Chereads / CINTA TIGA DIMENSI / Chapter 75 - Kembalinya James

Chapter 75 - Kembalinya James

Malam itu James dalam tidurnya seakan merasakan kesakitan disekujur tubuhnya dan merasa tidak nyaman meskipun tubuhnya sedang dalam keadaan tidur berbaring. Rasa sakit yang dirasakannya seakan terus menggerogoti dalam tubuhnya hingga ia akhirnya tersadarkan dari tidurnya. Cynthia beserta Moniq yang masih terlihat berbincang – bincang dan bernostalgia mengenai kenangan masa lalu mereka merasa kaget melihat keadaan James yang telah bangun dalam keadaan yang begitu memprihatinkan.

"Sayang, kamu udah sadar?" Ujar Cynthia membuat pria yang baru sadar itu segera tersentak.

".... Cynthia? Ini beneran kamu sayang? Aku gak sedang bermimpi kan?" ujar James yang sempat terdiam sesaat lalu mengucek sebelah matanya yang tidak buta dan terlihat berkaca – kaca.

"Iya sayang… Ini aku, kamu gak sedang bermimpi kok," Cynthia segera menganggukkan kepalanya seraya tersenyum haru lalu mereka telah berpelukan satu sama lainnya untuk saling melepaskan kerinduan yang selama ini hanya bisa mereka simpan rapat – rapat dalam relung hati mereka tanpa pernah bisa mereka lampiaskan. Kerinduan yang dirasakan oleh kedua sejoli tersebut segera dilampiaskan dengan cumbuan mesra kedua suami istri tersebut, namun Cynthia tiba – tiba teringat bahwa Moniq sedang berada diantara mereka sampai ia harus berpura – pura tidak melihat apa – apa. Cynthia segera memukul bahu James pelan dan menunjuk ke arah Moniq, membuat James yang dalam keadaan buta sebelah itu memicingkan matanya tajam untuk menangkap sosok wanita cantik bermata biru yang tidak asing baginya. Meskipun wanita itu sudah terlihat sedikit lebih tua dari terakhir kali ia melihatnya, namun James masih mengingat dengan jelas paras wanita cantik yang sempat mengisi kehidupannya bersama adik kesayangannya.

"Mon…Moniq…?"

"...Ya Kak…Ini aku…udah lama sekali ya kita gak ketemu…Aku kira dulu aku telah kehilangan kakak, lalu disusul oleh Enrique, papa dan mama…Sungguh, kupikir aku telah kehilangan kalian semuanya kak…hiks…" Moniq yang tadinya telah berusaha menahan kepedihan dan rasa pilu dalam hatinya selama bertahun – tahun sejak berita kematian James dikumandangkan, membuat dirinya beserta Enrique merasa bersalah selama itu pula, lantas ketika dirinya mengetahui bahwa kakak iparnya itu masih hidup dan bahkan sekarang bisa kembali berkumpul bersama mereka, membuatnya merasa haru biru hingga kini membuat tangisan yang telah dibendungnya sedari tadi akhirnya pecah dan memenuhi seisi ruang kamar tersebut. James pun segera memeluk adik iparnya begitu juga sebaliknya karena puluhan tahun mereka telah berpisah, tidak saling bertemu dan kini akhirnya mereka bisa kembali bersatu.

"Aku mewakili Enrique untuk minta maaf sama kakak karna gara – gara kakak ditugaskan keluar negeri akhirnya kakak berakhir jadi seperti ini. Sungguh selama itu pula kami berdua benar – benar merasa bersalah. Apalagi Enrique, dia terus menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab kematian kakak."

"Jangan khawatir Mon…Kalian gak pernah berbuat salah. Mungkin ini memang udah jadi takdirku, lagipula semua ini udah direncanakan olehnya. Aku udah tau penyebab Enrique meninggal dari psikopat itu juga. Dia yang selama ini telah menyekapku dan menyiksaku bahkan membuatku cacat begini, agar aku gak bisa lari darinya dan dia bisa dengan mudahnya memanfaatkanku untuk membalaskan dendamnya terhadap kita semua. Ngomong – ngomong apa kamu udah menerima surat pemberianku?" tanya James penasaran yang dibalas dengan anggukan Moniq.

"Ivory telah menyampaikannya padaku ketika ingatanku baru saja pulih."

"Ingatanmu kenapa Mon?"

