Baru saja gadis itu hendak melangkahkan kakinya berjalan memasuki koridor rumah sakit, Robin sudah menarik pergelangan tangan gadis itu dan memintanya untuk mengikutinya.
"Iv, mamamu masih beristirahat dan seperti anjuran dokter tadi pagi, ada baiknya kita gak terlalu memforsirnya dulu untuk mengingat kembali semuanya. Untuk saat ini, biarkan Jade yang menjaga beliau dulu, karna ada satu hal yang lebih penting untuk kita selidiki. Apa kamu masih ingat kata – kataku kemarin kalo aku mau membawamu ke suatu tempat? Karna kondisi yang gak memungkinkan saat itu aku gak bisa memenuhi janjiku, tapi hari ini juga aku ingin segera membawamu ke sana karna aku merasa ini bakal jadi petunjuk serta senjata bagi kita untuk menyerang psikopat itu. Kamu masih mau menjalankan misi itu bukan?" Tanya Robin yang dijawab dengan anggukan gadis itu.
"Kalo begitu sebaiknya kita segera bergegas. Udah dua hari semalam kita di sini, jadi sekarang kita kembali dulu ke rumah, berberes dan kita segera ke lokasi itu. Satu hal lagi, ada baiknya Jade gak perlu tau dulu soal ini. Kita gak pernah tau pasti apakah dia bekerjasama dengan ayahnya sendiri sehingga ia ayahny sengaja meninggalkan dia sendirian bersama dengan ibumu untuk jadi mata – mata atau dia memang benar – benar tulus menolong kalian."
Ivory tercengang seketika mendengar pernyataan Robin namun ia kembali mengangguk setuju. Kesibukannya benar – benar telah hampir membuatnya lupa bahwa ia masih mempunyai sebuah misi khusus untuk membalaskan dendamnya terhadap orang yang disebutnya sebagai psikopat yang telah memporak porandakan keluarganya, meskipun ada satu hal yang masih mengganjal di hatinya. Entah mengapa jauh di dalam lubuk hatinya ia masih ingin sekali mempercayai pria itu sekali lagi. Apalagi selama Moniq jatuh sakit, hanya pria itulah yang menolong ibunya, namun ia tidak memungkiri pernyataan Robin untuk tetap waspada terhadap Jade, karena memang tidak menutup kemungkinan adanya kerjasama yang dilakukan oleh pria itu dengan ayahnya. Tanpa berpikir panjang lagi, Ivory hanya mengikuti Robin yang bagaikan supir pribadi yang siap membawanya ke manapun, hingga mereka akhirnya tiba di sebuah tempat yang berlokasi di dalam suburban kecil yang berada cukup jauh dari kota.
"Ini tempat siapa Rob?"
"Ikut aja sayang. Nanti kamu akan tau sendiri," ujar Robin tersenyum dan menggandeng tangan kekasihnya seraya berjalan memasuki sebuah gang kecil ke sebuah rumah mini yang berada dibagian paling ujung gang tersebut. Terlihat Robin sedang memegang ponselnya lalu melihat ke depan gang kemudian ke sepanjang jalanan gang tersebut hingga ke depan pintu tempat ia berdiri sekarang. Titik yang tertera di layar ponselnya menunjukkan bahwa mereka telah berada di titik yang sesuai. Tanpa keraguan lagi, ia segera mengetuk pintu kayu yang terlihat kusam dan penuh bercak di hadapannya untuk beberapa saat. Seorang wanita paruh baya berambut hitam dan bermata kecil dengan hidungnya yang mancung namun berwajah oriental terlihat ketika pintu tersebut baru dibukanya. Penampilan wanita itu tidak menyolok dan hanya terlihat sebagai seorang wanita rumah tangga biasa namun wajahnya yang masih berparas cantik begitu menonjolkan sisi kelembutan dan keanggunannya. Ketika melihat wajah wanita tersebut, Ivory merasa begitu terperanjat dan memegang bibirnya yang sudah terbuka menganga seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya.
