Chereads / CINTA TIGA DIMENSI / Chapter 87 - Kembalilah Padaku

Chapter 87 - Kembalilah Padaku

James dan Franklyn hari itu juga memberikan kesaksian atas seluruh tindak kriminal yang telah dilakukan oleh seorang psikopat bernama Nathanael Lodrick. Dengan semua bukti – bukti yang terkumpul, mereka berusaha untuk memastikan bahwa kali ini Nathan tidak akan pernah lagi bisa lolos dari jeratan hukum yang pantas untuk diterimanya yang tidak lain hanyalah hukuman kematian. Sang psikopat yang sudah tidak bisa berkutik dan tidak bisa mengelak itu pun akhirnya hanya bisa berpasrah diri dan menyerah bagaikan mangsa yang nyawanya sudah berada di ujung tanduk. Saat ini, pihak kepolisian telah menahannya dan mengabarkan kepada pihak James bahwa sidang akan segera dijalankan dengan kehadiran saksi – saksi dari pihak penuntut, sementara Nathan yang hanya tinggal sendirian kini hanya menerima nasib. Permasalahan pelik keluarga itu akhirnya hampir berakhir dan James merasa begitu lega setelah semua yang telah direncanakannya berjalan dengan lancar, namun ia sangat menyayangkan kondisi Ivory dan Jade yang masih belum stabil dan masih belum sadar dari tidur panjangnya. James, Cynthia dan Moniq adalah para saksi yang menyaksikan sendiri bagaimana kisah kasih antara kedua insan muda itu begitu mengharu biru tatkala mereka menyaksikan sendiri bagaimana kedua tangan insan muda tersebut menyatu dan saling menggenggam satu sama lainnya, seakan batin dan pikiran mereka begitu dekat meskipun raga mereka kini sedang tidak berdaya dan tidak mendukung mereka untuk bersatu di dunia nyata.

Berhari – hari mereka telah menunggu perkembangan dari kedua anak muda tersebut namun tidak ada tanda – tanda yang menunjukkan mereka akan segera sadar kembali. Hati ibu mana yang mampu bertahan melihat kondisi anaknya yang dalam keadaan seperti itu, membuat Moniq terus merasakan kegelisahan dalam hatinya. James dan Cynthia terus berupaya untuk menghibur dan menenangkan Moniq yang sudah berhari – hari bersungut sedih meratapi nasib putrinya yang kini masih belum menunjukkan tanda – tanda untuk kembali sejak hari kejadian.

"Gimana ini kak? Udah seminggu mereka masih juga belum sadar. Aku khawatir, kondisi mereka akan semakin drop kalo begini terus."

"Sabar Mon, mereka itu anak – anak yang kuat. Mereka pasti bisa melewati ini semua. Kita semua sama – sama mengkhawatirkan kondisi mereka, terutama Jade. Udah berhari – hari ini dia muntah darah terus," ujar Cynthia.

"Kita coba tunggu lagi, hari ini dokter udah berpesan akan mendatangkan dokter spesialis lainnya untuk menangani mereka. Aku udah meminta pihak rumah sakit untuk memberikan penanganan terbaiknya," ujar James mantap.

"Sepertinya perasaan mereka saat ini sudah begitu tertaut satu sama lainnya ya, sampai – sampai mereka bisa saling menggenggam tangan seperti ini tanpa mereka sadari. Aku gak tega untuk melepaskannya. Apa yang sebenarnya terjadi di alam bawah sadar mereka hingga mereka bisa seperti ini? Aku benar – benar gak tega liat kondisi mereka yang seperti ini, sungguh kasihan, kenapa nasib mereka harus seperti ini kak…" ujar Moniq kembali sesenggukan dalam pelukan Cynthia. Air mata kedua wanita itu segera kembali berlinang dan suara tangisan segera terdengar memenuhi ruangan sepi itu hingga menutupi suara bip-bip dari mesin pendeteksi detak jantung di sekitar.

Jauh di bawah alam bawah sadar itu, kedua insan yang kini tengah menghadapi masa kritisnya di dunia nyata terlihat sedang menikmati momen kebersamaan mereka dan seakan tidak rela untuk melepaskan kebersamaan itu, namun waktu seakan tidak bisa berkompromi lagi. Di sebuah kursi kayu berukiran besi yang terletak di tengah – tengah sebuah hutan yang dipenuhi oleh pepohonan lebat di sekelilingnya, duduklah kedua insan tersebut. Dedaunan kering yang telah menguning dan berubah menjadi warna oranye kini telah terlepas dari batangnya dan berjatuhan satu per satu. Keadaan sekeliling yang berwarna serba oranye dengan angin semilir musim gugur yang kini berhembus lembut seakan mengelus pipi mereka. Langit cerah yang dikelilingi oleh awan – awan berwarna jingga di sore hari itu seakan menyoroti wajah mereka yang kini terlihat berseri – seri.