"Aku sempat mengalami amnesia pasca operasi karna koma akibat serangan jantungku yang mendadak. Mengenai surat itu, aku udah membacanya kak, tapi aku gak pernah menyalahkanmu. Semuanya benar – benar terjadi diluar kehendak kita. Aku bisa memahami kondisimu saat itu dan aku tau kalo kamu melakukan itu semua juga demi melindungi kami. Aku justru lebih prihatin sama keadaanmu sekarang kak. Sungguh aku gak menyangka, rasa sayangmu yang begitu besar terhadap Enrique membuatmu rela dan mampu mengorbankan dirimu sampai – sampai kamu jadi seperti ini. Aku mewakili mendiang Enrique minta maaf padamu ya kak, gara – gara kami kamu jadi harus menanggung penderitaan seperti ini selama bertahun – tahun," ujar Moniq kembali memeluk James dengan perasaan haru mewakili mendiang suaminya, begitu juga sebaliknya.

"Aku cuma gak mau sesuatu terjadi pada kalian semua. Enrique, adikku yang malang itu udah menjadi korban kekejaman psikopat tersebut. Rasanya aku udah gak sabar untuk menghukum orang itu. Coba kamu ceritakan, selama aku gak ada, apa aja yang udah terjadi Mon?" tanya James yang dilanjutkan oleh cerita keseluruhan dari Moniq mengenai keadaan yang telah terjadi setelah ia kehilangan James yang disusul oleh kematian Enrique beserta kedua orang tuanya. James yang mendengarkan dengan seksama mengenai keadaan tersebut merasa begitu terpukul dan geram. Ia tidak menyangka bahwa apa yang dilakukan oleh psikopat tersebut selama ini telah melampaui batas. Ia merasa prihatin dengan kondisi keponakan kesayangannya yang semasa kecilnya merupakan gadis kecil yang dipenuhi oleh kebahagiaan namun akhirnya harus mengalami kepahitan ditengah masa remajanya yang begitu dipenuhi oleh dilemma dan peristiwa yang begitu memilukan hati. Ditambah lagi, gadis itu baru saja kehilangan kekasihnya yang harus gugur dalam medan peperangan dalam misi untuk menyelamatkan James hingga membuat dirinya merasa bersalah.

"Di mana keponakan kesayanganku itu Mon? Udah lama sekali aku gak bertemu dengannya. Aku ingin meminta maaf padanya dan melihat kondisinya sekarang," ujar James lirih karena begitu merindukan sosok keponakannya. Moniq segera membawa James dengan tuntunan Cynthia karena kondisinya yang masih begitu lemah dan tidak mampu berjalan sendiri karena telah kehilangan kursi rodanya. Perlahan namun pasti Cynthia dan Moniq telah menuntun lelaki itu ke hadapan gadis yang sedang terlelap begitu nyenyaknya pada matras yang berjarak cukup jauh dari Jade dan terletak berseberangan. James merasa begitu prihatin dan kasihan melihat kondisi gadis yang wajahnya masih terlihat sembab dan menyedihkan itu, bahkan raut wajah gadis itu terlihat lebih tua daripada usianya seakan ia sedang memikul beban yang begitu berat.

"Sekarang dia jadi terlihat lebih mirip dengan Enrique ya," ujar James sembari tersenyum dan mengelus rambut gadis itu seperti yang pernah dilakukannya dulu ketika Ivory masih menjadi gadis kecil mungil. Wajah gadis itu seketika mengingatkannya pada sosok Enrique yang masih muda. Tanpa disadarinya, Ivory yang sedang dalam keadaan tertidur di alam bawah sadarnya seakan merasakan sesuatu pada kepalanya dan mendengar suara – suara orang dewasa yang berbicara hingga membuatnya seketika terbangun dan tiba – tiba telah melihat James dengan wajah yang terlihat begitu mengerikan sedang menatapnya lekat, membuatnya kaget dan terbangun dalam keadaan shock karena mengira bahwa sosok itu merupakan salah satu anak buah Nathan yang akan membunuhnya.

"Tenang sayang, ini Paman. Paman James. Masih ingat kan?" ujar James seraya berusaha menenangkan gadis yang dalam keadaan panik itu.

"Paman…James? Ini beneran paman dan aku gak sedang mimpi kan ma?" ujar Ivory sedikit mengucek matanya dan terlihat girang sesaat lalu dijawab dengan anggukan Moniq.

"Paman..." ujar Ivory sesenggukan dan segera memeluk erat tubuh lelaki dewasa dihadapannya itu hingga membuatnya meringkis kesakitan untuk sesaat.

"Ah…maaf paman, aku gak sengaja," ujar Ivory terperanjat.

