Malam itu Nathan merasa dirinya bagaikan berada di surga dunia karena dikelilingi oleh dua wanita luar biasa yang tidak hanya membuat bagian dalam dirinya mabuk kepayang tapi juga membuatnya mabuk kepayang setelah ia meneguk puluhan botol alkohol yang terus disodorkan oleh kedua wanita tersebut. Cynthia segera menyerahkan lelaki itu kembali pada Chelsea setelah ia tidak berdaya dan sudah dalam keadaan tidak sadar.
"Bawalah dia pulang, aku sudah mendapatkan informasi yang kubutuhkan. Sekali lagi terima kasih atas bantuanmu."
Ivory tidak pernah menyangka bahwa ia harus bergelut dengan dunia gelap seperti ini. Andai ia bisa memutar waktu, betapa inginnya ia hidup bahagia dan sederhana tanpa harus terlibat dalam dunia yang penuh dengan drama yang begitu tidak disukainya. Dunia yang penuh dengan dendam dan kebencian serta kekejaman. Sebenarnya ia merasa jijik melihat pemandangan ketika istri pamannya harus melakukan drama yang tidak sepantasnya dihadapan psikopat itu, namun ia mengerti bahwa Cynthia melakukan itu dengan terpaksa demi untuk menyelamatkan James. Robin yang seakan bisa merasakan aura panas yang dipancarkan oleh gadis di sampingnya itu pun segera menggenggam tangan Ivory hingga membuat gadis itu tersentak dari lamunannya.
"Kamu gak apa – apa sayang? Mau pulang aja gak?"
"Hmmm…boleh. Aku udah gak nyaman di sini. Kepalaku pusing," ujar Ivory yang dijawab dengan anggukan Robin. Namun belum sempat beranjak, Mike yang baru saja tiba di bar telah menghadang pasangan tersebut.
"Oi bro…Lama nih udah gak ketemu tau – tau mau pergi aja. Hai Iv, gimana nih kabarnya? Gua seneng banget nih liat kalian yang makin hari makin mesra aja. Robin memperlakukan loe dengan baik kan?"
"Hai Mike, kabar kita baik dan Robin pada dasarnya baik kok," ujar Ivory tersenyum sinis.
"Good job bro. Kapan nih nyusul gua?" tanya Mike sembari melirik Robin.
"Doain aja. Anyway, gua udah mau cabut dulu nih. Kapan – kapan kita baru ngobrol lagi."
"Tunggu dong bro, buru – buru banget napa sih? Gak mau ketemu biduan loe itu dulu? Kalian sebenarnya lagi jalanin misi apa sih? Oh ya, gimana sih ceritanya kalian bisa kenal dengan Tuan Nathan? Belakangan ini dia sering banget ke sini bareng Chelsea sejak dia ceraikan istrinya yang katanya sakit – sakitan itu. Dia orangnya loyal banget bro, bahkan dia adalah salah satu pelanggan paling luar biasa di sini. Kadang dia bareng tamu wanita lain yang dibawanya juga dari luar. Dengar – dengar dia juga…" belum sempat Mike menyelesaikan perkataannya, ia merasa bingung dengan ekspresi wajah Robin yang seakan ingin menyampaikan sesuatu kepadanya dan mengerlingkan matanya ke samping sambil mengerucutkan kedua bibirnya seolah menyuruhnya diam dan tidak menyebutkan hal – hal aneh yang bisa membangkitkan amarah gadis itu apalagi jika itu berhubungan dengan orang tuanya.
"Lo kenapa sih Rob? Gua…"
"Bam!" terdengar suara Ivory yang tiba – tiba memukul meja lalu meninggalkan kedua pria tersebut. Api yang sudah mulai membara dalam hati segera membakar dirinya setelah mendengar pernyataan dari Mike mengenai keadaan ibunya yang sakit – sakitan dan kelakuan Nathan yang sebenarnya setelah menceraikan Moniq. Robin segera meninggalkan Mike yang sedang dalam keadaan linglung untuk menyusul Ivory.
