Ladang bunga ini benar –benar memesona mataku. Pria di belakangku bersandar di bahu kananku dan kurasakan tangan besar itu melingkar di pinggang kecilku. Hanya dengan mengajakku ke sini, dia berhasil meredam rasa kesalku tadi padanya. Dia memang pria yang sangat picik, karena memanfaatkan perasaan yang aku miliki untuknya.
"Dave… apa kita akan selamanya seperti ini? Atau, ketika aku tidak berguna lagi buatmu… aku akan kau singkirkan?" tanyaku tanpa sadar. Pemikiran demikian selalu menghantui kepalaku karena kisah cintaku berbeda dengan orang normal biasanya.
"Aileen, kamu sedang bicara apa? Kita ini sedang menikmati waktu berdua, jadi jangan bahas yang lain," jawabnya sambil membalik badanku. Perlahan, aku mengangkat tangan kananku dan mengelus wajah tampannya. Dia ini luar biasa tampan!
"Wajah ini… mungkin tidak akan tambah tua atau keriput walau sudah seratus tahun. Tapi bagaimana denganku? Tidak ada cinta yang abadi di antara makhluk yang hidupnya ribuan tahun dengan manusia yang hanya hidup puluhan tahun," senduku membayangkan soal itu. Pria itu menarik sudut bibirnya lalu meraih tangan kananku yang tadi yang menyentuh wajahnya. Dia mengecupnya dengan penuh perasaan. Oh! Dia pria yang sangat pandai dalam hal merayu wanita. Mungkin saja, aku bukan satu –satunya untuk dia.
"Jangan pikirkan itu! Jalani saja yang sekarang! Bagaimana kalau kita menyusuri ladang bunga itu? Pemikiran seperti itu hanya akan membuatmu sedih, sayangku," ujarnya dan hanya bisa aku balas dengan anggukan.
Langkah demi langkah aku melalui ladang bunga ini. Suasana yang sejuk dan banyaknya bunga indah benar –benar menghilangkan penat karena pikiran yang bercabang ke banyak hal. Aku pun duduk di rerumputan sambil mengingat bagaimana awal mula aku dan Dave bisa sampai bersama. Pria itu tanpa ragu menarikku untuk tidur bersamanya lalu mengajakku tinggal bersama tanpa menjelaskan apa –apa.
'Dia hanya bilang kalau aku ini istimewa. Apanya yang istimewa? Aku tidak secantik itu,' pikirku sama sekali tidak percaya diri. Kupandangi pria yang duduk di sebelahku yang ternyata menatapku sedari tadi.
"Dave… aku ini wanita yang ke berapa bagimu? Bukannya kamu sudah hidup lama? Pasti aku ini hanya salah satu koleksimu, bukan?" tanyaku ingin tahu walau memang menyakiti hatiku.
"Ke… berapa? Entahlah Aileen, aku tidak ingat berapa wanita yang sudah pernah kutiduri. Tapi mereka tidak pernah seberuntung dirimu," jawabnya semakin mendekat padaku. Pria itu tanpa ragu mengukungku di sini sambil menatapku tajam. Dia masih dalam mode manusia.
"Kenapa mereka tidak seberuntung aku?" tanyaku ingin tahu lagi.
Pria itu tersenyum dan langsung mendaratkan sebuah ciuman di bibirku. Bukan jawaban yang aku dapat, malah ciuman yang sangat bergairah bahkan sampai menidurkan aku di rerumputan ini. Ia terus melesakkan lidahnya dan aku hanya menerima serangan bibir yang lihai itu. Aku tidak tahu kenapa, tapi tubuhku hanya ingin terus menuruti keinginan Dave yang penuh hasrat luar biasa. Dia terlalu ganas kalau soal ini.
"Hah…hah… hah…"
Aku meraup udara sebanyak mungkin sambil menatap wajah tampan itu. Matanya… sudah berubah menjadi semerah darah dan membuat jantungku memompa darah jauh lebih cepat. Saat dia dalam mode vampir begini, aku selalu merasa takut kalau dia akan menggigitku. Itu sakit walau bekas lukanya akan segera hilang.
