Chereads / CINTA TIGA DIMENSI / Chapter 94 - Perencanaan Masa Depan

Chapter 94 - Perencanaan Masa Depan

Tatapan dingin pria yang kini wajahnya hanya berjarak beberapa inchi darinya terasa lebih dingin dari angin malam yang seakan menusuk kalbu hingga mampu memecah kesunyian malam yang begitu panjang seakan malam itu berhenti dan tidak akan tergantikan oleh terangnya sinar mentari kembali. Udara disekitar ruangan tersebut seakan membuat sekujur tubuh gadis itu membeku. Tiba – tiba kedua tangan pria itu telah menangkup wajah gadis itu.

"Kamu pikir dengan meninggalkanku begitu saja aku akan terbebas dari kejaran kedua orang itu dan semua permasalahan akan selesai? Apakah kamu pikir dengan meninggalkanku begitu saja mereka akan melepaskan kita? Atau karna kamu masih mencintai pria itu dan belum bisa melupakannya sepenuhnya sehingga perkataan mereka itu mempengaruhimu untuk berpaling dariku demi menebus rasa bersalahmu terhadap pria itu? Apa kamu udah melupakan janji kita? Untuk apa kamu mengharapkanku kembali lagi jika kamu sendiri malah akhirnya pergi meninggalkanku? Dalam hal ini, apakah aku begitu egois jika aku hanya menginginkanmu dan ingin tetap mempertahankanmu?" ujar Jade dengan tatapannya yang sayu. Gadis itu hanya diam termangu dan tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya air mata yang mampu keluar menggenangi pelupuk matanya karena rasa penyesalan dalam hatinya seakan membuatnya begitu terpuruk. Getaran yang dirasakan pada kedua kakinya pun kini membuatnya melemah hingga ia tidak sanggup lagi untuk menopang tubuhnya dan akhirnya tubuhnya terkulai lemas dan terduduk di lantai.

"Kenapa…Kenapa kamu bisa tau kalo aku mau pergi? Aku sebenarnya gak ingin melakukannya, tapi aku hanya memikirkan keselamatanmu Jade, aku takut kamu akan berakhir seperti kemarin lagi. Kalo sampai terjadi sesuatu sama kamu, aku gak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri, seperti kejadian waktu itu. Dan bukan karna aku masih mencintainya, tapi perasaan bersalah itu terus menghantuiku, seperti apa yang mereka katakan. Gara – gara aku, Robin menjadi korban dan berakhir seperti itu. Lalu kamu pikir, apakah aku bisa memaafkan diriku sendiri jika aku harus kehilanganmu juga? Maaf jika menurutmu aku begitu egois, tapi sungguh aku begitu hanya karna aku memikirkan keselamatan orang – orang yang ada disekitarku, jadi kupikir kalo aku pergi…mungkin…mungkin kalian semua gak akan celaka karnaku…Hiks…" ujar Ivory semakin terisak dan merasakan sesak dalam dadanya.

"Tapi bukan begitu caranya sayang…Untuk apa aku menjadi pendampingmu kalo kamu masih harus menanggung semua masalah atau beban sendirian. Kalo kamu ingin pergi, aku akan ikut pergi bersamamu juga. Tapi kalo kamu masih menanggung semua beban itu sendirian, itu berarti kamu gak pernah menghargai perasaanku dan keberadaanku. Apa kamu tau, aku…lebih baik mati ditangan mereka, daripada harus mati perlahan – lahan karna kepergianmu yang akan perlahan – lahan menyiksa batinku. Dua tahun Iv…Selama itu, batinku seakan begitu tersiksa karna kehilangan dirimu bahkan aku hampir gila. Kalo bukan karna mama Moniq ada bersamaku, mungkin aku gak akan bertahan lagi hingga sekarang. Kamu sendiri pun udah pernah mengalami hal yang sama bukan?"

"Maafin aku Jade, iya…aku tau rasanya gimana, tapi sungguh aku gak pernah berniat untuk meninggalkanmu. Aku…Aku hanya memikirkan keselamatanmu, mama dan yang lainnya," ujar Ivory lirih dan masih terisak.

"Aku paham perasaanmu sayang, tapi ingat, mulai saat ini, kita berdua telah menjadi satu, apapun yang terjadi diantara kita, semuanya kita lalui bersama, kita pikirkan bersama dan kita cari jalan keluarnya bersama. Masalahmu adalah masalahku, jadi jangan pernah ada lagi rahasia diantara kita. Kita pasti bisa menghadapi ini bersama. Please, jangan pernah menyimpan semua beban sendirian lagi. Bisa kan sayang?" ujar Jade menatap gadis itu hingga ia mendapat jawaban dan anggukan darinya.

