Chapter 17 - Kecelakaan

Tara masih setia di depan closet. Perutnya masih saja mual berkepanjangan. Sekarang malah ditambah dengan kepalanya yang pening, gejolak di perutnya hilang dan timbul membuatnya berat  melangkah takut tak sempat untuk mengeluarkan isi perutnya dan membuangnya ke lantai, itu akan membuat ia bertambah mual nanti.

Dalam hatinya tak berhenti mengumpat dengan kejadian ini, dia kesal sekali ada orang yang bisa melakukan hal sampai setega itu. Bangkai tikus yang sangat amis saat darahnya masih mengalir dengan segar itu.

Kalau sampai seperti itu, bisa jadi tikus tersebut disembelih belum lama, dan bahkan bisa saja dekat melakukannya. Orang yang sangat jahat menurut Tara. Sebenci apa pun dia dengan hewan pengerat tersebutm tetapi dia orang yang memilih menjauh dan menghindar daripada melukai hewan yang sama sekali tak ada pikiran seperti manusia. Dia tak berani menyentuh an melukainya, tapi apa yang dia lihat sama sekali tak mencerminkan sikapnya itu tidak hanya membuatnya geli dan mual, tetapi juga sedih saat ahu ada orang yang sengaja melakukannya, menyasa dia serta Bimo, dan rela melakukan hal itu, hal keji yang tidak pernah terlintas di otaknya.

Tara menunduk dan dia menggunakan tenaganya untuk bangkit. Kemudian dia berpegangan di wastafel dan berkaca, wajahnya terlihat sangat kuyu, keringat juga membuat wajah istri Bimo tersebut jadi basah.

Tara memutar keran, menangkupkan tangan du bawah air yang mengalir, kemuddian membasuhkan air yang ada di tangkupan tanganya ke wajah. Dia melakukannya berkali-kali hingga akirnya bisa merasakan lebih baik.

Perlahan dia berjalan keluar kamar mandi, menuju ke kamarnya. Sama sekali tak mengingat apa yang dilakukan Bimo, karena dia percaya pria itu lebih kuat darinya, dia pasti bisa menghadapi bangkai tikus itu dengan lebih kuat dan tidak mual seperti tadi.

Tara merebahkan tubuhnya yang mendadak tak karuan. Suhu tubuhnya juga terasa naik, keningnya dia sentuh sendiri dengan punggung tangan. Tara berdecak dengan kelemahannya yang membuat dia harus terbaring sendirian di hari pertamanya tinggal terpisah dari orang tua, meskipun hanya terpaut beberapa  labgkah kaki saja, dia bisa merasakan kesedihan juga. Karena biasanya Nina dan Bram akan sanngat repot bila dia mengeluh sakit, baik  itu benar atau cuma bohong demi menghindari sesuatu.

Sekarang dia tak ada waktu untuk mengeluh. Semua yang dirasa, baik sakit atau sembuh pun, dia tak perlu mengatakan atau mengeluh lagi ke orang tua atau nanti keduanya akan merasa sedih.

Biar bagaimanapun, Tara tahu kalau keluarganya sangat perduli dengannya terutama dengan kedua orang tua yang cemas, akibat dirinya yang trauma, dirinya yang hampir direnggut mahkotanya oleh seorang pria tak bertanggung jawab. Hal itu dia rasakan dengan tatapan Nina yang berbeda, dan pelukan Baram yang terasa lebih erat.

Mendadak perasaan Tara jadi seperti ini, dia sedih sekaligus kesal dengan dirinya yang tidak bisa menilai niat orang lain kepadanya. Mau tak mau dia harus menghadapinya meskipun berat dan akan mencari psikiater.

Memikirkan psikiater, dia baru sadar kalau belum mencari ahli itu, harus secepatnya dia mencari. Tara bangkit dari tidurnya dengan lunglai dia mengambil ponsel di atas nakas, lalu menghubungi Hani.

Hani adalah orang yang banyak kenalannya dari berbagai bidang, dan pekerjaan. Dia sangat bisa diandalkan dan dia mau menanyakan psikiater dengan sahabatnya saja.

