang di idolakan, sehingga ia tumbuh pun tidak berbuah, dicabut pun masih ada, sebab ia ingin menjadi orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Kejadian meniru pribadi orang lain, bukan berarti ia tidak mau menjadi dirinya sendiri, namun ia tidak tahu bagaimana cara menjadi pribadinya sendiri yang dapat menghadapi kehidupan sosialnya.
Askara, sejak duduk di bangku sekolah dasar tidak terlalu mengalami kesulitan dalam hal berteman karena dunianya masih dunia bermain, walaupun ia hanya akrab bermain dengan beberapa temannya saja. Ia hanya sedikit saja mengalami kesulitan dalam hal menangkap pelajaran yang diberikan gurunya dengan hanya tekstual mengacu pada buku belajar saja. Bagi Askara, ia melihat tulisan di buku hanya membuatnya ingat lalu lupa kembali setelah beberapa minggu, ia ingin memberikan saran atas keluh kesahnya pun tidak berani karena bagi dirinya guru adalah sosok yang harus sangat dihormati, sehingga ia enggan memberikan saran seakan pembelajaran yang diberikan guru tersebut membosankan. Ia coba memahami pelajaran yang diberikan guru di sekolah dengan cara membaca beberapa artikel dan tulisan bergambar, serta melihat beberapa video yang berkaitan pelajaran di beberapa situs. Ketika itu, ia mendapat penjelasan yang bagi dirinya menarik dan sangat luas, sehingga sejak saat itu ia lebih semakin senang belajar mandiri. Gayung bersambut kata tak terjawab, dari hasil belajarnya secara mandiri dengan memberikan jawaban secara tertulis pada lembar jawaban essai, jawabannya tidak mendapatkan nilai bagus, karena tidak sesuai dengan apa yang dijelaskan pada buku tulis. Padahal Askara sudah menuliskan jawabannya secara panjang lebar sesuai dengan pemahamannya. Semenjak itulah ia jadi semakin merasa kesulitan menyampaikan pengetahuannya, dan merasa kesulitan untuk menangkap pelajaran yang diberikan gurunya di sekolah. Apakah ini merupakan kegagalan Askara dalam memahami pelajaran sehingga ia merasa dirinya bodoh? ataukah sebaliknya ia merupakan seorang anak yang cerdas?