Keesokan paginya, James yang mendapati luka lebam pada tubuh Jade membuatnya begitu terperanjat ketika ia melihat pemuda itu berjalan sedikit tertatih mendekati meja makan.

"Kamu kenapa luka lebam begitu nak? Apa yang terjadi padamu? Semalam kamu ke mana, papa liat motormu kok gak ada di parkiran?"

"I…Iya pa, aku titipkan, tapi aku gak apa – apa kok," ujar Jade menyembunyikan wajahnya.

"Paman, jangan salahin dia ya, semalam kami cuma makan di restoran favorit kami tapi tiba – tiba dua sahabat Robin yang begitu dekat dengannya datang dan mengacaukan keadaan dengan menghampiriku dan menuduhku yang bukan – bukan, bahkan menyalahkanku atas kematian Robin. Jade hanya bermaksud menolongku tapi ternyata mereka udah menghantamnya. Semalam keadaan Jade telah babak belur, jadi karna aku ingin segera membawanya kembali ke sini untuk mengobatinya, aku memintanya untuk meninggalkan motornya terlebih dulu. Mohon bantuan paman ya," ujar Ivory lirih.

"Brengsek!! Mereka pikir siapa diri mereka itu hingga berani sekali menghajar anakku? Papa gak akan tinggal diam dan mengurus mereka. Ivy, apa kamu tau kira – kira di mana kita bisa menemukan mereka?"

"Udah pa, jangan cari masalah lagi dengan mereka. Biarkan saja, aku udah gak apa – apa kok."

"Iya sayang, takutnya nanti justru akan semakin membahayakan anak dan keponakan kita," ujar Cynthia menggenggam tangan James.

"Nggak bisa kita diamin begitu aja sayang, kalo kita biarin, mereka akan datang lagi mengganggu kalian. Kalo kalian gak mau, biar aku sendiri yang akan mencari tau soal mereka dan memberikan mereka pelajaran," ujar James emosi.

"Benar banget pa, aku setuju dengan papa, biar mereka kapok dan gak mengganggu Kak Jade ataupun Ivy lagi," ujar Catherine membela James.

"Tapi kamu gak apa – apa kan nak?" tanya Moniq mengkhawatirkan putrinya.

"Nggak ma, aku gak apa – apa, jangan khawatir ya. Oh iya, aku punya kabar gembira untuk kalian. Jade akhirnya udah dinyatakan lulus dengan nilai terbaik loh, dan akan segera diwisuda akhir bulan ini," ujar Ivory berusaha tetap tersenyum seraya mengalihkan pembicaraan.

"Oh ya, benarkah itu? Jade, kenapa kamu gak kabari papa? Mana hasilnya, coba papa lihat dulu," ujar James meminta Jade untuk menunjukkan hasil pengumuman kelulusannya, membuat hati pemuda itu merasa terharu. Pasalnya, baru kali ini ia benar – benar merasakan kehangatan keluarga yang telah lama tidak pernah dirasakannya lagi. James merasa bangga dengan prestasi yang dicapai oleh putra asuhnya tersebut, membuatnya teringat kembali akan bayangan mendiang Enrique sebelumnya. Kemiripan yang dimiliki oleh Jade dengan Enrique seakan membuatnya kembali hidup dimasa silam tatkala ia pertama kali baru mengenalnya saat ia masih remaja.

"Pa…Papa…Are you okay?"

"Ah… Oh…ya, I'm okay. Good Jade, papa benar – benar bangga sama kamu. Putra papa ini benar – benar mengingatkanku pada mendiang Enrique, sungguh mirip sekali. Hebat kamu," ujar James seraya menepuk pelan bahu pemuda tersebut lalu memeluk erat tubuhnya.

"Ya sudah, nanti biar papa yang urus saja masalah motormu. Hari ini, papa mau bawa kalian untuk melihat kondisi kantor papa Enrique yang udah lama ditinggalkan. Papa udah meminta beberapa orang untuk membersihkan seluruh ruangan kantor, jadi kalian tinggal menempatinya saja. Paman hanya akan bantu memantau seperti dulu ketika mendiang papa Enrique masih ada. Selesaikan sarapan dan kalo semuanya udah siap, kita segera ke sana," ujar James.

Suasana kantor yang telah lama vakum dan tidak pernah beroperasi lagi seakan menyiratkan suasana yang tidak begitu nyaman dan menyesakkan. Pintu kaca tersebut telah terbuka otomatis dan bayangan seluruh karyawan beserta kolega – kolega yang keluar masuk ke dalam bangunan berdesain kaca itu kembali muncul dalam benak mereka, terutama Ivory yang selalu datang menemui ayahnya dan selalu menemani ayahnya dikala senggang. James menuntun langkah gadis itu dan Moniq menuju ke ruangan CEO yang sudah tidak asing bagi mereka, ruangan yang penuh dengan kenangan manis saat ia sering menghabiskan waktu bersama dengan ayahnya untuk sekedar mengobrol dan bercanda ria.

