Waktu yang telah berlalu tidak mungkin akan kembali lagi meskipun dengan menggunakan mesin pemutar waktu untuk memutarnya sekalipun, tetap saja sang waktu tidak akan pernah kembali lagi bersama dengan seluruh kenangan yang telah terlewatkan, termasuk itu penyesalan. Dan kini penyesalan yang tersisa dalam hati kecil gadis kecil itu seakan menggerogotinya dari dalam dan membuatnya hancur berkeping – keping tatkala ia memeluk tubuh pria yang telah tidak berdaya tersebut. Dirinya terasa membeku dan mati. Ia merasa kesulitan untuk sekedar menarik napas, lalu perlahan – lahan dirinya seakan mulai tersedot oleh rasa sakit yang teramat sangat memilukan dan seluruh luapan perasaannya membuat tubuhnya mengejang hebat, kedua bola matanya yang sudah tidak sanggup menyaksikan keadaan dihadapannya perlahan menutup, hingga kini tubuh gadis itu pun perlahan terkulai lemas dan terjatuh tidak berdaya menyelimuti tubuh pria yang telah berlumuran darah itu. Hening. Kini gadis itu telah terlelap di alam bawah sadarnya bersamaan dengan pria dalam pelukannya. Jauh di sebuah tempat yang begitu indah, di sebuah negeri yang dipenuhi oleh taman yang ditumbuhi oleh bunga – bunga berseri dan berwarna warni yang menghiasi, danau yang berwarna biru muda, istana megah yang begitu cantik. Di tempat yang dipenuhi dengan keindahan itulah hidup seorang putri yang begitu cantik bagaikan bidadari yang turun dari khayangan dengan mata birunya yang dalam dan begitu indah bagaikan lautan biru yang begitu luas dan bercahaya. Dan kini putri tersebut hidup berbahagia bersama dengan seorang pangeran berkuda putih yang sangat tampan dengan mata abu silvernya yang tiba dari negeri seberang yang datang untuk meminangnya dan akhirnya menikah lalu hidup berbahagia selamanya bersama dengan sang putri dan memimpin negeri tersebut dengan damai. Sang putri yang sedang tidur terlelap itu seakan tidak ingin terbangun dari mimpi indah tersebut. Mimpi yang begitu indah hingga membuatnya melayang setinggi – tingginya. Ingin sekali ia selamanya hidup dalam mimpi tersebut, agar ia tidak pernah merasakan perasaan sakit itu lagi untuk kesekian kalinya. Perasaan sakit yang seakan telah mencabik – cabik seluruh dirinya tanpa ampun, bahkan kali ini tidak akan ada obat penawarnya lagi. Bagaimana mungkin ia bisa hidup tanpa pria yang selama ini telah menghiasi hidupnya dalam suka dan duka jika sesuatu terjadi padanya, bahkan ia mungkin tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya.
Kini pihak kepolisian telah menahan Nathan dan seluruh anak buahnya yang telah ditemukan. Tiba – tiba James telah muncul bersamaan dengan Franklyn. Kedua mata James dan Nathan kini telah bertemu dan seakan sedang beradu. Ada dendam yang selama ini telah disimpan dan ingin dibalaskannya pada psikopat tersebut. Nathan menatap James dengan seksama dari atas hingga ke bawah. Sementara James meminta pihak kepolisian untuk melepaskan cengkeraman dari lengan lelaki yang telah diborgol tersebut karena masih ada urusan yang masih ingin diselesaikannya terhadap Nathan.
"Kau? James?"
Rasa geram, marah, emosi, kekecewaan dan rasa sakit yang telah memuncak dalam hatinya selama bertahun – tahun kini akhirnya dilepaskannya melalui kepalan tangan yang telah dilayangkan pada wajah Nathan.
"Arrrgggghhhh…!!!!!!!! Bajingan...!!!! Dasar psikopat!!!!! Ya!! Ini aku, James. Orang yang udah kau buat cacat, kau siksa dan kau hajar habis – habisan di goa dan kakak dari seorang adik yang telah kau bunuh dengan keji! Kenapa? Kaget karna aku bisa sembuh dan kembali dengan wujudku saat ini?"
"Cuih! Tau gitu kemarin kubunuh saja kau sekalian! Dasar anak – anak buah bodoh! Bisa – bisanya mereka gagal membuangmu ke dasar jurang! Harusnya kau gak ada di sini lagi!"