Akan tetapi, tubuhnya yang lemas tidak bisa duduk lebih lama. Tara berindah posisi lagi menjadi berbaring di atas ranjang, dia juga memilih mengetikkan pesan saja ke Hani, dengan harapan Hani bisa segera membacanya dan memberi taunya seceepat mungkin yang dia bisa.

Setela terkirim, Tara meletakkan ponselnya di samping bantalnya dan dia berusaha memejamkan mata agar lebih tetang dan bisa beristirahat setelah mengalamai kejadian tak mengenakan itu, dia lelah mau tidur sebentar sambil menunggu balasan Hani yang kemungkinan cukup lama karena terakhir dia melihat aplikasi adalah jam dua dini hari.

Di luar, Bimo akhirnya bisa menetralkan rasa mualnya dengan membeli permen asam di warung milik Koh Dendi, sialnya pria penjual sembako itu bilang kalau dia sedang ngidam karena malam pertama.

"Bisa aja, Koh, mana ada orang baru bercocok tanam tapi udah tumbuh duluan itu." Itulah pembelaan Bimo yang dia katakan di warung daripada dia ditanya lebih jauh lagi dengan candaan Bapack-bapack komplek tersebut.

Lebih baik dia menyelamatkan diri demi kesehatan jiwa dan kupingnya juga. Obrolan dewasa ala-ala senior sama sekali tidak relate dengaan kehidupan pernikahannya yang berbadnding terbalik.

Saat dia berjalan menuju rumah, dia tak lupa menanyakan progress pengejaran Beni yang ternyata hingga kini masih belum ditemukan oleh polisi atau pihak keluarga.

Entah ke mana pria itu melarikan diri padahal dia sudah ada dala daftar pencarian orang. Dia hanya bisa bersabar menerima keadaan ini sembari berusaha untuk melindungi Tara yang sekarang menjadi tanggung jawabnya secara penuh.

Langkah priia itu mendadak berhenti ketika dia mengingat Tara tadi mual dan terlihat tidak baik-baik saja, dia kesal kenapa bisa lupa dan sekarang dia berlari menuju rumah ingin melihat keadaan istrinya akan baik-baik saja.

Akan tetapi, lagi-lagi langkahnya tak bisa dia lanjutkan ketika melihat ke arah kediamannya yang sedikit lagi sampai. Sudah ada mobil yang terpakir di luar gerbang dengan mesin yang masih menyala.

"Siapa lagi, sih!" Bimo bergumam dengan kekesalan yang memuncak, belum selesai masalahnya ddengan Tara seerta kiriman kado misterius tadi pagi kini ada mobil yang menghalangi langkahnya, bahkan sekarang lampu mobil itu menyala, meskipun sekarang masih ppagi menjelang siang, tetapi keadaan jalan masih lengang, jadi hanya dia yang bisa melihat keadaan ini.

Langkahnya mendekat ke mobil itu, dengan niat dia mau memberi tahu agar segera jalan dari depan rumahnya.

Namun apa yang mau dia lakukan ternyata tak sesuai dengan pikiran, Mobil itu malah melaju cepat dan sepertinya mengincar dia.

Bimo segera mengambil jalan ke kiri, meskipun dia akan merusak tanaman yang dijual tetangganya dibanding dia harus mendapat ciuman dari kendaraan yang entah siapa pengemudi gila di dalam sana sampai-sampai mau menyerempetnya.

Tapi apa yang dilakukan Bimo tidak berguna banyak, dia malah tertabrak mobil itu yang nekat mengikuti arahnya berlari, setelahh Bimo yang tertabrak kepalanya terbentur tembok dan dia akhirnya tak sadar, mobil itu segera pergi dari sana mengghilangkan jejak kejahatannya dan Bimo yang terluka cukup parah.

Tak lama kemudian suara gaduh dari tabrakan Bimo itu terdengar tetangganya yang kebetulan sedang menuju ke depan untuk merapikan tanaman jualannya, dia begitu terkejut melihat keadaan yang hancur berantakan, semua tanamannya dari yang murah sampai yang mahal, ssemua hancur tanpa sisa, dan saat matanya melihat ke arah tembok dia segera berteriak minta tolong.