Chereads / CINTA TIGA DIMENSI / Chapter 79 - Pengumuman Penting yang akan Mengubah Takdir

Chapter 79 - Pengumuman Penting yang akan Mengubah Takdir

Mentari yang telah bersinar cerah segera menunjukkan dirinya yang begitu bersinar terang menggantikan bulan di langit malam yang akhirnya perlahan menghilang. Mentari di pagi hari itu seakan memancarkan hangatnya yang telah siap menyinari seluruh insan di alam semesta, namun bagi Ivory dan Jade yang sudah merasa penasaran dengan kejutan James mengenai seseorang yang akan menemui mereka pagi itu, hangatnya sinar mentari malah membuat mereka merasakan panas dingin di tubuh, menyebabkan efeknya segera merongrong ke dalam sukma dan batin mereka yang sudah tidak terlelap semalaman. James hanya tertawa kecil melihat sikap kedua anak muda yang sudah uring – uringan tersebut.

"Kalian ini kenapa sih? Pagi – pagi aja udah kayak cacing kepanasan gitu. Kalian kan bukan mau ujian semester kan?" ujar James tersenyum jahil. Baru saja Ivory ingin membuka mulut menanyakan James mengenai orang yang dijanjikan oleh pamannya, tiba – tiba saja bel pintu telah berbunyi. Ivory dan Jade yang sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya segera berlari kecil mengintip dari balik tirai jendela di samping daun pintu. Terlihat James sedang bersalaman dengan seorang lelaki paruh baya botak yang terlihat mirip dengan atasan tempat Ivory bekerja dan mereka bahkan berpelukan hangat seakan mereka adalah teman masa kecil yang telah lama tidak bertemu.

"Tunggu dulu. Itu kan? Mr. Franklyn? Hah…" Ivory segera menutup mulutnya tidak percaya pada apa yang dilihatnya.

"Memangnya dia siapa Iv?"

"Atasanku. Mati aku. Hari ini aku terpaksa harus cuti kerja, kalo sampai dia melihatku di sini malah bersantai – santai bisa gawat. Aku harus segera bersembunyi," ujar Ivory hendak berlari mencari tempat persembunyian.

"Ivy, tunggu! Hei!"

Bayangan sosok gadis kecil yang sedang berlari ke dalam segera ditangkap oleh kedua bola mata James yang telah mempersilahkan Franklyn untuk memasuki ruang tamu tersebut.

"Ivy, kamu mau ke mana? Sini sayang. Orangnya udah datang nih," ujar James memanggil keponakan kesayangannya.

"Eh…Iya…paman," ujar Ivory tersenyum sinis dan menggenggam jemarinya sendiri untuk mengurangi rasa tegangnya ketika hendak menemui Franklyn.

"Ivory? Jadi kamu…tinggal di sini?" ujar Franklyn membelalak seakan ingin menelan gadis kecil itu.

"Maaf Mr. Frank, saya nggak tau kalo ternyata orang yang dimaksud paman akan ke sini adalah anda sendiri dan inilah alasan saya meminta izin cuti pagi tadi," ujar Ivory merasa malu.

"Cuti? Kalian udah saling kenal ya sebelumnya?" ujar James bingung.

"Ah iya paman, beliau adalah atasan saya dan Robin."

"Oh…pantesan. Kalo begitu maaf ya Frank, aku harus menahan keponakanku hari ini perihal masalah yang kemarin kita bahas. Oh ya, silahkan duduk dulu. Kita bahas masalah ini di dalam. Iv, tolong panggilkan yang lain untuk segera berkumpul ya. Frank ini adalah orang yang sangat sibuk, jadi gak bisa terlalu lama – lama menahannya di sini. Ya kan Frank?" ujar James terkekeh kepada sosok yang merupakan atasan killer bagi seorang Ivory, membuat gadis itu menelan salivanya seketika karena merasa bingung bagaimana mungkin James bisa berbicara begitu luwes dan santainya terhadap seorang bos killer seperti itu. Tanpa menunggu lama, ia segera melaksanakan permintaan yang diutarakan oleh James barusan.

Setelah semua anggota keluarga tersebut lengkap, barulah James membuka suara mengenai pengumuman hak ahli waris sebenarnya dari sertifikat dan dokumen yang telah berada dalam genggamannya.