"Brengsek! Buk! Udah saatnya kau menerima hukuman akibat perbuatanmu selama ini! Kali ini akan kupastikan kau menerima pembalasan yang setimpal. Namun sebelum itu, biar kukasih dulu kau sedikit pelajaran atas perbuatanmu terhadapku dulu! Buk! Lalu, ini balasan untuk perbuatanmu terhadap adikku! Buk! Lalu, ini balasan untuk perbuatanmu terhadap adik iparku! Buk! Ini balasan untuk perbuatanmu terhadap keponakanku! Buk! Dan ini adalah balasan untuk perbuatanmu terhadap Jade, anak angkatku! Buk!" ujar James geram dan terus menerus menghajar Nathan yang sudah babak belur.
"Hihihihihihi…hahahahahaha…Anak…angkat kau bilang? Anak itu, anak gak berguna goblok. Anak itu cuma bisanya nyusahin orang tua, apa kau begitu yakin masih ingin mengangkatnya sebagai anakmu? Hahahahahahaha…lucu sekali," ujar Nathan terkekeh dan terbahak – bahak.
"Diam kau bajingan! Dasar orang tua gak punya hati! Dia bahkan lebih baik menjadi anakku daripada harus menderita karna menjadi anak dari iblis akhir zaman sepertimu! Lihat aja dirimu skarang ini, bahkan iblis sekalipun masih lebih terhormat dari bajingan sepertimu. Cuih."
"Tunggu! Aku juga punya sebuah kejutan untuknya James. Buk! Ini adalah balasan untuk perbuatanmu terhadap seorang karyawan kesayangan yang udah kuanggap bagaikan anakku sendiri! Apa salah dia? Apa masih belum cukup kejahatan yang telah kau perbuat terhadap keluarga Smith hingga kau juga harus membunuh Robin, salah satu orang yang paling kupercaya dan kusayangi?"
"Salahnya? Kau mau tau apa? Anak itu, udah terlalu banyak ikut campur dengan urusanku. Udah dua tahun ini dia membawa pergi gadis itu dari cengkeramanku, yang seharusnya udah aku bunuh juga agar bernasib seperti ayahnya dulu. Tapi gara – gara anak itu terlalu banyak, rencanaku gagal, jadi apa yang kulakukan itu pantas untuk dia terima pak tua. Hahahahaha…"
"Bajingan kau! Buk!" James yang menggeram karena Nathan kembali mengungkit perihal dirinya ingin membunuh Ivory membuatnya merasa begitu kesal dan emosinya memuncak, lalu segera menghajar psikopat tersebut lagi dan lagi, dan kedua lelaki paruh baya tersebut kini telah menghajar psikopat tersebut habis – habisan, membuat pihak kepolisian yang kembali ke tempat tersebut segera menghentikan perbuatan mereka dan meminta mereka untuk menyerahkan Nathan untuk diproses secara hukum dan mereka memastikan bahwa Nathan akan dijatuhi hukuman mati berdasarkan bukti – bukti yang telah mereka kumpulkan sejauh ini. Nathan segera dibawa pergi, bahkan dalam keadaan babak belur pun ia masih sanggup membuat lelucon untuk menertawakan James hingga membuatnya geram, namun Franklyn segera menghalanginya.
"Udah James, tahan emosimu. Apa kamu gak liat Jade sedang dalam keadaan sekarat dan Ivory bahkan seperti ini sekarang? Ayo segera bawa mereka pergi dari sini James, takutnya Jade gak akan bisa bertahan lebih lama lagi. Dia benar – benar terluka parah kali ini."
Akhirnya James menyerahkan lelaki itu pada pihak yang berwajib dan segera membawa Jade dan Ivory untuk mendapatkan pertolongan pertama. Setibanya di rumah sakit, kedatangan kedua lelaki paruh baya itu beserta dengan dua orang di atas ranjang sorong yang sedang didorong ke IGD membuat Moniq dan Cynthia yang masih menunggu kehadiran mereka di lobi merasa shock dan begitu kaget. Bagaimana tidak, kondisi terakhir tubuh Jade yang telah dipenuhi oleh lumuran darah terlihat begitu mengerikan, bahkan tubuh Ivory kini pun begitu dingin. Moniq yang melihat keadaan tersebut segera berteriak histeris melihat kondisi kedua anak muda tersebut dan menangis sejadi – jadinya.
