Tiga jam berlalu dalam ketegangan dan penuh harapan. Semua orang menginginkan mendengar kabar baik dari yang mereka cintai, termasuk Tara yang tentu saja jauh dari perasaan cinta dia hanya tidak mau kehilangan orang yang sudah menjadi pasangan resminya meskipun dia masih ketakukan karena mendengar si pria mengalami kecelakaan secara tiba-tiba hanya beberapa saat setelah merekamereka mendapat teror bangkai tikus yang masih segar itu.
Suara pintu IGD bersamaan dengan keluarnya dokter begitu ditunggu-tunggu oleh mereka semua. Kedua keluarga berkumpul dan berkerumun di depan dokter yang menangani Bimo.
"Jadi apa yang terjadi dengan anak saya, dok?" tanya Adi, dia masih menggenggam tangan Wita yang fisiknya lemah sekali setelah melihat apa yang terjadi dengan anak semata wayang mereka dengan mata kepalanya sendiri.
"Bimo tidak terlalu mengalami luka yang serius, hanya syok saja dan luka yang mengeluarkan darah karena benturan serta gesekan di tem[at yang kasar seperti aspal, Bimo akan dpindahkan ke ruang rawat. Kalau begitu, Bapa dan Ibu, saya ijin pamit. Selamat siang."
Dokter itu pun pergi meninggalkan mereka yang sudah merasa lebih lega karena Bimo tidak menderita sampai parah seperti apa yang mereka pikirkan masing-masing.
"Anak kita gak apa-apa, Wita, jadi tenanglah dan kuatkan diri kamu suaya tidak terlihat sedih di depan Bimo agar dia tidak berpikir yang macam-macam, kasian dia nanti kalau melihat kita semua menangis, dan dia pasti hilang semangat karena perhatian kita iini terlalu besar, seakan dia sudah tidak bisa sembuh lagi. Ya, kamu bisa, kan?" tanya Adi, dia mengusap-usap punggung istrinya yangyang terus saja bergetar karena menahan tangisnya yang tak bisa dia sembunyikan dari semua orang.
Tara juga ikutan menangis sekarang, dia dipeluk oleh Nina dan Bram yang jauh lebih tegar.
"Aku gatau kenapa, tapi ini semua udah gak beres, Ayah. Kita berdua diteror!" ucap Tara dengan nada yang cukup bisa didengar WitaWita dan Adi.
Wita dan Adi beralih mendekati mereka lalu dia mengajak Tara untuk duduk di kursi tunggu depan IGD. Tara mulai menceritakan duduk permasalahan sejak pagi yang mereka alami di mulai dari paket misterius yang mereka dapat dan kemudian kecelakaan itu terjadi tak berselang lama.
"Ini pasti ulahulah seseorang yang tidak menerima kalian sudah meresmikan hubungan. Apakah ulah Beni??" tanya Adi yangyang diangguki kepala semua orang di sana.
"Kita akan laporkan kasus iniini agar bisa diusut. Tara kamu bisa tinggal sama kami atau di ruma orang tua kamu dulu selama Bimo menjalani perawatanperawatan karena tidak baik bagi kamu untuk sendirian di saat keadaan sedang tidak baik seperti ini. Bisa membahayakan nyawa kamu juga, kalau Bimo saja sudah diincar secara sadis seperti ini, kemungkinan orang itu yang kita pikir sebagai Beni, akan melancarkan usaha pelenyapan yang lebih ekstrem lagi." Adi menganalisa sesuai apa yang dia rasakan dan tahu ceritanya dari awal.
"Baik, Pah, aku akan tinggal di rumah Ayah. Tapi soal menjaga Bimo, aku mau melakukannya, aku akan jaga dia sampai dia sembuh, Pah," ucap Tara yang dihadiahi senyuman kecil Wita dan juga Adi.
Wita memegang dagu lancip Tara dan dia berkata, "Kalau kamu jaga, kayaknya akan bahaya karena kalian baru aja dapat kejadian tidak baik, kan? Kamu gak bisa jaga sendiri, kecuali kamu mau Mamah temani, jadi kamu gak sendirian, dan Mamah bisa ngeliat serta mengecek keadaan Bimo, gimana?" tanya Wita memberi penawaran yang disetujui oleh semuanya termasuk Tara.