"Brengsek! Bisa – bisanya psikopat itu hidup dengan enaknya setelah meninggalkan mama dan menguras semua aset papa. Liat aja nanti, gak akan kubiarkan dia hidup tenang! Aargghhhh!"
"Hei…hei…Ivory…Sayang…jangan tinggalin aku dong…" ujar Robin segera meraih lengan Ivory yang sedang dalam keadaan emosi.
"Lepasin Rob! Peringati temanmu itu ya, jangan pernah coba – coba untuk mengatakan mama sakit – sakitan seperti itu lagi. Kalo bukan karna orang itu, mama juga gak akan jadi begitu. Bisa – bisanya orang lain masih berpikiran kalo pria itu baik setelah apa yang dilakukannya terhadap keluarga kami?" ujar Ivory emosi dengan mata yang sudah berkaca – kaca.
"Tenang dulu sayang, Mike beneran gak tau kalo yang dibicarakannya itu adalah mama kamu. Aku akan cari waktu untuk jelasin ke dia oke? Sekarang kamu tenangin diri dulu, kita pulang, ya?" ujar Robin mencium kening dan memeluk gadis itu untuk menenangkanya seraya mengelus manja kepala gadis itu.
Malam itu juga Robin segera mengecek saldo rekeningnya untuk mengetahui apakah Chelsea sudah menyelesaikan tugasnya, namun Chelsea sepertinya sudah mengingkari janjinya dan tidak mentransferkan seluruh uang yang telah didapatnya dari rekening Nathan hingga membuatnya begitu emosi lalu kembali menghubungi wanita itu.
"Halo Chelsea, mana uang Nathan yang kamu janjikan untuk transfer?" tanya Robin dengan intonasi yang meninggi membuat Ivory yang belum bisa tertidur lantas penasaran dan menguping pembicaraan pria tersebut.
"Robinku sayang…sabar dong, bukankah kita masih ada perjanjian lainnya? Kamu temani aku berkencan sehari semalam lalu aku akan mengirimkan semuanya itu padamu. Besok. Kamu yang tentukan tempatnya bukan?"
"Sial! Kenapa harus besok sih? Aku belum punya waktu kalo besok. Lagian apa kamu gak bisa transferkan uang itu terlebih dulu?"
"No…honey, aku maunya kita berkencan dulu besok, lalu aku akan segera mentransfernya setelah jam kencan kita berakhir. Ok? Nite honey. Aku udah gak sabar menunggu besok loh," ujar wanita itu seraya mengirimkan kecupan virtual yang membuat Robin merinding dan tidak merasa nyaman.
"Sial, apa yang harus kukatakan pada Ivory besok? Aku harus beralasan apa?" gumam Robin sembari menggarukkan kepalanya bingung.
Ivory segera kembali ke kamarnya karena takut pria tersebut akan memergokinya yang telah menguping pembicaraannya di telepon dengan wanita yang menurutnya adalah istri baru Nathan yang ditemuinya di bar dan merasa penasaran dengan apa yang didengarnya barusan.
"Sebenarnya uang apa yang dimaksud oleh Robin untuk dikirimkan kepadanya? Jika itu adalah uang hasil penggadaian rumah papa dan perusahaannya lalu kenapa Robin gak menyuruh wanita itu untuk mentransferkan uang tersebut langsung kepadaku? Apa sebenarnya rencana Robin? Lalu, kenapa Robin tadi keliatan begitu kebingungan untuk mencari alasan kepadaku besok? Dia sebenarnya mau ke mana sih dengan wanita itu? Sepertinya aku harus meminta Jade untuk membawaku besok."
Pagi itu Ivory sengaja bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan dan segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh Moniq, serta menitipkannya foto – foto keluarga yang telah diambilnya kemarin.