"Kak James, apa yang sebenarnya terjadi terhadap Ivory dan Jade?"
"Tenang dulu Mon. Yang kutau, Jade dan ayahnya sempat bertengkar dan berantem hebat tadi, tapi sialnya tubuh Jade yang masih lemah langsung diserang oleh orang itu dan dia bahkan menyiksa tubuh Jade dibagian lukanya hingga ia merasakan sakit yang luar biasa, lalu menancapkan sebilah pisau pada bagian dadanya. Mungkin kali ini Jade harus menjalani operasi besar. Sementara Ivory, ketika kami tiba, keadaannya udah seperti ini. Jade udah dalam keadaan gak berdaya dengan pisau yang masih menancap tepat pada dadanya."
"Astaga…kenapa nasib kedua anak itu harus berakhir seperti ini sekarang…kak…Ivy…"
Ruang lobi kini segera dipenuhi oleh suara tangisan Moniq yang sudah tidak sanggup menahan kesedihan yang tidak mampu dibendungnya lagi. Setelah beberapa jam menunggu, dokter yang menangani kedua orang tersebut telah keluar dari ruang IGD untuk memberikan kabar yang tidak begitu baik. Keadaan Jade yang masih kritis setelah kekurangan darah yang begitu banyak membuat kondisinya kini masih belum stabil, sementara Ivory yang terlampau stress berat hingga depresi membuat kondisi fisik gadis itu menurun drastis hingga ia harus mendapatkan perawatan intensif.
"Astaga…kita harus bagaimana sekarang kak?"
"Sabar dulu ya Mon, kita tunggu beberapa waktu ke depan, aku akan di sini menemanimu, sementara James dan Frank masih ke kantor polisi untuk mengurus permasalahan Nathan."
"Kasihan sekali kedua anak itu Kak, mereka sesungguhnya saling mencintai, Ivory putriku satu – satunya yang selama ini begitu polos nggak pernah menyadari akan perasaannya sendiri. Saat ini dia pasti begitu shock dan depresi melihat keadaan Jade. Ketika dia kehilangan Robin dulu, keadaannya aja udah begitu memprihatinkan. Apalagi sekarang. Jade, satu – satunya orang yang udah bertahun – tahun hidup bersamanya, sejak ia kecil hingga sekarang mereka menyimpan perasaan terhadap satu sama lainnya dan mungkin kali ini Ivy baru aja menyadari akan perasaannya sendiri, tapi malah…ini semua udah terjadi. Aku begitu prihatin melihat kondisinya kak…anak itu gak pernah merasakan penderitaan yang begitu hebatnya. Sejak papanya dibunuh oleh orang itu, hingga sekarang hidupnya gak pernah lagi bahagia. Aku merasa gagal menjadi orang tua yang baik untuknya kak…aku telah gagal menjadi seorang ibu. Aku gak bisa membahagiakan putriku. Aku benar – benar bersalah padanya. Andai waktu itu aku lebih tegar dan kuat untuk menolak agar orang itu gak pernah memasuki kehidupan kami, mungkin ini semua gak akan pernah terjadi. Mungkin dia gak akan pernah merasakan kepahitan hidup. Mungkin dia…Hiks…" ujar Moniq yang masih belum mampu menghentikan tangisannya sedari tadi.
"Udah Mon…berhentilah untuk nyalahin diri sendiri. Aku yakin mereka pasti bisa melewati ini semua. Semuanya udah terlanjur terjadi, kini yang bisa kita lakukan hanyalah berdoa agar mereka bisa segera melewati masa kritisnya. Kalo Ivory bangun dan melihatmu seperti sekarang ini, pasti gak akan suka Mon. Kamu harus tetap tegar dan bersabar ya, saat ini hiburlah dia, siapa tau dengan mendengar suaramu, ia bisa segera terbangun," ujar Cynthia memeluk erat tubuh Moniq untuk menenangkannya.
Suasana haru yang sedang menyelimuti ruangan tersebut terasa begitu memilukan hati. Keduanya terlihat saling berusaha untuk tetap bertahan, sementara kedua anak muda yang sedang berjuang untuk melewati masa kritis pun sedang berusaha bertahan. Tidak ada yang menyadari bahwa kedua tangan mereka telah saling menggenggam satu sama lain dalam keadaan tidak sadar dan keduanya terlihat sedang tersenyum. Hanya ada alam bawah sadar yang kini menjadi perantara bagi mereka untuk bertemu.