Ia segera membesarkan bola matanya untuk melihat lebih jelas benda kecil yang terbuat dari bahan stainless steel dan bergerigi dalam genggaman tangan gadis itu, namun Ivory yang segera menyadari akan hal tersebut dan segera menyimpan tangannya dibalik punggung mengingat kesepakatannya dengan Robin mengenai rencana pembalasan mereka agar tidak diketahui oleh Jade terlebih dahulu.
"Dari mana kamu dapat kunci itu Iv?"
"Siapa bilang ini kunci? Ini hanya benda kecil biasa."
"Kamu bohong! Aku gak mungkin salah lihat dan sangat ingat betul kunci apa itu. Coba berikan padaku," ujar Jade kesal karena gadis itu sepertinya tidak berkenan untuk memberikan kunci itu kepadanya hingga akhirnya ia harus memaksa untuk mengambil kunci dan insiden perebutan kunci tersebut membuat mereka sempat berperang hingga akhirnya terjatuh dan Jade tanpa sengaja menindih tubuh gadis itu di bawah tubuhnya serta membuat bibir mereka menyatu untuk sesaat. Entah mengapa, Ivory selalu tidak sanggup untuk menyingkirkan kedua bola matanya dari mata sayu berwarna abu milik Jade setiap kali pria tersebut memandangnya lekat, begitu juga dengan Jade. Debaran jantung di rongga dada keduanya seakan saling berpacu dan berdentum kuat mengiringi sorotan sinar mata mereka yang seakan tidak mampu untuk mengikuti ritme lagi. Jade yang sudah begitu lama merindukan sosok gadis itu seakan sudah tidak mampu menahan hasratnya untuk melampiaskan rasa rindunya pada gadis itu, membuatnya tidak mampu melepaskan bibirnya dari bibir gadis itu dan ingin menyatukannya lebih dalam lagi seakan ia ingin meminta lebih karena itu tidak terasa cukup baginya untuk melepaskan rasa rindunya yang begitu mendalam, namun gejolak batin Ivory seakan berusaha keras untuk menentang keras dan melawan hasrat tersebut meskipun ada suatu kebimbangan dalam batinnya yang takut akan menyakiti hati pria itu lagi namun kemunculan bayangan Robin yang selama ini telah begitu banyak berkorban dan menyayanginya berhasil membuatnya menguasai dirinya kembali. Ketika Jade hendak kembali menyatukan bibirnya pada gadis itu, kedua tangan Ivory sudah mendorongnya kuat dan menyingkirkan tubuh Jade yang kini terlihat lebih kurus. Bahkan kunci yang sebelumnya berada dalam genggaman Ivory pun telah berhasil berpindah ke dalam genggaman tangan Jade.
"Jangan pernah berpikir untuk melakukan hal itu padaku lagi Jade, atau kamu akan merasakan kepalan tanganku yang keras lagi di wajahmu," ujar Ivory ketus.
"Seribu kepalan tangan darimu pun akan kuterima. Aku…hanya ingin mengetuk pintu hatimu Iv. Tapi entah mengapa aku bisa merasakan bahwa jauh di dalam lubuk hatimu, kamu pun udah mulai merasakan ketukan itu dan sebenarnya ingin membukakannya untukku bukan? Aku hanya ingin kamu jujur terhadap perasaanmu sendiri Iv. Aku bisa merasakan itu. Tapi kalo kamu menyuruhku untuk berhenti atau menanyakan alasanku kenapa harus memilihmu, maka aku mungkin gak akan pernah bisa memberikan jawabannya. Hanya saja aku gak ngerti kenapa kamu harus memilih pria itu? Apa kamu tau betapa sakitnya hatiku setiap kali melihatmu ketika bersamanya?" Jade seakan memprotes seraya meraih tangan gadis itu.
"Lepaskan tanganku Jade, aku gak mau sampai Robin melihatnya lalu salah paham denganku. Lagipula, tau apa kamu soal perasaanku? Kalo memang kamu merasa sakit hati, itu akan lebih bagus. Dengan begitu kamu bisa belajar untuk mengikhlaskan dan melupakanku. Apalagi sekarang aku pun udah jadi milik orang lain, jadi buanglah keinginanmu untuk memilikiku. Buanglah aku jauh – jauh dari hati dan pikiranmu. Kita juga gak akan mungkin pernah bisa bersatu karna kita adalah..."