Bersamaan dengan selesainya pembicaraan mereka, pintu IGD kembali terbuka, lalu keluarlah Bimo yang tampak memejamkan matanya di ranjang pasien, dia mau dipindahkan dengan didorong dua orang perawat.
Semua mengerubungi dan mengikuti dari belakang, Adi sudah melipir duluan mengurus administrasi dan dia menempatkan Bimo di ruangan VVIP, agar anak laki-lakinya itu bisa beristirahat lebih tenang dan juga mendapat pengawasan darinya juga.
Sesampainya di ruang rawat, mereka hanya boleh menjenguk bergantian, dan hanya ada dua orang maksimal yang bisa menjaga Bimo di sini demi kenyamanan pasien agar bisa beristiirahat.
Bimo masih belum bangun juga karena dia tertidur setelah luka-lukanya dan pemeriksaan dokter tadi di IGD. Semua orang bersyuur dia tidak kenapa-kenapa dan bisa diselamatkan tanpa luka dalam yang membahayakan hidyupnya.
"Bunda, Ayah, bisa pulang dan istirahat bareng Papah Adi, biar di sini Tara dan Mamah Wita yang jaga, ya." Tara memeluk Nina.
Nina mengecup pucuk rambut putrinya dan dia tersenyum, lalu menjawab, "Oke, kita akan pulang dan kembali lagi bawa baju ganti kamu, ya. sekalian bawain makanan buat kamu sama Mamah Wita."
"Saya akan pulang dan membawa baju buat Wita juga, dan akan kembali ke sini lagi, Nina dan Bram, karena saya juga gak akan biarin Wita sama Tara jaga berdua aja, biar saya mengawasi dari depan kamar, dan bisa gantian sama Wita jika dia ada keperluan mau keluar.
"Saya akan temani, tenang saja ya, kalau gitu kita kembali dulu ke rumah?" tanya Bram yang diangguki oleh Adi. Mereka pun pergi dari rumah sakit dan bersiap di rumah masing-masing.
Di lain tempat Beni sedang tertawa meliat beberapa foto yang dia dapat dari orang suruhannya. Dia sedang ada di dlam negeri, iya, meninggalkan negara ini dengan kasus yang masih panas akan membuat dirinya tertangkap lebih cepat karena dukungan keluarga yang tidak dia dapat.
Beni sudah berusaha meminta pendampingan secara hukum atau minimal dikirim beberapa bodyguard lagi untuk bisa dia suruh dan menjaganya kalau-kalau suatu saat nanti dirinya ditemukan oleh sanak saudara Tara serta Bimo yang hingga kini masih mencarinya tanpa henti.
Kemarin saja dia hampir ketahuan ketika makan di restoran cepat saji, untunglah bodyguard-nya punya inisiatif untuk melindungi tubuh Beni dari seseorang yang mengikuti mereka sejak dari pom bensin, perlahan saat meliat rekaman wajah pria penguntit tersebut, Beni bisa mengidentifikasi kalau dia salah satu keluarganya Tara.
Semenjak hari itu dia berusaha main cantik dan terbentuklah rencana kirim bangkai tikus yang sudah mati total. Kalau hidupnya saja bisa meembuat Tara hampir pingsan, dan sekarang dalam keadaan mati pasti membuatnya syok.
Soal Bimo yang hampir tertabrak adalah rencana yang tidak dia sengaja sebenarnya, dia hanya mau mengetes ketakutan Bimo saat ada dirinya yang seakan-akan mau membuat dia celaka, tetapi karena rasa kesalnya yang teramat sangat dari cara dia menikah dengan Tara itu membuatnya geram dan menginjak pedal gas hingga tidak bisa terkontrol lagi dan menyakiti Bimo hingga tak sadarkan diri.
"Gue gak akan berhenti sampai lo berdua hancur dan menebus semua kekesalan gue selama ini!" ucap Beni sembari menatap wajah Bimo dan Tara yang terbingkai dalam acara akad nikah mereka.