Chereads / CINTA TIGA DIMENSI / Chapter 67 - Kepergian Ivory

Chapter 67 - Kepergian Ivory

Keheningan diantara mereka kembali terjadi setelah Jade kembali mengungkapkan perasaannya pada gadis itu, hingga membuatnya tidak mampu berkata – kata untuk sesaat.

"Maaf…aku…" Jade seakan mengetahui apa yang ingin dikatakan gadis itu lagi lalu ia segera meletakkan jari telunjuknya pada bibir gadis itu.

"Ssttt…Aku gak mau dengar apapun darimu sekarang, terutama saat kamu masih dalam kondisi seperti ini. Semua akan ada masanya. Aku gak mau hanya karna kamu memikirkan perkataanku tadi lantas kamu menjauhiku lagi. Aku gak sanggup kalo harus berpisah lagi darimu. Daripada mikirin soal itu, sekarang aku mau kamu jelasin padaku apa sebenarnya rencanamu terhadap psikopat itu. Tadi kamu belum sempat cerita," ujar Jade yang dibalas dengan anggukan dan senyum tipis gadis itu seakan ingin mengucapkan terima kasih pada sosok pria disampingnya karena begitu mengerti akan perasaannya saat ini.

"Ah iya juga, aku lupa. Mengenai rencana Robin, yang kutau kemarin dia sempat meminta Bibi Cynthia dan mantannya yang tadi kita lihat di taman untuk menjebak orang itu guna membantuku mendapatkan kembali seluruh uang dari hasil penggadaian rumah dan semua aset papa. Tapi entahlah, aku juga gak ngerti kenapa setelah itu gak ada kabar apapun lagi darinya dan dia malah kembali menemui wanita itu lalu…yah, begitulah. Bibi Cynthia tadi mengatakan bahwa psikopat itu akan segera membuang paman ke dasar jurang, jadi beliau meminta kita untuk membantunya menyelamatkan paman, dan apa kamu tau, ternyata paman selama ini disekap dalam rumah masa kecilmu dulu. Itu sebabnya aku membutuhkan kunci yang telah kamu rebut dariku itu, aku pikir bisa meminta Robin membantuku menemukan paman di sana. Aku sempat kepikiran untuk membawamu juga sebagai penuntun jalan, tapi kuncinya udah bersamamu kan? Lalu sekarang kita harus gimana? Aku harus segera membantu bibi menemukan paman sebelum orang itu mendahului kita." Penjelasan Ivory membuat Jade teringat akan sesuatu yang pernah dialaminya dulu. Algojo yang menghadang dirinya ketika ia pernah berusaha memasuki rumah lamanya dulu. Apakah itu semua ada hubungannya dengan penyekapan James di dalam rumahnya batinnya.

"Jade…Kamu lagi mikirin apa? Apa kamu tau sesuatu lagi? Kumohon, kali ini jangan pernah sembunyikan apa – apa lagi dariku."

"Ah…iya. Baik. Kali ini aku akan jujur. Apa kamu masih ingat ketika aku segera menurunkanmu di depan rumah setelah kita kembali dari sini untuk mencari bukti surat misterius itu dan aku pergi meninggalkanmu begitu saja? Kamu mau tau aku pergi ke mana?"

"Memangnya ke mana? Kamu gak pernah memberitahuku apapun soal itu."

"Aku kembali ke rumah masa kecilku untuk mencari bukti, karna aku udah punya firasat jika paman memang masih hidup, ada kemungkinan orang itu menyembunyikannya di rumah itu. Namun saat aku ingin memasuki ruang keluarga, aku telah dihadang oleh seorang algojo berbadan besar di sana. Dia mengaku kalo orang itu udah menjual rumah itu kepadanya dan akan segera dihuni. Tentu saja aku bingung, karna dia sama sekali nggak mengizinkanku untuk masuk ke dalam, dan karna aku gak menemukan bukti sama sekali, aku gak berani menyimpulkan atau mencurigai apapun saat itu. Tapi kali ini, aku akan pergi denganmu karna aku gak mungkin membiarkanmu sendirian ke sana. Kuncinya ada padaku jadi kita bisa segera ke sana juga kapanpun kamu mau."

"Baiklah jika kamu udah memutuskan seperti itu. Lebih cepat lebih baik bukan?"