"Ma, aku hari ini mungkin agak telat pulang. Ini ada beberapa makanan mama juga yang udah kusiapkan. Kalo ada apa – apa, mama hubungi aku dengan ponsel yang baru kubeli untuk mama ini ya. Dan ini adalah foto keluarga kita ma. Ini Paman James, kakak angkatnya papa, lalu ini papa, ini kakek, ayahnya mama, tapi sayangnya kakek udah meninggal juga ma. Tapi mama gak perlu khawatir karna mama masih punya aku di sini. Setelah pulang nanti aku akan temani mama lagi oke? Selama kami gak di rumah mama hati – hati ya dan jangan ke mana – mana," ujar Ivory kepada Moniq yang sudah bangun dari tidurnya. Moniq hanya mengangguk kecil dan memeluk putrinya untuk pertama kalinya, hingga membuat Ivory terharu. Setelah sekian lama akhirnya Moniq kembali memeluknya. Ia pun membalas pelukan hangat dari ibunya yang membuat air matanya telah jatuh menetes.
"Kenapa kamu menangis nak?"
"Nggak apa – apa ma, aku cuma terharu aja. Rasanya udah begitu lama kita gak pernah begini."
"Sama – sama sayang, kamu itu anak yang baik. Meskipun mama belum ingat, tapi entah kenapa mama merasa begitu sayang sama kamu. Kamu nanti di luar hati – hati ya, mama bisa jaga diri kok," ujar Moniq seraya mengelus pipi putrinya. Jade yang sudah bersiap – siap hendak memanggil Ivory tanpa sengaja melihat pemandangan tersebut dari sisi pintu kamar yang tidak tertutup rapat membuatnya ikut terhanyut dalam suasana haru tersebut hingga membuatnya enggan untuk mengetuk pintu dan memilih untuk tidak merusak suasana. Setelah Ivory selesai dengan drama tangisannya, ia pun mengirimkan pesan kepada Jade untuk tetap standby dan berpura – pura untuk tertidur pulas. Sesuai rencana, Ivory sengaja mengunci pintu kamarnya untuk mengelabui Robin agar berpikir bahwa ia masih tertidur pulas. Tidak berapa lama kemudian ia mendengar derap langkah kaki yang bersahut – sahutan dan pintu masuk yang ditutup. Tidak berapa lama kemudian, ia telah menerima pesan dari pria itu yang mengatakan bahwa Mr. Franklyn mengutusnya untuk menghadiri pertemuan penting dengan seorang kolega dan memintanya untuk menyusun dan menyortir laporan rekapitulasi debitur baru yang sudah menumpuk di ruangannya selama ia tidak sedang berada di tempat.
Sesuai janji yang telah dibuat, Robin segera menentukan tempat di mana wanita tersebut bisa menemuinya. Tidak mau kalah, setelah Robin beranjak pergi, Ivory pun segera menghampiri dan meminta Jade untuk segera mengikuti motor kekasihnya.
"Memangnya kenapa kamu harus mengikuti dia segala sih? Bukankah kamu begitu percaya dengan kekasihmu itu?"
"Gak usah bawel deh. Turuti saja. Ayo cepat, jangan sampai ketinggalan jejak."
Jade yang sudah tidak mempunyai pilihan lain langsung meluncur dengan motor bututnya mengikuti Robin. Tempat yang dituju ternyata merupakan sebuah taman yang pernah dikunjungi oleh dirinya dan Jade sebelumnya. Melihat taman tersebut, ingatan Ivory akan kenangannya bersama pria yang sedang berdiri di sampingnya kembali mencuat di benaknya. Ia masih ingat betapa bahagia dirinya kala itu, hidup sebagai seorang gadis remaja yang tidak dipenuhi oleh segala kemelut hidup yang begitu pahit dan hanya ditemani oleh canda tawa dari seorang pria muda yang masih menjadi kakaknya dan ia tidak perlu memusingkan kepalanya dengan urusan perasaan yang seakan tidak ada obatnya dan tidak ada ujungnya.
"Apa kamu masih ingat dengan kenangan kita di tempat ini?"
"Ya. Trus kenapa?"
"Apa kamu gak kangen dengan masa – masa itu?"