"Ada satu rahasia besar yang gak pernah kalian ketahui sebelumnya, dan hari ini juga aku akan memberitahukannya. Jadi begini, ternyata sebelum mendiang papa kalian meninggal, beliau telah mewariskan seluruh asetnya terlebih dahulu kepada orang yang tentunya sudah pasti merupakan putrinya sendiri yaitu Ivory. Akan tetapi, beliau juga mempercayakan seseorang lagi untuk memegang peranan penting membantu Ivory menjaga dan melindungi ini semua, dan dalam hal ini papa kalian telah menunjuk Jade, sejak ia menjadi anak asuhnya. Beliau telah mempercayakan kepengurusan seluruh aset yang dimilikinya untukmu dan Ivory kelola bersama."

"Tapi paman, bukannya semua aset papa udah direbut paksa dan diambil alih oleh psikopat itu lalu digadaikannya?" tanya Ivory penasaran.

"Semua dokumen dan sertifikat yang dipegangnya itu merupakan set dokumen yang hanya dibuat versi kloningnya sehingga bisa terlihat begitu mirip dengan versi aslinya hingga siapapun akan sulit untuk membedakannya, termasuk pihak bank sekalipun. Dan yang asli telah disimpan oleh papamu dari jauh – jauh hari di dalam gubuk itu agar gak seorang pun bisa mengambilnya. Setelah ini akan kupastikan kalo gak lama lagi, pihak bank juga akan segera mendatangi orang itu dan melakukan pemeriksaan kembali serta menyeretnya ke dalam sel. Apalagi dia juga udah dijebak oleh Frank bukan?" tanya James seraya memutar bola matanya ke arah Franklyn.

"Betul kawan, gak lama lagi giliranku untuk memainkan peranku akan segera tiba. Kita hanya tunggu waktu saja," ujar Franklyn mantap.

"Jadi, ternyata paman dan Mr. Frank adalah…"

"Yes dear, paman dan Frank adalah teman seperjuangan ketika kami berkuliah dulu meskipun kami beda jurusan, dan kami bisa kenal dan berteman hingga sekarang itu karena ada beberapa mata kuliah yang kami ambil selalu berbarengan. Dan karna kebaikannya, dia selalu membantu paman dalam segala kesulitan apapun. Dia memiliki keahlian khusus dalam bidang finansial, itulah alasannya mengambil jurusan itu hingga ia akhirnya mampu membuka perusahaannya sendiri. Sebelumnya dia memang sempat menjadi pengacara handal tapi karna dia udah ingin beralih dan fokus di perusahaannya akhirnya ia memutuskan untuk hengkang dari dunia itu."

"Wah, keren. Pantas aja paman terlihat begitu akrab dengan Mr. Frank. Tapi gimana caranya papa bisa buat sertifikat dan dokumen itu begitu mirip ya, aku masih bingung," ujar Ivory terlihat sedang berpikir keras.

"Namanya juga kloningnya loh sayang. Memang disitulah letak keahlian papamu yang begitu paman salutkan. Lalu nanti ketika Frank telah menyeret orang tersebut ke dalam sel serta semua bukti – bukti kejahatannya pun telah terkumpulkan, maka semua yang telah direbutnya paksa akan otomatis kembali menjadi milik kalian dan orang itu akan segera menerima hukuman matinya tanpa kita harus turun tangan sendiri," ujar James mantap.

"Tapi kenapa aku, Paman? Kenapa nggak mama aja? Seenggaknya, pasti mama lebih ngerti. "

"Sayang, keputusan ini dulu udah menjadi kesepakatan kami bersama sayang, mama dan papa memang udah merencanakan untuk mewarisi semuanya padamu. Selama ini mama cuma gak pernah tau kalo ternyata dokumen aslinya ada sama papa dan disimpannya dengan baik. Mama pikir kita udah kehilangan semuanya, namun ternyata papamu lebih cekatan. Sayang, mama pun udah mulai menua, memang udah saatnya pemimpin muda yang bangkit. Mama yakin kok, kalo kamu mewarisi keahlian papamu dan suatu saat kamu pasti bisa. Percayalah sama mama. Kalo papa dan mama aja bisa mempercayai itu semua padamu masa kamu gak bisa? Kan nanti kamu juga akan dibantu oleh seseorang," ujar Moniq sembari melirik sosok pemuda tampan di samping putrinya.

"Tapi ma, aku gak bisa apa – apa juga loh. Lagipula Ivory lebih berhak untuk semua ini kan," ujar Jade menggosok leher belakangnya.

