Chereads / RAPUH LIDAH / Chapter 2 - Kerumitan Hidup

Chapter 2 - Kerumitan Hidup

Pikiranku melayang dalam pemikiran saat ibu kost yang menegurku soal keterlambatan pembayaran uang sewa, tanpa sadar ternyata ini sudah masuk bulan kedua dan aku belum bisa membayar uang sewa kost.

Bagaimana kalau minta mamah untuk kirimkan uang dulu ?

Aku cepat-cepat menggelengkan kepala, menghilangkan ide ngawur yang tiba-tiba saja spontan muncul dalam otakku. Aku yang sudah memilih keluar dari rumah agar bisa hidup mandiri, apalagi bulan kemarin juga dia sudah pinjam uang orang tuanya untuk bayar uang kuliah.

"auww" spontan aku menengok kesamping kanan saat merasa bahuku di sentak sangat kuat sampai membuat aku tersadar dalam lamunan. Aku melihat seorang ibu yang sedang menggandeng anaknya tengah melirik sinis kearahku.

"Jangan ngelamun di depan pintu kereta dong mba! ngalangin orang mau turun tau gak." tegur si ibu dengan sinis, aku tertunduk malu dengan pandangan merasa tidak enak sambil menggumamkan kata maaf lalu menggeser ke pinggir sehingga tidak lagi berdiri tepat di depan pintu kereta.

"Statsiun Tanjung Barat, kami telah sampai di stasiun Tanjung Barat, harap kepada para penumpang memperhatikan langkah ketika melewati celah peron, stasiun Tanjung Barat."

Pintu kereta langsung terbuka dan beberapa orang turun dan masuk kedalam kereta, sedikit agak lenggang dan melihat ada kursi yang kosong, aku memutuskan untuk duduk sambil medengarkan musik lewat earphone, walau hanya sedikit, tapi setidaknya musik bisa sedikit membantu dari stressnya otak yang memikirkan banyak hal.

GRUP GOSIP KELAS M.2

Lusi : Jangan lupa pada datang ya guys acara pesta Ratu!

Riska : Ada Live musiknya gak nih ? Kalo gak ada Skip ah

Rifaldi ketua kelas : Baik Nyai Ratu, hamba akan datang kalau ada waktu

Sekar : Ngundang badut gak Ratu ? Wkwkwkw

SIsi M.2 : Yaallah ini beneran jadi Dia ngadain pesta wkkwkwk gua kira ngelawak doang

Lusi : GUA GAK MAU TAU YA, POKOKNYA KALIAN HARUS PADA DATENG KE ACARA ULTAH GUE!!!!!!!!

Aku tersenyum kala banyaknya notifikasi grup kelas yang tengah ribut membahas acara ulang tahun Lusi, walaupun lebih banyak yang menggoda Lusi, tapi sepertinya Lusi gak ambil pusing soal itu gak salah memang kalau Lusi di juluki ratu kelas M.2, selain cantik, dia sama seperti Sekar yang mudah akrab dengan orang lain, sifatnya yang kadang manja dan suka ngambek malah jadi daya tarik orang-orang untuk mau berteman. Tapi sayang sekali aku tidak bisa hadir ke pesta yang diadakan, selain karena bentrok dengan jamku mengajar ballet, aku juga malas untuk effort dandan dan harus pinjam baju bagus sebab semua bajunya kayaknya sudah ketinggalan jaman.

***

Anton tengah sibuk berkutat dengan polemik diantara Ahsan dan Bara yang sedari tadi belum juga selesai berdebat soal tender iklan yang menawarkan kerja sama kepada Bara untuk menjadi bintang iklan produknya.

"Saya gak bisa terima tawaran kerja sama ini, sudah berapa kali saya bilang saya gak bisa!" tegas Bara yang tetap pada keputusan awal yang ia pilih.

"Tapi Bara ini kesempatan langka yang jarang model bahkan artis dapatkan, ini tender besar dan sudah pasti bisa semakin membuat nama kamu di kenal masyarakat."

"Saya bukan publik figur, saya ini atlet balap mobil!"