"Jadi pada saat itu, perasaanmu pun udah tumbuh?" Ivory tidak ingin membalas pertanyaan pria itu dan lebih memilih untuk membalasnya dengan pertanyaan lain.
"Tentu saja. Bahkan jauh sebelum itu. Udah begitu lama namun aku baru menyadarinya ketika kamu udah mulai tumbuh remaja."
Tidak berapa lama kemudian, Chelsea yang sudah berpakaian begitu anggun hingga menampilkan bentuk lekuk tubuhnya segera menghampiri Robin yang sudah menunggu di taman dan bersikap manja bahkan segera menyatukan bibirnya pada pria itu. Pemandangan tersebut tentu saja membuat tubuh Ivory menegang dan bergetar. Rasanya ia masih belum percaya pada apa yang dilihatnya. Ia segera menutup mulutnya dengan tatapan tidak percaya bahwa wanita itu mencumbu kekasihnya begitu mesra, meskipun Robin terlihat sedikit tidak nyaman dan berusaha untuk menyingkirkan wanita itu, akan tetapi wanita itu terlihat begitu agresif seakan dirinya telah memiliki Robin untuk waktu yang begitu lamanya. Jade segera menggenggam tangan gadis yang sudah mengepal itu untuk menenangkannya.
"Kalo kamu gak tahan melihatnya, aku akan membawamu pulang sekarang juga. Seenggaknya sekarang kamu udah tau siapa sebenarnya kekasihmu itu bukan?" Tanya jade geram.
Ivory tidak mampu membuka mulutnya lagi untuk membalas perkataan Jade. Baru saja hatinya sedikit terobati dengan keadaan Moniq yang berangsur – angsur membaik meskipun ingatannya belum pulih dan rasa sakit hatinya terhadap Nathan belum terbalaskan, kini hatinya kembali dicabik – cabik oleh sang kekasih yang dipikirnya telah mengkhianati dirinya dan telah membohongi dirinya. Perlahan – lahan sekujur tubuhnya terasa panas dan tangisan akan rasa sakit yang terus menembus hati hingga ke dalam tulang rusuknya semakin mendalam hingga akhirnya ia tidak kuasa lagi menahan rasa sakit tersebut dan membuat kedua bola matanya telah dipenuhi oleh genangan air. Jade segera mendekap gadis itu dan membenamkan wajahnya di dadanya agar gadis itu tidak perlu lagi melihat pemandangan yang begitu memilukan hati. Jade segera membawa Ivory menyingkir dari tempat tersebut dan membawanya kembali mengunjungi pantai gubuk rahasia cinta, tempat gadis tersebut biasanya melampiaskan segala perasaannya. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk mencapai tempat tersebut. Ivory yang sedari tadi merasa gundah dan kalut merasa kaget melihat pemandangan sekitarnya yang tidak asing baginya.
"Untuk apa kamu membawaku ke sini lagi Jade?"
"Berteriaklah sekencang – kencangnya di sini tanpa perlu kamu tahan – tahan lagi atau kamu akan merasa lebih sakit lagi nantinya. Ayo, segera lakukan sekarang juga!"
Ivory yang memang sudah tidak mampu menahan segala rasa sakit dan kekecewaaannya akan kehidupan yang telah memenuhi rongga dadanya akhirnya menuruti saran pria tersebut. Ia segera meneriakkan seluruh isi dari rongga dadanya melewati kerongkongan lalu akhirnya keluar melalui mulutnya dan dibuangnya keluar dalam bentuk teriakan yang terdengar begitu histeris dan memilukan. Ia benar – benar tidak mengerti mengapa dunia begitu tidak adil, seakan terus mempermainkannya dan merasa bahwa selama ini ia telah menjadi seorang gadis yang begitu bodoh dan naif. Gadis bodoh yang hanya berusaha terlihat tegar di luar tapi ternyata begitu rapuh di dalam, begitu naifnya hingga menganggap semua orang bisa dipercayainya tanpa pernah ia ketahui bagaimana wujud asli dari dunia ini.