"Kalian berdua sama – sama berhak nak, karna ini adalah warisan dari ayah kalian. Jade, meskipun kamu bukanlah lagi anak asuh dari Enrique dan Moniq, tapi kamu akan segera menjadi putra asuh kami. Itu pun kalo kamu bersedia," ujar James tersenyum.

"Ap…apa? Putra…? Maksudnya gimana paman?"

"Jade, bibi dan pamanmu ini pun udah menua, kami gak sempat punya keturunan lagi, jadi setelah ini, kami ingin mengangkatmu menjadi putra asuh kami. Apakah kamu bersedia untuk menemani hari – hari tua kami nantinya?" ujar Cynthia tersenyum.

Mendengar pernyataan tersebut membuat Jade begitu terperanjat dan terharu. Kebahagiaan untuk memiliki keluarga utuh akhirnya akan kembali dirasakannya. Bahkan rasa syukur sekalipun kali ini tidak akan mampu membuatnya mampu menutupi rasa kebahagiaannya yang telah meluap itu.

"Aku sungguh gak pernah membayangkan hal ini. Terima kasih banyak paman…bibi…aku…aku benar – benar gak tau lagi harus berkata apa. Kalian sungguh adalah keluarga yang begitu baik terhadapku. Aku merasa begitu tersanjung dan…" ujar Jade yang sedikit terisak karena tidak mampu menahan luapan rasa bahagianya, namun ia berusaha untuk menahannya karena tidak ingin membuat seisi rumah menganggapnya pria lemah.

"Maaf ya, semuanya. Aku hanya merasa begitu bahagia."

"Hahaha…Kamu ini benar – benar mirip sekali dengan mendiang ayah angkatmu dulu," ujar James sembari tertawa geli melihat sosok Jade yang terlihat begitu mirip dengan Enrique dulu.

"Selamat ya, Jade," ujar gadis itu menggenggam jemari pria tersebut dan dijawab dengan anggukan bahagia pria tersebut.

Hasil diskusi mereka tidak hanya berlanjut sebatas pemberitahuan penting tersebut namun dilanjutkan dengan perbincangan kelanjutan rencana mereka untuk menjebak Nathan hingga psikopat tersebut menerima hukumannya yang setimpal. Franklyn telah menyampaikan seluruh rencana yang telah dijalankannya. Selama ini ia telah memberikan penyaluran kredit fiktif kepada Nathan agar lelaki tersebut mempercayai lalu kemudian akan terus menginvestasikan dana sebanyak – banyaknya di perusahaan Franklyn sebagai modal cuan. Hingga akhirnya, setelah dananya disedot, Franklyn akan meminta pihak bank untuk menyita rumah kediamannya saat ini dengan tuduhan penjaminan dokumen palsu yang telah digunakan untuk menipu pihak perusahaannya demi sejumlah uang tersebut. Setelah kesepakatan terjalin diantara keluarga tersebut dengan Franklyn, akhirnya ia menyerahkan sejumlah dokumen untuk ditandatangani oleh Ivory dan Jade agar ia segera bisa menghubungi pihak bank untuk mengembalikan kunci perusahaan dan rumah yang telah digadaikan oleh Nathan agar nantinya ia bisa menyerahkan kembali apa yang telah menjadi milik mereka dan telah direbut paksa oleh psikopat tersebut.

"Ivory, kalo kamu udah merasa bosen dengan pekerjaan kamu, hubungi saya ya, kamu bisa kapanpun berhenti jika kamu ingin meneruskan usaha papamu," ujar Franklyn.

"Terima kasih banyak Mr. Frank, tapi untuk saat ini saya belum kepikiran untuk berhenti bekerja karna masih begitu banyak hal yang ingin saya pelajari. Aku akan menghargai posisi yang telah anda percayakan padaku sebelumnya dan gak akan mengecewakan anda," ujar Ivory mantap untuk menyemangati dirinya sendiri.

Ia masih merasa bingung atas apa yang telah terjadi seakan semuanya bagaikan mimpi. Entah ia masih bermimpi dipagi bolong itu karena ia baru saja bisa terlelap setelah semalaman tidak bisa memejamkan matanya, ataukah masih ada hal lainnya yang masih mengganjal dalam batinnya, entah karena dia ternyata masih belum benar – benar mengikhlaskan kepergian Robin dan masih ingin mengenang ruangan tersebut. Ivory terus memikirkan tawaran yang diberikan oleh Franklyn setelah lelaki paruh baya botak itu beranjak pergi.

"Kamu lagi mikirin apa?" ujar Jade yang sudah duduk di samping gadis yang sedang duduk di teras tersebut.