"Ini…ini kan," gumam Ivory membelalakkan matanya membuat pria yang berdiri di sampingnya tercengang. Ia ingin menanyakan apa gerangan yang membuat ekspresi wajah kekasihnya itu begitu kaget namun wanita itu sudah lebih dulu menyapa mereka.
"Selamat siang, anda siapa ya?" ujar wanita dari balik daun pintu seraya memicingkan mata dan menatap curiga kedua tamunya yang berpenampilan bagaikan detektif itu.
"Selamat siang. Saya Robin dan ini kekasih saya Ivory. Mohon maaf sebelumnya saya ingin bertanya, apakah benar ini adalah tempat kediaman James Wand? Apakah anda mengenalnya?"
Mendengar pernyataan Robin tersebut membuat wanita itu begitu terperanjat hingga matanya membesar sesaat.
"Maaf anda salah alamat, tolong segera pergi dari sini," ujar wanita itu segera menutup daun pintu namun Robin berhasil menahan pintu tersebut dan memasuki rumah tersebut bersama dengan kekasihnya, seperti detektif yang hendak menyelidiki suatu kasus.
Setelah memasuki rumah yang tidak begitu luas dan terlihat sederhana tersebut, Ivory segera menyeringai dan menatap keliling rumah tersebut seakan ia sedang menyelidiki sesuatu. Ruangan tersebut hanya terdiri dari sebuah ruang tamu yang tidak begitu luas dengan sebuah kamar di sebelah kanan dan sebuah dapur yang langsung terlihat di hadapan mereka, menandakan bahwa rumah petak tersebut berukuran tidak luas namun masih cukup untuk ditempati dua orang, apalagi rumah tersebut pun tidak dipenuhi dengan berbagai furnitur. Benar – benar sederhana batinnya. Tiba – tiba sebuah foto yang terpajang di ruangan tersebut seakan menarik perhatian gadis itu bagaikan sebuah magnet yang membuatnya terus berjalan memasuki ruangan tanpa aba – aba lalu memandang lekat pada foto seorang pria muda yang sedang merangkul wanita tersebut dengan senyuman bahagia dengan toga yang menyelimuti tubuh mereka. Diperkirakan foto yang dilihatnya diambil ketika mereka berusia sama dengannya. Ia begitu yakin bahwa pria tersebut adalah orang yang selama ini telah dicarinya, namun ia tidak pernah mendengar pamannya atau ayahnya pernah menceritakan perihal wanita yang baru pertama kali ditemuinya ini. Di samping foto tersebut, terdapat lagi sebuah foto pernikahan wanita itu, namun pria yang memakai baju pengantin di sebelah wanita itu terlihat sedang duduk di sebuah kursi roda dan berwajah cacat persis seperti pria paruh baya yang pernah dilihatnya sebelumnya. Ivory segera melihat ke bagian bawah foto yang bertuliskan nama 'The Wedding of James & Cynthia'. Wanita yang hampir terjatuh ketika Robin memaksa untuk mendorong pintu masuk dan membuatnya hampir tersungkur itu segera berdiri tegak dan berseru kepada kedua orang yang telah begitu lancang memasuki rumahnya tanpa izin.
"Kalian ini sebenarnya siapa sih? Kenapa dengan seenaknya saja kalian memasuki rumahku? Apa mau kalian?" celetuk wanita itu.
"Bibi, tolong jelaskan kepadaku, apakah benar pria dalam foto ini bernama James Wand? Aku butuh penjelasan dari bibi, saat ini aku benar – benar membutuhkan bantuanmu Bi, kumohon," ujar Ivory memelas dengan wajah yang terlihat begitu menyedihkan seraya berlutut memohon kepada wanita itu, membuatnya akhirnya merasa luluh dan iba kemudian segera mengangkat tubuh Ivory tidak tega.
"Berdirilah, kamu gak perlu sampai segitunya. Aku bukanlah siapa – siapa yang harus kamu mohon – mohon seperti ini. Berdiri dan duduklah. Aku akan mengambilkan minum dulu untuk kalian dan kita akan membahasnya setelah ini."