"Jangan memompa darahmu terlalu cepat, Aileen. Aku bisa merasakannya mengalir dan ingin menggigitnya lagi," katanya dengan suara berat yang sangat sexy.
"Tidak! Kamu baru saja gigit aku tadi pagi!" balasku sebagai penolakan padanya.
"Aileen, aku sudah pernah bilang kalau kamu istimewa, bukan? Jadi, jangan biarkan tubuh ini disentuh orang lain!" katanya.
"Eumhh!"
Aku mengerang karena merasakan belaian tangan besar itu di pinggangku dan kemudian merambat ke atas sampai ke leherku. Aku menggigit bibirku sambil mengarahkan kepalaku ke samping karena malu dengan apa yang dia lakukan.
"Ja –jangan di sini! Ahh!" desahku tanpa sadar dan kututup mulutku dengan kedua telapak tanganku. Bagaimana tidak? Aku merasakan remasan tangan besar itu yang sengaja menggodaku.
"Kenapa sayang? Tidak ada orang di sini!" bisiknya nakal dan jilatan hangat terasa di telingaku.
"Apa hanya tubuhku yang kau suka? Sudah pasti, kalau aku sudah tua dan tidak berguna, aku pasti disingkirkan!" sarkasku tanpa sadar menangis. Hatiku sakit dengan kenyataan itu! Aku sadar dengan kenyataan itu, tapi berusaha menyangkalnya demi impianku akan kisah cinta sejati.
"Kenapa kamu memikirkan sesuatu yang membuatmu sedih? Jangan bersedih! Air mata ini terlalu berharga untuk kamu buang!" ujarnya lagi sambil mengecup pipiku dan menjilati wajahku. Dia tak menjawab atau memberi jaminan! Dia hanya ingin aku mengikuti semua permainanya sampai selesai.
"Pulang!" pintaku.
"Ini bahkan belum sore," balasnya.
"Untuk apa kita berlama –lama di sini? Kau nyaris menyentuhku di tempat terbuka begini! Aku tidak suka!" ketusku.
"Jadi, kamu lebih suka kalau kita bermain di atas ranjang? Baiklah! Untung saja ranjangku terbuat dari besi dan setiap permainan gila kita tidak akan membuatnya hancur." Dia tersenyum sekali dan terlihat sangat bersemangat untuk meniduriku. Birahinya memang gila!
"Jangan terus membicarakan soal itu! Aku benar –benar ingin pulang karena ingin makan siang!" tegasku sekali lagi dan akhirnya dia mengangguk. Dia mengulurkan tangannya dan kugenggam tangan besar itu. Pada akhirnya, jatuh cinta kembali membuatku hanya menurut dengan apa yang dia inginkan.
Kami kembali ke mansion dan dengan cepat aku dapur untuk memasak sesuatu. Dia duduk di meja makan dan tidak berhenti memandang ke arahku. Saat makanan yang kumasak sudah selesai, aku pun berjalan ke meja makan untuk menaruhnya dan siap menyantap makan siang.
"Dave… aku akan makan," kataku.
"Iya, sila-"
Belum selesai dia bicara, wajahnya berubah! Pria itu lalu mendengus kesal kemudian berdiri dari kursi tempatnya duduk. Aku bingung tentu saja!
"Aku harus pergi!" ujarnya kemudian.
"Ke mana?" Aku bertanya.
"Sepertinya, ada seseorang yang mulai mencari masalah denganku. Aileen, tetaplah di sini sampai aku kembali," jelasnya sambil memberi sebuah kecupan di puncak kepalaku. Aku terdiam dan memerhatikan kepergiannya. Perlahan, aku menyantap makananku sampai habis. Setelah itu, sesuatu merasuk ke dalam pikiranku.
'Mansion ini… aku punya kesempatan selama dia tidak ada!' batinku dan dengan cepat berlari mencari sesuatu yang kemarin gagal aku temukan. Kini, perpustakaan sudah terbuka dan banyak buku yang ada di sini.
"Salah satunya pasti sejarah tentang bangsa vampir! Aku harus menemukannya!" Kumulai pencarian akan kebenaran yang ingin kudapatkan!