"Bukan apa – apa kok," ujar Ivory menunduk.

"Kamu gak bisa bohong padaku. Dari sorot matamu, aku bisa melihat kalo kamu masih kepikiran sama kata – kata Mr. Frank tadi kan? Kamu masih ragu untuk meninggalkan perusahaan karna belum bisa ikhlas? Hmm…?" ujar Jade menaikkan dagu gadis tersebut agar menatap matanya.

"Hmm…Iya…Jade. Maaf…Aku sedang berusaha…" ujar Ivory lirih.

"Gak apa – apa. Itu hal yang wajar kok. Ngomong – ngomong udah lama nih kita gak jalan – jalan, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Yuk, ikut aku."

"Ke mana?"

"Udah, ikut aja. Biar kamu gak stress terus."

Siang itu, entah angin apa yang berhembus dalam pikiran Jade, hingga ia merasa ingin sekali menghibur hati gadis yang masih terjebak dalam dilemma dan kesedihan berlarut – larut sejak kepergian Robin. Ketika Jade ingin menaiki motornya, tiba – tiba James telah berseru.

"Jade, pakai mobil itu. Kami hari ini gak ke mana – mana kok."

"Apa? Tapi…"

"Udah, jangan membantah. Sini kamu!" ujar James seraya berjalan mendekati Jade.

"Kalo mau bawa cewek nge-date harus begini nak. Kasihan cewekmu harus berpanas – panasan. Hati – hati ya. Kamu udah tau kan cara mengemudi?" bisik James.

"I…Iya paman. Baiklah kalo begitu. Kami pamit dulu dan…terima kasih," ujar Jade mengangguk mengerti maksud lelaki tersebut.

"Ah…gak perlu sungkan anak muda," ujar James memeluk pemuda dihadapannya seperti memeluk putranya sendiri membuat Jade kembali merasa terharu, karena belum sekalipun ayah kandungnya memperlakukannya seperti itu.

Ivory merasa tercengang dan canggung ketika duduk disamping kemudi dan melihat Jade yang ternyata telah mampu mengemudi dan tertawa namun ia kembali teringat dengan Robin.

"Sejak kapan kamu bisa mengemudi? Aku baru tau."

"Sejak kapan ya…Ah, itu sejak aku bekerja di tempat kerjaku yang dulu bergerak di otomotif. Jadi mau gak mau aku harus belajar."

"Memangnya tadi paman bisikin apa?"

"Mau tau aja sih urusan sesama cowok," ujar Jade sedikit mencolek dagu gadis itu.

"Idih…apaan sih? Dulu dia juga begitu. Tapi kebalikannya, dia justru menjual mobilnya karna lebih nyaman memakai motor itu untuk mempermudah kita ke mana – mana," ujar Ivory menatap lurus ke depan kaca mobil dan menatap jalanan namun tiba – tiba Jade segera menghentikan mobil silver kesayangan James tersebut.

"Ivy…Bolehkah aku meminta sesuatu untuk kali ini aja?"

"Hmm…apa?"

"Bisa gak untuk kali ini aja ketika kita sedang ingin menghabiskan waktu bersama tapi kamu jangan pernah menyebutkan orang itu dulu? Kalo kamu masih terus – terusan membahas pembahasan yang sama, kamu gak akan pernah bisa move on. Apa kamu ingin terus – terusan hidup dalam kehaluan dan bayang – bayang orang yang udah gak ada di dunia ini lagi Iv? Aku tau kalo ini memang masih berat untukmu, tapi kamu udah janji kan padaku untuk berusaha? Sungguh, setiap kali melihatmu bersungut sedih karna mengingat kenangan itu, hal itu pun seakan menyakitiku. Aku gak bisa melihat kamu terus – terusan bersedih dan merasa sakit gini karna kepergian orang itu. Hatiku pun merasa seakan tercabik – cabik, apa kamu masih belum memahaminya?" ujar Jade menangkup wajah mungil gadis itu dengan kedua tangannya.

"Aku…aku gak tau sampai kapan aku akan terus kayak gini Jade, tolong bantu aku untuk berusaha lagi," ujar Ivory kembali terisak membuat pria tersebut segera memeluk erat gadis itu.

"Aku pasti akan terus membantumu. Semoga tempat yang akan kita datangi ini bisa membantu."

Tanpa berbicara panjang lebar lagi, Jade pun segera melajukan mobilnya lebih cepat agar segera tiba pada tujuannya.