Keheningan terjadi sesaat setelah wanita itu duduk mempersilahkan Robin dan Ivory mencicipi sedikit cemilan dan minuman yang telah disediakannya.
"Perkenalkan, namaku Cynthia. Jadi, tujuan kalian ke sini apa? Apa yang harus kujelaskan kepada kalian, anak muda?"
"Jadi begini Bi, sebelumnya kami minta maaf karna udah buat kekacauan di rumah bibi. Kedatangan kami ke sini ingin menanyakan perihal pamanku, James Wand, pria yang ada di foto bibi tersebut. Apakah beliau benar – benar James Wand yang kumaksud seperti dalam foto ini?" tanya Ivory seraya menyodorkan selembar foto yang telah diambilnya dari gubuk kecil milik James.
"Benar. Gak salah lagi. Memang dia orangnya."
"Astaga…jadi…ini…ini gak mungkin Rob…dugaanku selama ini…" ujar Ivory meremas tangan Robin untuk sedikit meredakan rasa tegangnya.
"Kita dengarkan dulu penjelasan dari beliau agar kita bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada pamanmu," ujar Robin berusaha menenangkan Ivory kemudian ia meminta kepada Cynthia untuk menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi terhadap James hingga ia menjadi cacat seperti yang ada dalam foto pernikahannya tersebut dan menanyakan keberadaannya sekarang.
"Sebenarnya aku udah mau menutup rapat cerita ini karna ini adalah permintaan terakhir James sebelum ia tiba – tiba menghilang tanpa sebab."
Cynthia tidak pernah menyangka bahwa kepulangannya kembali ke Australia untuk menjadi seorang dosen mata kuliah bahasa asing akan mempertemukannya kembali dengan pria yang pernah mengisi relung hatinya. Pria yang pernah menjadi teman kuliahnya dan pernah menjalin hubungan dengan wanita ini sempat menjalin hubungan namun sayangnya hubungan tersebut harus kandas ditengah jalan tatkala orang tuanya memintanya untuk kembali ke Shanghai agar bisa menjodohkannya dengan pria pilihan orang tuanya. Sejak saat itu, ia tidak pernah diizinkan untuk berhubungan ataupun berkomunikasi lagi dengan pria itu namun ia tidak pernah mampu menghapus semua kenangan yang pernah mereka lalui dan membuatnya masih menyimpan satu – satunya foto ketika mereka berwisuda dan berbahagia untuk yang terakhir kalinya dan setelahnya ia harus kembali ke rumah orang tuanya lalu menetap di Shanghai untuk waktu yang cukup lama dan menikah dengan pria pilihan orang tuanya namun sayangnya takdir berkata lain karena ia harus kehilangan calon suaminya yang mengalami kecelakaan tragis sebulan sebelum hari pernikahannya. Hal tersebut membuatnya cukup depresi hingga ia memutuskan untuk melamar pekerjaan menjadi dosen di salah satu universitas mancanegara hingga akhirnya universitas tempatnya dulu berkuliah menerimanya, namun siapa sangka hari itu ia kembali dipertemukan dengan seorang pria yang sedang tertatih – tatih dalam keadaan pincang di pinggir jalan sekitar tempatnya mengajar. Ia begitu terperanjat ketika ia melihat wajah pria yang tidak asing itu, begitu juga dengan pria tersebut. Akhirnya mereka saling menyadari bahwa mereka adalah dua orang mantan yang pernah menjalin hubungan dan akhirnya terpisahkan.