"Mulai saat ini juga, ruangan papa Enrique telah menjadi milikmu nak, kamu berhak untuk ini. Teruskanlah mimpi papamu yang selama ini telah kandas ditelan oleh waktu. Papa di sana pasti akan sangat bangga padamu. Bersama dengan Jade, kalian akan memperbesar kembali Lunatech karna papa percaya pada kemampuan kalian, jadi berikutnya kalo kalian butuh bantuan, kabari aja, karna paman tetap akan siaga dan siap untuk membantu. Kamu lihat – lihat dulu sendiri ditemani oleh mama ya. Paman mau keluar dulu untuk pantau para petugas kebersihan itu. Jade, ikut papa dulu yuk, biar papa tunjukkan ruanganmu di sebelah," ujar James menuntun derap langkah pemuda itu ke ruangan yang telah ditunjuk olehnya.

"Jade, ini adalah ruangan kamu. Kamu di sini akan menggantikan papa sebagai Chief Executive Director yang akan mengawasi dan menjalankan seluruh sistem perusahaan yang telah papa dan mendiang papa Enrique jalankan. Papa minta mulai saat ini kamu harus lebih banyak berinteraksi dengan kolega kita kembali ya, dan papa juga akan membantumu untuk menghubungi mereka kembali. Papa berikutnya akan pelan – pelan bimbing kalian juga. Oh ya, satu hal lagi. Apakah kamu udah begitu serius dengannya?" James tiba – tiba melontarkan pertanyaan yang membuat pemuda itu merasa terperanjat.

"M…Maksud papa serius gimana ya?"

"Aduh Jade…Jade…Anak papa ini emang beneran polos atau apa ya? Jade, kamu benar – benar mencintainya bukan?" Tanya James kepada Jade yang dijawab dengan anggukan pastinya.

"Nah, kalo kamu memang benar – benar mencintai gadis itu dan serius ingin berkomitmen dengannya, segeralah buat kejutan spesial untuk melamarnya. Papa akan selalu mendukungmu. Kamu memang pria yang pantas untuk mendampinginya nak. Dan ingat, jangan pernah sakiti dia sekalipun, karna dia adalah satu – satunya kesayangan kami."

"Dan akan menjadi satu – satunya kesayanganku juga pa, aku benar – benar mencintainya sepenuh hatiku. Sudah sejak lama perasaan ini tumbuh tanpa kusadari dan semakin hari akar itu semakin menjalar dan tumbuh semakin dalam dihatiku, bahkan aku mungkin gak akan pernah bisa hidup tanpanya. Dua tahun yang lalu aku sempat berpisah darinya ketika dia pergi meninggalkan kami karna orang itu mau celakai dia pa, aku saat itu ingin sekali membawanya pergi jauh, tapi aku saat itu gak berdaya melawan orang itu. Alhasil Ivy pergi sendiri bersama dengan Robin. Hatiku rasanya tersiksa terus selama dua tahun itu pa, aku mengkhawatirkan mama, tapi juga mengkhawatirkannya. Aku terus berusaha mencarinya ke mana - mana tapi tetap gak bisa menemukan keberadaannya. Aku gak tau harus gimana waktu itu dan kalo bukan karna mama Moniq, aku mungkin udah gak bisa bertahan hingga sekarang. Ngomong - ngomong terima kasih banyak ya karna papa udah mau dukung kami dan terima kasih juga udah mengingatkanku. Tentu saja aku akan segera mempersiapkan itu semuanya pa," ujar Jade bangga dan merasa begitu tersanjung terhadap kata - kata James.

"Bagus ini baru anak papa. Ya sudah, kamu atur dulu apa yang kamu mau lakukan dan papa akan segera kembali lagi setelah pekerjaan para anggota kita selesai," ujar James beranjak meninggalkan ruangan tersebut seraya memukul pelan bahu pemuda itu.

Perkataan James terus terngiang dalam benak pemuda itu. Ia baru saja teringat bahwa memang sudah saatnya bagi dirinya untuk mempersiapkan kejutan lamaran yang spesial kepada sang gadis tercinta. Saat itu juga, ia segera meninggalkan ruangan dan meminjam mobil James untuk mendatangi sebuah tempat perhiasan demi memilih sebuah cincin berlian yang bertahtakan butiran permata putih disetiap lingkar cincin tersebut dengan sebuah permata kristal besar ditengah desain cincin tersebut.