"Gak apa – apa sayang… Justru paman yang mau minta maaf sama kamu, karna gara – gara paman, Robin kekasihmu jadi…" ujar James lirih dan tidak mampu meneruskan kata – katanya takut kalau – kalau gadis itu akan kembali teringat dan menangisi kepergian kekasihnya.

"Aku akan berusaha untuk tegar, jadi paman jangan khawatir ya. Yang penting paman sekarang udah bisa berkumpul bersama kita semua. Aku yakin Robin juga gak akan menyalahkan paman," ujar Ivory mencoba untuk tersenyum.

"Kasihan kamu nak, demi menyelamatkan paman, kalian jadi harus berkorban seperti itu. Paman turut prihatin atas kepergian Robin dan papa kamu," James kembali menenangkan keponakan kesayangannya yang disambut dengan pelukan hangat gadis itu seraya menangisi kepergian kedua pria yang telah begitu berjasa dan berarti dalam hidupnya. Lelaki itu seakan mengerti akan rasa sakit akibat penderitaan yang dialami oleh gadis itu. Baginya pelukan tersebut merupakan pelepas kerinduan gadis itu terhadap sosok ayahnya yang telah begitu dirindukannya sejak lama. Pasti hari – hari yang dilalui oleh sosok gadis muda itu tidaklah mudah dan penuh dengan lika liku. Seketika ia melirih ke arah Jade yang sedang tertidur lelap.

"Lalu dia…"

"Dia adalah Jade. Anak muda itu yang udah menyelamatkan kita tadi James."

"Apa kamu masih ingat anak cowok kecil yang dulu sering dititipkan oleh psikopat itu ke rumah kita kak? Dulu anak ini sering bermain dengan Ivory waktu kecil. Sejak kepergianmu, kami sempat mengangkatnya menjadi anak asuh kami karna Enrique ingin bertanggung jawab dan merasa bersalah terhadap mereka karna telah membuat ayahnya meninggal. Siapa sangka kalo itu ternyata adalah bagian dari tipu muslihatnya, dan ternyata mereka sendiri pun gak tau kalo ternyata ayahnya masih hidup dan telah merencanakan ini semua terhadap kita," ujar Moniq kembali menjelaskan dan dijawab dengan anggukan James yang baru mengerti.

"Ya, tentu saja aku masih ingat. Tapi dia adalah anak yang baik. Dia juga rela berkorban demi menyelamatkan kita semua. Aku benar – benar berhutang budi pada anak itu. Lalu kemana adiknya sekarang?" Tanya James heran.

"Jade akan mencarinya segera, tadi dia udah berkeliling mencarinya tapi gak ada tanda – tanda," ujar Cynthia.

"Mereka juga sungguh anak – anak yang malang karna harus memiliki orang tua biadab semacam itu. Aku cuma khawatir, jangan – jangan putrinya pun selama ini telah menjadi korban kelinci percobaan psikopat itu. Kali ini aku gak akan tinggal diam lagi," ujar James.

"Memangnya kamu mau ngapain James?"

"Aku akan memikirkannya nanti. Udah malam, sekarang kita istirahat dulu. Aku merasa bersalah karna udah ngerepotin kalian seharian," ujar James lirih, namun ketiga wanita tersebut telah menghentikan James untuk berbicara lebih banyak.

Malam itu seakan menjadi malam yang begitu panjang bagi mereka, hingga fajar menyingsing, Ivory sudah tidak terlihat lagi di rumah karena telah kembali bekerja sesuai dengan perjanjiannya dengan Robin sebelumnya bahwa selama ia masih terikat kontrak kerja, maka ia masih harus tetap melanjutkannya hingga ia selesai. Pagi itu, Jade hanya menemukan sebuah pesan pada ponselnya yang berasal dari ponsel pribadi Ivory yang ditinggalkannya dulu dan telah dikembalikan oleh Moniq sebelumnya.

"Kalo kamu jadi pergi mencari Catherine, berhati – hatilah Jade… Aku gak mau kalo kamu juga harus berakhir seperti Robin…Jaga dirimu baik – baik ya," Jade yang membaca pesan tersebut merasa girang sesaat dan tersenyum kecil melihat perhatian gadis itu. Ia segera membalas pesan singkat tersebut.

"Apa kamu udah baik – baik aja dan siap untuk bekerja?"

"Iya, ini lebih baik bagiku ketimbang harus di rumah terus nggak ngapa – ngapain lalu malah teringat kejadian – kejadian kemarin. Mungkin dengan aku menyibukkan diri, aku bisa sedikit mengobati kepedihan dalam hatiku."