"Apa? Saudara tiri? Apa kamu lupa bahwa orang itu udah menceraikan mamamu? Kita sekarang udah gak punya ikatan persaudaraan apapun lagi, dan kamu pun gak bisa melarangku untuk tetap mencintaimu. Mungkin sekarang kamu belum bisa menerimaku, tapi aku yakin suatu hari aku pasti bisa mengetuk pintu hatimu hingga kamu membukanya untukku."
"Sudahlah Jade, pergilah dari sini sebelum Robin melihat kita dan tolong kembalikan kunci itu padaku, itu titipan pamanku untuk ayahku," ujar Ivory ingin merebut kunci tersebut dari tangan Jade namun ia tidak mampu menyaingi kecepatan pria yang segera mengangkat tangannya agar gadis itu tidak dapat meraih kunci tersebut dan entah bagaimana Jade sudah memeluk gadis itu.
"Kumohon, untuk sesaat saja. Aku begitu merindukanmu Iv, udah dua tahun lebih aku gak bisa menemuimu bahkan untuk sekedar melepaskan rindu ini pun aku gak bisa. Aku hampir menjadi gila karna harus menahan gejolak perasaanku ketika kamu meninggalkan mama dan aku di sana. Aku gak bisa berhenti memikirkanmu sedetikpun. Sejak kamu pergi, yang kupikirkan hanyalah kamu yang entah menghilang ke mana. Aku terus berusaha mencarimu ke mana – mana tapi tetap gak bisa menemukanmu dan apa kamu tau, yang lebih menyakitkan lagi saat aku mengetahui bahwa kamu udah memilih untuk menjadi milik orang lain. Hal itu membuatku begitu sakit Iv. Aku bisa gila rasanya kalo kamu terus menyiksaku seperti ini."
Jade terus memaksa untuk memeluk Ivory meskipun gadis itu sudah menolaknya. Kerinduan yang telah ditahannya begitu lama yang kini terasa bagaikan candu yang membuatnya begitu menderita hingga tak mampu mengontrol dirinya lagi dan membuatnya tidak mampu untuk melepaskan tubuh kecil gadis itu. Ivory segera menggunakan siku tangannya untuk menyikut ke belakang hingga membuat pria itu jatuh tersungkur. Jade segera memegang bagian ulu hatinya yang terasa sakit akibat serangan mendadak gadis itu. Ivory tiba – tiba merasa kaget atas serangan yang refleks dilakukannya, membuatnya merasa bersalah dan membantu pria itu untuk berdiri kembali seraya meminta maaf padanya.
"Aku minta maaf Jade, aku gak sengaja. Sebelum Robin mengetahui akan hal ini kumohon padamu segeralah pergi dari sini. Aku benar – benar gak mau kesalahpahaman terjadi. Please...Jade, kalo kamu memang begitu menyayangiku biarkanlah aku bahagia dengannya," ujar Ivory segera memalingkan wajahnya tidak ingin pria tersebut melihatnya lagi atau melihat dirinya yang bagaikan sedang merasakan panas dan dinginnya api cinta. Tidak peduli seberapa kuatnya ia berusaha untuk membenci dan memandang Jade sebagai musuh atau orang yang ingin dihancurkannya dengan ayahnya yang bagaikan psikopat itu, namun entah mengapa hatinya tidak mampu melampaui batas itu, seakan ada sesuatu yang ia tidak pernah mengerti tertanam dalam sanubarinya yang membuatnya selalu lemah setiap kali berada dihadapannya. Jade yang mendengar ucapan gadis itu hanya menatapnya lekat dengan ratapan sedih dan penuh kekecewaan, namun Jade tidak mampu membuka mulutnya lagi untuk sekedar berkata – kata. Hatinya yang merasa pilu membuatnya seakan ingin menenggelamkan dirinya dalam lautan paling dalam dan menghilang dari hadapan gadis itu. Seketika ia menatap kunci yang telah direbutnya sedari tadi dari tangan gadis itu.
"Untuk apa kunci ruang pribadi orang itu di rumah lamaku ini Iv?" tanya Jade penasaran seraya menunjukkan kunci itu agar Ivory bisa melihatnya dengan jelas ketika ia memalingkan wajahnya melihat Jade dan benar saja, Ivory segera melihat kunci yang sedang dipegangnya lalu hendak merebutnya namun Jade kembali menyelundupkannya.