Tak mampu bercerita banyak, James yang tatkala itu sedang dalam keadaan sekarat meminta bantuan Cynthia untuk menolongnya dan membawanya pergi jauh dari tempat tersebut. Segera Cynthia membawa James untuk tinggal di mess penginapan yang berada tidak jauh dari lokasi tempatnya mengajar. James menceritakan bahwa ia dan keluarganya telah ditipu oleh seorang psikopat bernama Nathanael Lodrick, pria yang merupakan sepupu adik angkatnya, Enrique. Pria tersebut berusaha mengincar seluruh harta kekayaan yang dimiliki oleh keluarga Smith yang menurutnya merupakan milik ibunya, apalagi James pernah membuat ibunya terjerat hukuman mati atas segala perbuatan criminal yang pernah dilakukannya terhadap Enrique dan keluarganya, membuat Nathan menyusun rencana untuk menangkap James terlebih dahulu di sebuah goa yang berada di luar pulau. Ia telah membuat alibi untuk mengelabui seluruh keluarga Smith dan dunia seolah – olah James sudah meninggal dalam kecelakaan namun ternyata ia disekap dan disiksa habis – habisan oleh Nathan. Psikopat itu sengaja mematahkan kedua lutut kaki James agar ia tidak bisa melarikan diri darinya dan bisa menuruti semua keinginannya termasuk mendapatkan akses untuk menguasai semua yang diinginkannya. Itulah awal bagaimana James menjadi cacat dan tidak mampu lagi untuk kembali ke keluarganya, namun ia sempat mengalami koma untuk beberapa waktu lamanya karena kondisinya yang sempat kritis dan Nathan yang tidak ingin kehilangan tambang emasnya segera menyembunyikannya di suatu tempat dan menahannya serta menyuruh anak buahnya untuk merawat lukanya. Sesuai yang diharapkannya, James sempat menyadarkan diri namun ketika komplotan tersebut lengah, James berhasil melarikan diri dan itulah awal pertemuan mereka kembali. Melihat keadaan James yang cukup kritis ia segera melarikan James ke rumah sakit untuk memberikan pengobatan yang memadai. Pertemuan tersebut membangkitkan kembali benih – benih cinta mereka yang pernah tumbuh dihati hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah dengan pemberkatan dan saksi seadanya lalu mereka tinggal di rumah kecil tersebut berharap Nathan tidak akan pernah bisa menemukannya lagi. James yang sempat teringat akan rumah tapak yang pernah ditempatinya akhirnya memutuskan untuk menjualnya agar ia bisa menggunakan uang tersebut untuk mengoperasi kaki dan wajahnya dengan harapan ia bisa segera menemui kembali keluarganya. Namun sayangnya, karena ketidakhati – hatian mereka, Nathan berhasil menemukan keberadaan James dan segera menangkapnya kembali ketika ia sedang membawa James untuk berkeliling kota dengan kursi rodanya sebelum operasi besar yang telah dijadwalkan dilaksanakan kala itu. Peluh dan air mata yang sudah hampir mengering pun sudah tidak mampu lagi mengobati rasa kecewa dan putus asanya sejak ia kembali kehilangan sosok suami yang begitu dicintainya. Membuatnya berpikir bahwa ia mungkin telah dibunuh oleh psikopat itu.
Keadaan hening segera berubah menjadi tangisan haru yang pecah dari kedua wanita itu. Mereka saling berpelukan satu sama lainnya menangisi sosok James yang begitu berarti dalam hidup mereka dan kembali hilang. Robin terlihat sedang berpikir dan kemudian menyela.
"Bibi, aku yakin Paman James pasti sedang ditahan oleh psikopat itu di suatu tempat. Aku akan mencoba mencari tau mengenai pria itu dan kembali melacak keberadaan terakhirnya. Mungkin akan lebih sulit dari dugaan tapi aku akan berusaha. Terima kasih banyak karna bibi mau bekerjasama dengan kami. Oh ya, sebelumnya aku minta maaf, andai aku udah menemukan jejak keberadaan Paman, apakah bibi bersedia membantu kami untuk menjebak orang itu? Aku akan memikirkan sebuah rencana untuk menghancurkannya," ujar Robin mantap dan membuat kedua wanita itu tercengang dan berpikir untuk sesaat, namun akhirnya wanita itu menyetujui permintaan Robin.
"Apapun rencanamu aku bersedia, asalkan kita bisa menemukan James kembali," ujar Cynthia.
Tangisan haru kembali mengudara disela - sela perbincangan kedua wanita itu, terutama tangisan Ivory ketika menceritakan mengenai semua keadaan yang telah terjadi dan bagaimana Nathan memporak porandakan keluarga mereka setelah James menghilang.