"Baiklah, kalo begitu yang semangat ya kerjanya. Aku akan menjemputmu nanti, princess." Setelah menyelesaikan chattingannya dengan gadis itu, ia pun segera bersiap untuk memulai pekerjaan barunya. Ia merasa lega karena gadis itu sepertinya telah terlihat jauh lebih baik. Namun hari itu juga ia berencana untuk pergi mencari keberadaan Catherine di rumah baru kediaman Nathan yang diperolehnya dari pelacakan informasi di internet.

Seperti biasa, pagi itu Ivory mendatangi kantor, namun kali ini ia tidak langsung ke ruangan Robin karena ia harus melaporkan terlebih dahulu kepada Mr. Franklyn perihal kematian Robin. Mr. Franklyn yang begitu terperanjat dan menanyakan kejelasan kejadiannya. Mau tidak mau, Ivory terpaksa menceritakan keadaan keluarganya yang sebenarnya hingga bagaimana semuanya harus berakhir menyedihkan. Mendengar penjelasan gadis itu, Mr. Franklyn merasa begitu geram, apalagi Robin adalah bawahannya yang telah dianggapnya seperti anaknya sendiri dan telah menjadi kaki tangan kepercayaannya selama bertahun – tahun. Kematian Robin membuat lelaki botak yang terlihat bagaikan profesor dengan jam terbang yang tinggi itu segera mengambil tindakan. Ia segera mengangkat Ivory untuk menduduki posisi Robin dan membantunya untuk merencanakan pembalasan kepada Nathan. Mr. Franklyn telah mengutus seorang anggota kepercayaan lainnya untuk membantu menawarkan penyaluran kredit yang cukup menggiurkan yang akan meraup keuntungan sebesar – besarnya dari aset yang dimiliki oleh Nathan, dan bahkan akan menyalurkan pembiayaan korporasi dengan nilai bunga yang potensial yang akan dilipatgandakan oleh perusahaan tersebut nantinya agar mereka bisa menguasai seluruh aset yang dimiliki oleh Nathan. Sekembalinya Ivory ke dalam ruangan Robin, gadis itu seakan masih mencium aroma parfum pria yang begitu dikenalnya selama bersamanya. Keadaan ruangan yang terlihat masih sama dengan semua furniture favorit pria itu tidak diubah susunannya agar ia bisa terus mengenang sosok pria itu dan menghormatinya. Dipandangnya sebuah foto di meja Robin. Foto kenangan terakhir dirinya ketika ia bersama dengan Robin berbahagia di bianglala tersebut dan untuk pertama kalinya ia merasakan ciuman pertamanya bersama dengan seseorang yang terkasih. Kebahagiaan dirinya saat bersama dengan pria didalam foto tersebut seakan membuatnya kembali merasakan sesak di dalam dada, membakar seluruh pikirannya, hingga membuatnya merasakan sakit yang teramat sangat, membuat air di pelupuk matanya kembali menetes tanpa disadarinya. Kini bahkan untuk mendengar suara pria yang selama ini sering mengkhawatirkannya itu saja pun sudah tidak bisa. Sosok yang sering menyodorkannya secangkir kopi, atau bercanda tawa dengannya ketika di dalam ruangan tersebut seakan menjadi momen yang tak akan pernah tergantikan. Mengingat kembali bayangan tubuh kekasihnya yang begitu mengenaskan membuatnya seakan menjadi gila dan bergidik ngeri lalu berteriak sejadi – jadinya karena ia yakin sekuat apapun ia berteriak, suaranya tidak akan pernah bisa menembus keluar ruangan yang telah sengaja didesain kedap suara.

"Argghhh....! Biadab! Kenapa kamu harus pergi meninggalkanku disaat seperti ini Rob? Bukannya kamu udah janji padaku untuk membantuku menyelesaikan masalah? Kenapa kamu udah begitu cepat pergi meninggalkanku! Ini benar – benar gak adil buatku! Kamu jahat! Dia jahat! Semuanya jahat! Demi langit dan bumi aku bersumpah, kalo perbuatan orang itu gak akan pernah kumaafkan! Arghhh...! Hiks…Huaa…" Ivory yang telah dikuasai oleh emosi dan amarah segera menggeser dan menjatuhkan semua barang – barang yang ada di mejanya tanpa menyentuh barang – barang milik Robin. Ia segera menjatuhkan dirinya pada sofa dalam ruangan tersebut dan menangis sesenggukan setelah merasa puas melampiaskan seluruh amarahnya yang sudah tidak mampu ditahannya lagi lebih lama seraya berjanji pada dirinya untuk membalaskan dendamnya melalui dukungan kerjasamanya dengan Mr. Franklyn.