Chereads / Are We Wrong? / Chapter 1 - 1. Perkenalan

Are We Wrong?

🇮🇩Atsiraba
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 4.6k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - 1. Perkenalan

Author POV:

Tok... Tok... Tok.

"Lidya, udah siap belum? Nanti kamu telat, Nak," ujar Mama Lidya sambil masih mengetuk pintu.

"Iya, Ma. Bentar lagi."

Lidya sudah selesai memberesi barang-barang yang akan dibawa ke sekolah. Ia membawa tas dan keliar dari dalam kamar.

"Ma, Lidya berangkat dulu ya," pamit Lidya.

"Enggak sarapan dulur ?"

Lidya mengambil sepotong roti yang belum diolesi selay, lalu mengambil kunci motor di atas meja makan.

"Lidya berangkat dulu ya, Ma." Ia segera mencium tangan Mamanya dan berkata, "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

***

Lidya POV:

- Di persimpangan sekolah -

"Aaaarrgghhh!" Aku terjatuh diserempet seorang pengendara motor yang melintasi persimpangan menuju sekolah tempatku menimbah ilmu.

Aku berusaha bangkit dan hanya menatap kepergian sang pengendara motor yang tidak mau tanggung jawab. Tak lama kemudian, seorang satpam menghampiri Lidya. "Kamu gak apa-apa, Dek?"

Aku menggeleng sambil mengusap tangannya yang mengalami luka lecet akibat terkena jalanan aspal.

"Bocah asu! Wis nggabruk anake wong ora gelem tanggung jawab (Anak gukguk! Udah nabrak anak orang nggak mau tanggung jawab)," nyinyir Pak Satpam dengan menggunakan bahasa Jawa yang aku sama sekali tidak tahu apa artinya.

Beliau mengangkat motorku yang terguling bersamaan dengan jatuhnya aku tadi. Beberapa saat yang sama, datang sebuah mobil berhenti dihadapan kami.

Seorang pengendara mobil tersebut keluar dan menghampiri kami. Dia adalah Kak Yusi, ketua OSIS di sekolahku. "Ada apa, Pak?"

"Ini lo, Nak. Ada siswa main nyerempet anak ini pas ngelewatin persimpangan. Terus dia kabur sampe ke dalem sekolah," cerita Pak Satpam.

Kak Yusi melihat tanganku yang luka. "Pak, tolong nanti parkirin motor dia ke parkiran," kata Kak Yusi.

"Oke, Nak."

"Dan lu, ikut gua ke mobil." Dia menarik tanganku yang satunya dan memasukkanku ke dalam mobil.

***

- Koridor sekolah -

"Kelas X mana, lo?" tanya Kak Yusi sambil berjalan Membawaku entah kemana.

"X IPA 1, Kak," jawabku.

Kak Yusi mengangguk.

Tak lama kemudian, kami berhenti di UKS.

"Selamat pagi, Kak Yusi," ucap beberapa anggota PMR yang sedang bertugas.

"Pagi." Kak Yusi memberikan kode ke mereka dengan menunjukkan dagunya ke arahku.

Seolah peka dengan kode yang diberikan, salah satu dari mereka berkata, "Mari, Dek. Silakan masuk."

Aku dibawa ke sebuah ranjang pasien dan Kak Yusi mengambil kotak P3K di dalam lemari.

"Dek, tolong panggilin ketua kelas X IPA 1 ya," perintah Kak Yusi kepada anak PMR.

"Baik, Kak."

"Maaf, Kak. Buat apa manggil Ronald kesini?" tanyaku bingung. Namun beliau hanya diam dan langsung mengeluarkan obat dari kotak P3K dan mengobati lukaku.

Tak lama kemudian, Ronald, ketua kelasku datang menghampiri kami. "Lid, elu kenapa?" tanya Ronald panik melihat luka lecet yang ada tanganku.

"Gua diserempet siswa sini, Ron," jawabku.

"Astaghfirullahal'adzim," ucap Ronald.

Tidak hanya Ronald, tapi kedua sahabatku, Ririn dan Maulina juga masuk menghampiriku. "Ya Allah, Lid!" seru mereka kaget melihat luka di tanganku. "Sudah diobatin, kan?" tanya mereka.

"Tadi Kakak udah obatin luka-lukanya," ujar Kak Lidya.

"Makasih, Kak," ucap Ririn dan Maulina.

"Makasih banget, Kak," kata Ronald juga.

Kak Yusi mengangguk. "Sekarang kalian anter Lidya ke lapangan. Sebentar lagi mau upacara."