"Ada satu hal lagi, aku telah memikirkan untuk membawamu dan mama ke suatu tempat dan kita bisa memulai hidup baru di sana. Aku pernah berjanji padamu untuk membawamu pergi jauh bukan? Dan kali ini aku ingin mewujudkannya. Jadi kamu gak usah tinggal bareng orang itu lagi. Bersama – sama kita akan menemukan kerjaan baru. Gimana? Apa kamu bersedia?"

"Tapi gimana dengan Robin? Kita kan belum permisi darinya."

"Gak perlu Iv. Apa kamu masih mau tinggal seatap dengan seorang pengkhianat? Percayalah, yang ada kamu hanya akan sakit hati lagi karnanya dan gak akan biarin kamu pergi. Sebelum dia kembali ke rumah, ayo, kita segera bawa mama pergi dari sana," ujar Jade mantap seraya menarik lengan gadis itu dan membawanya kembali ke rumah untuk segera berberes.

Ivory sudah tidak mampu mengatakan apapun lagi. Kemarahan, kekecewaan dan rasa sakit hati yang menyelimuti dirinya membuatnya berpikir bahwa itu mungkin adalah jalan terbaik bagi dirinya dan Robin. Menurutnya, apa yang dikatakan oleh Jade benar adanya, karena ia sendiri pun belum siap untuk bertemu dengan Robin bahkan belum memikirkan bagaimana ia harus bersikap saat ia bertemu dengan pria itu nantinya. Sesampainya di rumah, ia merasa lega karena ternyata pria itu belum kembali. Ia segera menuliskan sebuah surat perpisahan dan membuat sebuah surat resign dari pekerjaannya kepada pria itu, lalu meletakkan kedua surat tersebut bersamaan dengan ponsel yang pernah diberikan oleh pria itu kepadanya. Moniq yang merasa bingung karena mereka harus tiba – tiba meninggalkan rumah tersebut lantas menanyakan alasan putrinya, namun Ivory enggan menceritakannya dan mengatakan bahwa ia akan menceritakannya nanti. Ternyata sebelumnya, Jade telah mencari tahu mengenai informasi sewa rumah yang cukup memadai dengan harga terjangkau yang masih mencukupi sedikit sisa tabungannya. Setelah meninggalkan rumah tersebut, Ivory masih memalingkan wajahnya melihat kembali rumah tersebut. Tidak terasa, telah banyak kenangan yang dilaluinya bersama pria itu dari pertama kali ia menginjakkan kaki di rumah tersebut, lalu pria itu membantunya hingga ia mampu menyelesaikan pendidikannya, memberikannya pekerjaan bahkan membantunya dalam segala hal, serta canda tawa yang telah mereka lalui, kebersamaan dan kemesraan yang telah mereka lewati. Siapa sangka, kepercayaan yang diberikannya justru dibalas dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh Robin dibelakangnya. Tak disangka rasa sakit itu lagi – lagi membuat air matanya kembali menetes tatkala ia mengingat kembali semua kenangannya bersama pria itu, namun kali ini ia hanya ingin menyimpan kesedihan itu untuk dirinya sendiri tanpa ingin Moniq ataupun Jade mengetahuinya. Sesaat ia terlihat ragu untuk meninggalkan rumah itu. Ia merasa bingung apakah keputusan yang diambilnya kali ini tepat. Jade bisa merasakan bahwa gadis itu masih keberatan lalu segera merangkulnya.

"Masih keberatan ya? Apa cintamu kepadanya udah begitu dalam, hmm?" ujar Jade memegang kedua pipi gadis itu sembari merapatkan dahinya pada dahi Ivory lalu menatapnya lekat, membuat gadis itu merasakan aura panas pada pipinya yang menjalar hingga ke dalam sanubarinya dan membuatnya kembali berdentum hebat. Ivory segera menggelengkan kepalanya ketika bayangan Robin dan Chelsea kembali menghantuinya dan tersenyum kecil kepada pria tersebut lalu mengikuti langkah kaki Jade yang perlahan membawanya menjauh. Jade segera menghubungi kontak pemilik sebuah rumah kecil yang sedikit terpencil dan jauh dari perkotaan, bahkan rumah tersebut terlihat sedikit lebih sempit dan sederhana dibandingkan rumah tapak milik Robin. Bisa dikatakan rumah tersebut terlihat sedikit mirip dengan rumah Cynthia dan James yang telah didatangi oleh Ivory sebelumnya. Rumah kecil yang hanya memiliki sebuah kamar dan ruang tamu tanpa dapur.