"Tapi saat ini kamu sudah jadi salah satu artis di label kami Bara, kamu tidak bisa seenaknya begini"

Adakalanya aku juga gak paham sama jalan pikiran Bara yang kadang keluar dari prediksi, seandainya saja aku ada di posisi Bara, mungkin aku tanpa pikir panjang akan langsung menandatangani kontrak kerja itu. Uang segitu banyak, popularitas makin melejit, kayaknya orang waras akan berpikir beribu kali untuk menolak kerjasama itu.

Tapi Bara ? Pria dengan out of teh box itu malah menolak dan memilih karir atlet balapnya. Ya, walaupun menurutku sama saja, baik jadi model iklan atau atlet balap mobil Bara tetap sukses di dalam keduanya.

"Kalau begitu saja mengundurkan diri saja dari label ini."

Satu ucapan Bara itu sukses membuat Anton dan Ahsan terdiam dengan mata yang mendelik menatap Bara, pria itu dengan mudah melontarkan kata-kata fatal tersebut dari bibirnya.

Brak!

Anton menutup mata kala telinganya mendengar suara gebrakkan meja yang di lakukan Ahsan, pria itu sepertinya sudah habis kesabaran mengimbangi sifat seenaknya Bara yang main minta keluar, seolah perusahaan ini adalah perusahaan yang ecek-ecek di mata Bara.

"Kamu pikir bisa seenaknya mengundurkan diri, saya bisa tuntut kamu ke jalur hukum karena melanggar kontrak!" ucap Ahsan sambil menunjuk geram wajah Bara yang sama sekali tidak bergeming.

"Mas Bara, tolong di pikirkan terlebih dahulu ketika bicara" sahut Anton yang mencoba untuk jadi penengah diantara kedua pria keras kepala itu.

Bara terdiam dengan mata yang menatap fokus pada Ahsan, pria itu menghembuskan nafas sejenak. "Oke saya akan terima tawaran itu, tapi dengan syarat segala prosesnya tidak boleh mengganggu jadwal latihan saya sebagai atlet balap, apalagi sampai mengganggu jadwal pertandingian"

Menyesal sekali rasanya aku menerima tawaran si Pak Ahsan ini untuk masuk kedalam label artis naungannya, kalau tau akan jadi begini aku pasti sudah tolak dari awal. Harusnya memang tidak perlu terlalu iba dengan orang lain, salahku yang mudah sekali cepat luluh kalau sudah melihat orang memohon, apalagi waktu itu Ahsan tidak henti-hentinya menerorku sampai hampir sebulan penuh.

"Bagaimana ? Kalau tidak bisa saya aka..."

"Oke! Kita akan bicarakan ini semua ketika rapat dengan pihak perusahaan produk yang meminta kerja sama" selak Ahsan yang saat ini sudah duduk dengan tenang, wajah tegangnya tadi sudah mengendur perlahan.

"Kalau begitu saya permisi" ucap Bara dan tanpa mendengar sahutan Ahsan. Bara keluar dari ruangan tersebut, diikuti Anton yang mengekor di belakangnya.

Semakin kesini semakin rumit saja hidupku ini, belum selesai perkara yang satu, sudah timbul perkara baru. Belum lagi saat keluar rumah, tiba-tiba ada orang yang tidak kenal meminta untuk foto bersama, minta tanda tangan, minta nomor telepon bahkan ada juga yang tiba-tiba memakinya walaupun tidak kenal sama sekali.

Terkenal ? Itu adalah hal yang rasanya hampir membuatku gila, aku bahkan di tuntut harus tetap tersenyum walaupun sedang dalam tekanan hebat di dalam batin.

"Saya gak kamu di anterin sama kamu, hari ini biar yang sendiri yang setir mobil" ucap Bara begitu dia membuka pintu mobil.

"Terus saya pulangnya gimana mas ?"

Bara langsung merogoh saku celananya, membuka dompet hitam dan memberikan beberapa lembar uang pada Anton. "Naik taksi." jawab Bara yang saat ini duduk di kursi kemudi.

"Tapi Mas..." Anton mengetuk kaca mobil Bara.

"Apalagi ? Saya lagi kesal banget hari ini dan saya gak mau nanti kalau tiba-tiba secara gak sengaja melampiaskan kamu, jadi kamu pulang naik taksi saja hari ini." ucap Bara yang langsung menutup kaca mobilnya dan berkendara meninggalkan Anton di pinggir jalan.