"Tas Lidya ditinggal di sini, Kak?" tanyaku.

Kak Yusi menggeleng. "Gua anterin sendiri ke kelas lu," ujarnya sambil mengangkat tas ku. "Udah sekarang kalian langsung berbaris ke lapangan."

"Baik, Kak."

Aku dan ketiga sahabatku segera melangkah ke lapangan.

***

Author POV:

Yusi berhenti di sebuah kelas bertuliskan 'X IPA 1' di depan pintu. Ia melihat masih ada siswa yang masih ada di dalam kelas.

Tok... Tok... Tok. "Permisi, bangku milik Lidya yang mana ya?"

Mereka kaget melihat sang ketua OSIS memasuki kelas. "I... Itu, Kak," tunjuk salah seorang siswa ke sebuah bangku yang ada di posisi paling tengah.

Yusi berjalan menuju bangku tengah. "Kursinya yang mana?"

"Kanan, Kak," jawab siswa yang lain.

Tas milik Lidya segera ditaruhnya ke atas kursi. "Oke. Terima kasih. Kakak permisi dulu."

"Sama-sama, Kak."

***

Lidya POV:

Saat jam istirahat tiba, tradisi semua siswa dari berbagai generasi pasti lebih memilih ke kantin untuk melepas rasa lapar. Begitu pula aku, aku dan kedua sahabatku yang ingin membeli makanan kesukaan kami.

"Lid, tengok tuh," ujar Ririn sambil menunjuk matanya ke arah Kak Yusi yang tengah makan sendirian. "Kita duduk di sana aja yuk."

"Lah nanti ada temen-temennya kak Yusi macam mana?" tanyaku.

"Gini aja, gue pesenin makanan kalian. Nah kalian berdua samperin Kak Yusi buat basa basi. Oke?" usul Maulina.

Enggak ada salahnya juga untuk mencoba.

Akhirnya, aku dan Ririn mendekati Kak Yusi yang tengah makan sendirian. "Permisi, Kak. Kami boleh duduk di sini?" tanya Ririn.

Beliau diam sebentar memperhatikan kami. Lalu, ia mengangguk.

Kami berdua pun duduk berhadapan dengan Kak Yusi. Saat aku baru saja pegang handphone, Kak Yusi bertanya, "Gimana tangan lo?"

"Udah enakan, Kak," jawabku.

"Gua penasaran deh sama yg nabrak lo tadi. Beneran gak ada tanggung jawabnya malah main kabur aja," nyinyir Ririn.

"Biarin aja itu orang dapet balesannya nanti," kataku.

Tak lama kemudian, Maulina datang menghampiri kami bersama mamas kantin.

"Makasih, Mas," ucap kami saat si mamas menaruh makanan di atas meja.

"Sama-sama, Dek."

Si mamas pergi meninggalkan kami.

"Duitnya udah dibayar kan?" tanya Ririn.

"Yo'i," jawab Maulina.

Lagi-lagi, ku perhatikan Kak Yusi melihat makanan yang kami pesan. "Kenapa beli tekwan, Dek? Nasi kan ada."

"Maaf, Kak. Dari SD SMP kami selalu beli tekwan atau pempek kalo jam istirahat," kata Maulina.

"Betul, Kak. Biar lebih praktis dan gak begitu lama nunggu," tambah Ririn.

Kak Yusi mengangguk dan beliau menoleh ke arahku. Nah lo.

"Ya udah gih. Makan cepet. Keburu bel masuk," kata beliau pada kami.

Kami bertiga pun mengangguk.

***

Author POV:

Seisi kelas tampak sibuk sendiri karena guru yang harusnya mengajar malah tidak masuk. Momen inilah yang dipakai untuk mereka melakukan kegiatan yang mereka sukai. Ada yang menonton drakor, ada yang pergi ke kantin, ada juga yang memilih duduk di pojokan kelas sambil merokok.

Yusi tampaknya berbeda dari teman-temannya. Ia justru melamun memikirkan kata-kata yang diucapkan Lidya di kantin.

"Dia memang anak yang baik," gumam Yusi.

"Siapa?" tanya Warni yang menyadari teman sebangkunya sedang memikirkan sesuatu.

"Enggak. Adek kelas tadi di kantin," kata Yusi.

"Terus lu suka sama adek kelas?" Yusi mengangguk.

"Idih. Hari gini masih suka sama brondong."

Yusi tersenyum seolah tahu bahwa Warni tidak paham siapa yang dipikirkannya.

"Bagus deh," batin Yusi.