"Kasih tau aku dulu apa hubunganmu dengan kunci rumahku ini. Dan dari mana kamu bisa mendapatkan kunci ini? Apa rencanamu? Apakah ini ide dari pria itu juga?"
"Memangnya apa pedulimu? Kita bukan siapa – siapa lagi kan?" ujar Ivory kembali memalingkan wajahnya.
"Kamu masih menanyakanku apa peduliku? Kamu pikir kalo sampai sesuatu terjadi padamu apa aku masih bisa memaafkan diriku dan bertahan hidup? Dan apa kamu pikir aku akan membiarkanmu berada di tempat berbahaya itu sendirian? Kalo sampai sesuatu terjadi padamu bagaimana? Kenapa sampai sekarang kamu masih juga belum mengerti kalo kamu itu sangat berharga bagiku Ivy?" ujar Jade seraya menarik kedua bahu Ivory untuk memalingkan wajah gadis itu dengan matanya yang membelalak dan mulai berkaca – kaca karena emosinya yang sudah mulai memuncak.
"Sedang apa kamu di sini brengsek! Kamu masih juga mencoba untuk menggoda kekasihku?"
"Buk!" Robin yang baru saja kembali dari luar setelah menerima panggilan penting dari kantornya segera menuju ke kamar Ivory untuk menjemputnya namun ketika ia mendengar suara keributan di dalam kamar tersebut membuatnya segera melihat keadaan dan langsung menyangka bahwa Jade telah berusaha menggoda gadis itu hingga membuat tensinya memuncak dan segera memukul Jade. Ivory segera memisahkan kedua pria tersebut dan terlihat berusaha menjelaskan mengenai kesalahpahaman yang telah dilihat oleh Robin.
"Udah Rob, cukup, kita selesaikan di luar. Aku gak ingin keributan kita jadi mengganggu mama yang lagi beristirahat. Dia melihat kunci yang dititipkan oleh paman pada papa, dan menurutnya itu adalah kunci rumah lamanya. Kamu coba baca surat ini. Ini surat yang dituliskan oleh pamanku untuk papa. Di sini paman menyebutkan untuk memasuki rumah itu, kita harus membawa Jade untuk menjadi penuntun karna selama ini kita juga gak tau kan rumah mereka di mana. Tapi karna tadi aku bersikeras untuk gak mau ngasih tau dia tentang rencana kita jadi kami sempat berselisih karna dia ingin bergabung dalam misi kita. Kalo paman udah menyebutkan hal tersebut dalam surat maka kita hanya bisa mengikuti sarannya bukan? Mungkin kita memang harus melibatkan dia dalam misi kita kali ini, apa lagi yang akan kita hadapi ini ayahnya. Jadi pasti kurang lebih dia yang lebih mengenal karakter dan kelemahan ayahnya. Siapa tau dia bisa membantu memperlancar misi kita kali ini. Gimana? Setuju gak?"
"Ya sudah kalo begitu, aku akan menuruti permintaan ratuku, karna ini juga adalah pesan dari pamanmu bukan? Tapi awas aja kalo sekali lagi kupergoki kamu macam – macam lagi sama kekasihku. Aku gak akan segan – segan untuk melakukan yang lebih lagi dari tadi!"
"Dan kamu pikir aku takut pada ancamanmu?" Tanya Jade menantang, membuat Robin kembali geram namun Ivory terus menahan dan menarik lengannya agar pria itu tidak meneruskan hawa nafsunya untuk menghantam Jade.
"Sayang, udah ya, jangan dilanjutkan lagi. Ngomong – ngomong tadi kamu mau mencariku ya? Ada apa?"
"Seperti biasa Iv, kasus debitur baru kita lagi. Ayo, sekarang kamu ikut aku. Setelah kita selesai aku akan menghubungi Bibi Cynthia untuk memulai misi kita. Dan kamu cukup mengikuti kami saja," ujar Robin seraya memutarkan bola matanya melihat sinis ke arah Jade.
Ivory hanya menggelengkan kepala melihat kedua pria yang tidak pernah bisa akur bagaikan air dan minyak yang takkan pernah bisa bersatu itu.