"Jade, kamu pasti akan kembali kan bersamaku?"

"Iya, bukankah udah kukatakan padamu kalo aku akan tetap ada untukmu dan gak akan pernah melepaskanmu lagi?"

"Janji?"

"Iya, aku janji. Tapi aku mungkin masih belum bisa kembali sekarang," ujar pria itu seraya menundukkan kepalanya.

"Kenapa Jade? Bukankah kamu sendiri yang mengatakan akan kembali bersama denganku?" ujar Ivory dengan wajah cemberut dan matanya yang sudah mulai berkaca – kaca, membuat pria itu tidak tega dan segera menatap lekat wajah gadis itu lalu menggenggam kedua tangannya lembut.

"Sayang, dengarkan aku. Jangan takut dan percayalah padaku. Apapun yang terjadi, aku pasti akan berusaha untuk kembali padamu. Cepat atau lambat, kita pasti akan kembali bersama lagi dan kita akan bersama - sama melewati musim gugur seperti ini lagi. Kamu suka sekali dengan musim gugur bukan? Saat itu tiba, aku pasti akan mengajakmu untuk menghabiskan waktu bersama di taman favorit kita seperti dulu lagi. Asal kamu janji, kamu akan tetap setia menungguku hingga aku kembali. Hanya kamu satu – satunya cinta pertama dan cinta terakhirku, Ivory Smith. Hal ini gak akan pernah berubah selamanya dan pasti. Tapi, sekarang ini udah saatnya kamu kembali sayang, semuanya udah menunggumu di sana. Kalo kamu memang mencintaiku sebagaimana aku mencintaimu, tetaplah jaga hatimu untukku. Tunggu aku ya," ujar Jade mengelus dan mengusap wajah gadis itu dengan wajahnya yang tersenyum manis meskipun terlihat begitu pucat.

"Tapi kenapa? Jade, aku mungkin belum sempat mengatakan ini padamu sebelumnya, kalo aku…" belum sempat Ivory meneruskan kata – katanya, bibir wanita itu telah dikunci rapat oleh kedua bibir pria tersebut. Getaran hebat dalam hatinya kembali berguncang dan dirasakannya ketika Jade mencumbunya mesra. Cumbuan yang seakan terasa begitu menyesakkan dada, menyedihkan dan mengharukan, seakan itu akan menjadi cumbuan yang terakhir kalinya diantara mereka. Merasa tidak rela untuk berpisah, kini gadis itu memeluk erat tubuh pria itu, namun kini tubuh pria itu perlahan menghilang bersamaan dengan semua yang ada di sekitarnya, dan kini telah berganti dengan ruangan serba putih yang dipenuhi bau obat – obatan serta suara mesin pembantu pernapasan yang sedang terpasang erat menutupi bagian hidung dan mulut wanita itu. Seberkas cahaya terang dari lampu putih yang menyinari sorotan matanya terasa begitu menyilaukan baginya hingga ia harus menutup matanya beberapa kali seakan telah begitu lama ia tidak pernah lagi melihat cahaya tersebut. Ia merasa kaku di sekujur tubuhnya hingga ia kesulitan untuk sekedar bergerak, namun ia merasakan tangan kanannya sedang bergenggaman dengan tangan seorang pria yang sedang terbaring lemah di sebelah kanannya. Ia segera membelalakkan matanya ketika ia memandang wajah pucat pria yang sangat tidak asing baginya itu. Moniq yang seakan merasakan adanya pergerakan dari tubuh putrinya saat ia tertidur dan berbaring di samping ranjang tersebut segera membuatnya terbangun dan terperanjat karena putrinya terlihat sedang berusaha untuk bangkit dan mendekati tubuh pria di samping kanannya, namun ia merasa tidak bertenaga dan tidak mampu meraih tubuh pria itu. Air mata gadis itu kembali berlinang membasahi wajahnya ketika ia kembali memandangi wajah pucat pria itu.

"Sayang…kamu udah sadar nak? Akhirnya…Sebentar ya, mama panggilkan dokter dulu untuk memeriksa keadaanmu," ujar Moniq seraya memencet bel. Tidak berapa lama kemudian, seorang perawat dan seorang dokter telah tiba dan segera memeriksa kondisi Ivory.