Berbeda di kelasnya Lidya. Saat ini mereka sedang belajar matematika. Iya memang, mata pelajaran legend di hari senin itu gurunya selalu masuk.

Setelah guru menjelaskan materi, siswa diperintahkan untuk mengerjakan latihan soal. Namun, di saat yang bersamaan, Sonia, teman sebamgku Lidya kebelet pipis.

"Lid, temenin gue dong," bisik Sonia.

"Lah." Lidya spontan menggelengkan kepala menolak keinginan temannya.

"Ayo, Lid. Gue takut sendirian ke WC nih," mohon Sonia.

Mau gak mau, Lidya ikut izin pada guru buat menemani Sonia ke WC.

Sepanjang koridor, Lidya memperhatikan kelas-kelas yang di dalamnya sedang ada guru yang mengajar. Namun, ia terkejut melihat ada satu kelas yang tidak didatangi oleh guru, yaitu XII IPA 1.

"Lu kenapa berhenti di sini, Lid?" tanya Sonia heran.

Lidya mengintip ke arah jendela, melihat sosok perempuan yang dia kenal. "Oohh ternyata ini kelas Kak Yusi."

"Kak Yusi ketua OSIS?" tanya Sonia. Lidya mengangguk.

"Ya udah cepetan, Lid. Udah di ujung nih."

Mereka melanjutkan perjalanan ke WC.

***

Bel berbunyi, itu tandanya siswa diperbolehkan untuk pulang. Lidya pun telah siap membereskan buku-bukunya ke dalam tas.

Namun, saat ia keluar dari kelas, Lidya ditarik seseorang menuju parkiran.

"Kak Yusi?"

"Kenapa?"

Lidya menggelengkan kepalanya.

Yusi berkata, "Sekarang lo ambil motor, terus tunggu gua di depan gerbang. Gua mau ambil mobil dulu."

Aneh. Itulah yang dirasakan di benak Lidya. Namun karena tak ingin ambil pusing, ia segera mengambil motornya di parkiran motor lalu keluar dari sekolah.

Di saat yang bersamaan, mobilnya Yusi juga telah keluar dari parkiran mobil dan berjalan menghampiri Lidya.

"Gua anter lo pulang," kata Yusi.

"Tapi, Kak. Lidya bawa motor," ujar Lidya.

"Gua ikutin lo dari belakang."

Lidya mau tak mau mengiyakan ucapan Yusi dan segera membawa motornya keluar dari area sekolah. Selama perjalanan, Lidya sesekali melihat kaca spion buat mengawasi pergerakan mobil milik Yusi.

Tak lama kemudian, ia pun sampai di rumah.

Lidya turun dari motor dan membuka pagar. Begitu pula Yusi yang keluar dari dalam mobilnya.

"Ma.... Pa...." panggil Lidya sambil mengetuk jendela kamar Mamanya.

Pintu rumah terbuka, Mama Lidya menyambut kepulangan putrinya. "Udah pulang, Lid."

Lidya mengangguk. "Papa mana, Ma?"

"Tadi Papa kamu nelpon, katanya abis zuhur pulang," kata Mama Lidya.

Lidya menoleh ke arah Yusi. "Ma, ini Kak Yusi. Tadi dia nganterin aku pulang."

"Lo eehh. Terus motormu mana?"

"Ada kok, Ma. Lidya tadi bawa motor, terus dia ngiringin aku dari belakang."

Yusi mengangguk. "Tadi pagi saya lihat Lidya diserempet sama salah satu siswa di sekolah, Tante. Makanya saya iringin, takutnya ada apa-apa lagi."

"Ya ampun, makasih banget atas bantuannya, Nak Yusi."

"Sama-sama, Tante."

"Kak Yusi mau masuk dulu?" tawar Lidya.

Yusi menggeleng. "Saya langsung pulang, Tante."

"Oohh iya, Nak. Hati-hati di jalan ya," ucap Mama Lidya.

"Kapan-kapan mampir ya, Kak," ujar Lidya.

Yusi mengangguk.

***

- Tomorrow -

Lidya sudah bersiap pergi menuju sekolah. Kali ini dia bangun lebih pagi dari kemarin.

"Pagi, Pa. Pagi, Ma." Lidya mencium pipi kedua orangtuanya.

"Pagi, sayang."

Lidya mengambil semangkuk bubur ayam yang telah diwadahi oleh Mamanya.

"Ma, tawarin temen Lidya sarapan," kata Papa Lidya.

Lidya kaget. "Emang Ririn sama Maulina ngejemput aku, Pa?"