"Mama, Ivy, kita terpaksa harus tinggal di sini dulu untuk sementara ya, kalo nanti aku udah dapat kerjaan yang lebih baik aku akan mencari rumah yang lebih besar lagi daripada ini. Kalian gak apa – apa kan?"

"Gak apa – apa Jade, mau di mana pun kalian, aku tetap akan mengikuti anak – anak mama," ujar Moniq memeluk kedua anak muda yang ia ketahui sebagai anaknya. Jade dan Ivory pun saling berpelukan haru dengan Moniq. Mungkin ini memang adalah jalan yang terbaik bagi keluarganya yang kini lebih berharga batin Ivory. Apalagi selama ini ia telah meninggalkan kedua orang tersebut dan sempat kehilangan kontak dengan mereka, ia berpikir bahwa mungkin memang ini sudah saatnya ia hidup mandiri dan kembali mendekatkan diri dengan keluarganya. Ivory dan Jade terlihat berdiskusi mengenai terapi Moniq yang mungkin tidak akan sanggup mereka biayai setelah ia berhenti bekerja, membuat Moniq merasa bersalah dan bersedih hati.

"Kalian jangan paksakan diri ya, rasanya mama gak butuh terapi itu lagi. Nih, mama udah baik – baik aja kan sekarang? Mama yakin, ingatan mama akan segera pulih kembali secara alami. Jadi kalian gak perlu pusing – pusing lagi mikirin soal biaya terapi mama. Yang penting mama sekarang gak sendirian dan tau kalo kalian adalah anak – anak mama, itu udah lebih dari cukup. Kalian mau bekerja atau kuliah, itu pilihan masing – masing dan mama hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian. Yang penting kalian tetap semangat ya. Mama juga akan tetap semangat untuk mencoba mengingat – ingat kembali semua kenangan yang pernah kita lalui, asal kalian juga rajin membantu mengingatkan mama," ujar Moniq tersenyum seraya menyemangati kedua anaknya.

"Terima kasih ma," ujar kedua sejoli itu bersamaan dan saling tersenyum menggenggam tangan satu sama lainnya.

"Lalu gimana dengan Robin nak? Apa gak masalah kita tinggalin pemuda itu begitu saja? Dia adalah pria yang baik. Mama merasa berhutang budi padanya, karna biar bagaimanapun untuk beberapa hari ini dia udah mau menampung mama di rumahnya bahkan kita udah banyak ngerepotin dia."

"Tenang aja ma, gak usah terlalu mikirin dia. Itu maunya dia untuk menampung kita dan kita gak pernah memintanya. Lagipula selama dia tinggal sendiri juga gak masalah. Dia juga bukan anak kecil lagi. Oh ya, kalian lanjutin aja dulu ngobrol – ngobrolnya, aku akan membelikan makan malam dulu untuk kalian," ujar Jade seraya meninggalkan kedua wanita tersebut.

Moniq hanya menggelengkan kepalanya melihat sikap keras kepala pemuda itu lalu setelah Jade beranjak pergi, ia segera menanyakan alasan Ivory dan Jade mengajaknya untuk meninggalkan rumah Robin dan menanyakan apakah hubungan putrinya dengan pria tersebut baik – baik saja. Ivory yang merasa terkena skakmat tidak mampu mengelak lagi dan terpaksa menjelaskan apa yang dilihatnya di pagi hari telah menyakiti hatinya, sehingga ia terpaksa memutuskan untuk meninggalkannya, namun Moniq hanya memberikan saran kepada putrinya untuk tidak terlalu menghukum kejam pria tersebut karena biar bagaimanapun pria itu telah banyak membantu mereka dan bisa jadi apa yang dilihat putrinya bukanlah seperti apa yang dipikirkannya. Moniq menyarankan putrinya untuk setidaknya meminta atau mendengarkan penjelasan dari pria tersebut terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan karena setelah pria itu kembali ke rumah, pasti ia akan kebingungan mencari keberadaan mereka. Namun Ivory yang sudah terlanjur sakit hati tidak bergeming mendengar saran yang disampaikan kepada ibunya, karena menurutnya perbuatan yang dilakukan Robin dengan wanita itu tidaklah pantas, apalagi Robin telah memiliki seorang kekasih dan Chelsea pun merupakan istri dari mantan suami Moniq. Ia sungguh tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran kedua orang itu sehingga mereka bisa melakukan hal yang tidak pantas tersebut.