"Syukurlah Ibu Moniq, kondisi fisik putri anda sudah kembali stabil, namun untuk saat ini, ia masih mengalami guncangan hebat dalam hatinya. Saya akan memberikannya obat penenang dan tolong diusahakan agar kondisi mentalnya untuk saat ini tetap terjaga dulu ya bu, karna kalo dibiarkan begitu terus kondisinya akan kembali drop. Kita doakan juga semoga pasangannya bisa segera kembali sadar. Untuk tenaganya mungkin masih belum bisa kembali sepenuhnya, tapi gak perlu khawatir, dia hanya butuh asupan gizi yang cukup, dan dalam beberapa hari kedepan kondisinya juga pasti akan segera membaik."

"Baiklah dok, kalo begitu. Saya pasti akan memberikannya yang terbaik. Terima kasih dok."

"Jade…Bangun…" ujar Ivory perlahan bangkit dari ranjangnya sembari menggoyangkan genggaman tangannya pada pria yang sedang terlelap itu, namun tidak ada respon sama sekali.

"Ivy…Jade masih belum sadar nak…Kamu yang sabar ya…Dia pasti akan segera pulih…"

"Nggak…Dia udah janji samaku akan segera kembali ma…Jade, ayo bangun sekarang, kamu jangan bohongi aku lagi Jade…Please Jade, please…Kumohon kembalilah…Aku tadi bahkan belum sempat katakana padamu kalo aku juga mencintaimu, selama ini aku gak bisa jauh darimu. Aku selama ini telah membohongi diriku sendiri dan baru menyadari perasaanku padamu. Jade…Kembalilah, kita akan memulai semuanya lagi dari awal ya…Hiks…Jade…!!!!!" Ivory yang kini baru merasakan penyesalan dalam dirinya kini merasa begitu terpukul dan tertekan lalu menangis sejadi – jadinya.

"Ivy…sabar nak…Kamu jangan begini terus…Kasihan Jade, biarkan dia beristirahat dulu ya, kamu harus tabah, mama yakin dia akan segera kembali dan berkumpul lagi bersama kita," ujar Moniq yang turut prihatin dan menangisi nasib putrinya. Ivory segera memeluk tubuh ibunya dalam keadaan yang begitu rapuh.

"Ma…Aku gak akan pernah bisa maafin diriku sendiri kalo sampai terjadi sesuatu padanya."

"Iya sayang…Iya, mama begitu paham akan perasaanmu saat ini nak, mama pun pernah merasakannya saat mama kehilangan papa dulu. Kita berdoa terus ya sayang, agar Jade bisa segera melewati masa kritisnya."

Berhari – hari Ivory terus uring – uringan dan merasakan kegelisahan, kesedihan dan kekecewaan serta tidak bersemangat menjalani hari – harinya. Ia terus berusaha menunggu, merawat, bahkan memperhatikan segala kebutuhan pria tersebut tanpa mempedulikan dirinya sendiri, membuat Moniq, James dan Cynthia terlihat begitu resah. Tiada hentinya ia menunggu hingga Jade sadar kembali, bahkan tidak jarang ia sering berbicara sendiri di hadapan pria itu dan bersungut sedih.

"Jade, kamu tau gak sih, dulu waktu kamu ucapin kata 'sayang' padaku, waktu di balkon itu aku sempat shock, aku kira kamu memang sengaja ucapin kata itu untukku, tapi ternyata kamu bilang kalo kamu cuma refleks manggil aku begitu karna saking sayangnya kamu samaku. Aku sempat kecewa sih, tapi aku senang karna itu pertama kalinya kamu manggil aku begitu. Kapan aku bisa dengar kata itu lagi Jade? Kapan kamu mau kembali lagi? Jade, jawab aku dong. Kamu kenapa bohongi aku terus sih? Kenapa kamu malah nyuruh aku kembali sementara kamu masih di sana? Kamu jahat banget sih. Aku tau aku pernah salah padamu, tapi kenapa kamu menyiksaku seperti ini terus Jade?" ujar Ivory terus – menerus memanggil pria yang masih terlelap tersebut.

"Ivy…sudah nak…Kasihan Jade, kamu jangan begini terus ya…Ivy, mama begitu paham sama perasaanmu saat ini, tapi bukan begini caranya nak…Sadarlah Iv…" ujar Moniq terus menenangkan Ivory namun gadis itu terus meronta dan tidak menyadari keadaan sekelilingnya.