"Enggak, bukan mereka. Tapi Yusi nama temenmu."

Lidya yang baru saja melahap bubur langsung batuk dan buru-buru meminum air.

"Makannya pelan-pelan, Lid," kata Mama.

"Sejak kapan dia kesini, Pa?" tanya Lidya.

"Mungkin 15 menit sebelum kamu keluar kamar. Terus kata Mama tadi kalo kamu keserempet di persimpangan sekolah terus Yusi nolongin kamu."

"Ya Allah." Lidya membawa mangkuk buburnya dan melangkah ke ruang tamu dengan tergesa-gesa.

"Kak, maaf buat Kakak nunggu," ucap Lidya.

Yusi mengangguk. "Abisin dulu makanan kamu."

"Kakak udah sarapan?" Yusi menggeleng.

"Ya udah aku balik ke dapur." Baru selangkah, Yusi menarik tangan Lidya dan membuat gadis itu duduk di sampingnya. Lidya sempat memperhatikan wajah Yusi, lalu menunduk.

"Biar gak buru-buru," kata Yusi sambil mengambil sesendok bubur, kemudian menyuapkannya pada Lidya.

Lidya menerima beberapa suapan yang diberikan oleh Yusi. Lalu, ia melakukan hal yang sama kepada kakak kelasnya.

Setelah bubur di mangkuk habis, Lidya kembali ke dapur dengan membawa mangkuk bubur yang sudah kosong dan berpamitan pada kedua orangtuanya.

"Pa, Ma, Lidya berangkat dulu." Lidya mencium tangan kedua orangtuanya dan mengambil kunci motor di atas meja makan.

"Hati-hati, Lid," kata Papa.

"Iya, Pa."

Yusi terheran-heran melihat Lidya membawa kunci motor. "Ngapain?"

"Kan kita mau berangkat, Kak," jawab Lidya.

"Gak usah bawa motor." Yusi mengambil kunci motor Lidya dan meletakkannya di atas meja ruang tamu, lalu menarik Lidya hingga sampai ke dalam mobil.

Sekarang keduanya menaiki kendaraan yang sama. Suasana tampak hening, ditambah lagi Yusi tak menyalakan radio sama sekali.

"Mulai sekarang lo bakal gue anter-jemput setiap ke sekolah," kata Yusi.

"Maaf, Kak. Tapi kan saya..."

"Gak ada penolakan!"

Lidya hanya bisa pasrah mendengarnya.

***

- SMA Pratama -

"Lid, gua tadi lihat lo diparkiran mobil deh," kata Anjani, salah satu teman sekelasnya. "Lo ke sekolah di anter sama siapa?"

"A... Anu... Itu..." Lidya ragu untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Ketua OSIS di sekolah kita," ujar Yana, teman sebangku Anjani.

"Eh? Kok lu tau?" tanya Lidya heran.

"Kan gua juga bawa mobil ke sekolah," ujar Yana. "Pastinya gua juga berpapasan sama Kak Yusi lah."

Lidya tertegun mendengar jawaban Yana.

"Lid, gue denger nih kalo Kak Yusi jarang punya temen di sekolah ini. Bahkan gua aja yang rumahnya deketan sama dia gak pernah liat ada temen-temennya main tuh. Kalo pun ada yang berangkat sama dia aja, satu mobil, berarti orang tersebut spesial. Gue yakin itu," kata Anjani.

Lidya mulai paham setelah mendengar penjelasan dari Anjani. Mengingat perlakuan manis yang diberikan Yusi kepadanya, baik yang kemarin sampai hari ini. Namun, Lidya tidak ingin terburu-buru menyimpulkan hal itu karena takut kege-eran.

***

- Jam istirahat -

Seperti biasa, di jam istirahat ini Lidya dan teman-teman memutuskan pergi ke kantin dan memesan makanan. Namun, sesampainya di sana, ia tak melihat Yusi sama sekali, baik di bangku pertama kali mereka duduki bersama, maupun di bangku kantin yang lain.

"Dek, cari Yusi?" tanya salah seorang kakak kelas kepada Lidya.

Ia mengangguk. "Dimana dia, Kak?"

"Tadi gua liat dia masuk ke perpus sambil bawa buku sama pena. Mungkin mau nugas."

Lidya langsung menoleh ke arah temannya. "Girls, gue kek nya beli ciki ball aja ya. Soalnya mau ke perpus."

"Ngapain?" tanya Ririn.

"Ada deh," ujar Lidya. "Terima kasih banyak atas informasinya, Kak."

"Sama-sama."

TBC