Chereads / CINTA TIGA DIMENSI / Chapter 58 - Pengakuan Dosa (2)

Chapter 58 - Pengakuan Dosa (2)

Ivory sengaja mengalihkan perhatian kedua pria tersebut dan beralasan untuk pergi ke toilet meninggalkan mereka yang sedang bersamanya menunggu di depan ruang operasi. Sesampainya di ruang administrasi, ia segera mengikuti instingnya untuk meringkuk dan celingak celinguk mencari tempat pembuangan yang menurutnya kertas bukti pembayaran itu pasti telah dibuangnya disekitar ruang administrasi pembayaran. Setelah mencoba mencarinya, akhirnya ia berhasil menemukan barang bukti berupa sebuah kertas yang hanya dibuang di bagian atas tempat pembuangan sampah daur ulang. Ia kemudian mengambil kertas putih yang terlipat dan terbuang dengan begitu rapi itu. Tidak mungkin seseorang membuang sampah dalam keadaan yang begitu rapi batinnya. Merasa penasaran, ia pun segera mengeluarkan kertas tersebut yang akhirnya membuat matanya membelalak setelah membaca isinya yang bertuliskan keterangan mengenai biaya operasi dan pengobatan yang jumlahnya tidak sedikit atas nama Monique Keithleen telah dilunasi oleh sebuah akun bank dengan pemilik bernama Robin Shane. Sekujur tubuhnya kembali bergetar, ia seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Antara ia merasa dibodohi karena Robin telah berkata tidak jujur padanya atau ia harus merasa senang karena kekasihnya itu begitu perhatian dan begitu berkorban untuknya sehingga ibunya bisa segera dioperasi, namun batin yang terus bergejolak mengingat ketidakjujuran yang telah dikatakan oleh kekasihnya itu membuat ia merasa tidak tenang dan tetap harus meminta penjelasan dari pria tersebut. Ia segera membawa kertas itu dan kembali ke ruang tunggu. Setelah melihat Robin yang sedang duduk di koridor bersama dengan Jade, ia pun menyodorkan kertas tersebut dihadapan pria itu hingga membuatnya tersentak.

"Kenapa kamu harus membohongiku Rob?"

"Bohong? Soal apa?"

"Ini apa?"

"Iv, dari mana kamu temukan itu?"

"Jawab pertanyaanku dulu! Kenapa kamu melakukan semua ini? Kenapa kamu harus bohong samaku! Kamu tau gak, di dunia ini apapun yang orang lain terhadapku aku gak peduli, tapi aku paling gak suka yang namanya kebohongan! Apalagi dibohongi oleh orang yang udah kupercaya dan kusayangi. Lama kelamaan kamu jadi sama aja sama dia ya!" ujar Ivory dengan emosinya yang memuncak dan mata yang mulai berkaca – kaca meskipun ia sendiri tidak mengerti mengapa ia menjadi begitu emosi hanya karena dibohongi oleh kekasihnya yang tidak jujur mengenai pelunasan biaya operasi ibunya.

"Iv, dengarkan aku dulu! Bukan maksudku untuk bohongi kamu…tapi…"

"Plak! Aku benar – benar benci sama yang namanya pembohong!" ujar Ivory setelah melayangkan sebuah tamparan pada wajah pria tersebut dan melirik sinis ke arah Jade sekilas lalu segera meninggalkan mereka.

"Iv, kamu mau ke mana? Dengar dulu penjelasanku…"

Robin segera berjalan keluar dan mengejar Ivory seraya melemparkan bukti pembayaran pada kursi tunggu, membuat Jade penasaran terhadap apa yang sedang diributkan oleh kedua orang itu. Apa yang dilihat oleh Jade membuatnya begitu terperanjat. Ia tidak menyangka bahwa ternyata pria itu yang telah melunasi biaya operasi Moniq, tidak heran Ivory menjadi emosi karena pria tersebut telah membohongi mereka tanpa meminta persetujuan apapun sebelumnya. Merasa khawatir sesuatu akan terjadi, ia pun segera menyusul Robin dan Ivory.

"Iv, kumohon…tunggu. Dengarkan dulu penjelasanku, aku melakukan semua itu karna aku begitu khawatir sama keselamatan ibumu dan aku juga begitu mengkhawatirkan dirimu. Apa kamu pikir aku bisa diam aja melihat kamu meratap tangis seperti tadi dan menderita sendirian karna merasa bersalah terhadap ibumu atas perbuatanku yang telah membawamu kabur hingga akhirnya ibumu jadi seperti itu? Kamu pikir aku gak merasa bersalah atas kesalahan itu? Kalo memang ada yang harus disalahkan atas keadaan ini, akulah orang yang harus disalahkan. Dua tahun lalu, aku yang udah memberi usul untuk membawamu kabur dari rumah itu hingga akhirnya kamu meninggalkan ibumu dan akhirnya kita gak pernah tau apa yang telah terjadi setelahnya. Kamu pikir aku bisa tenang melihat kamu terus meratapi semua itu? Aku hanya ingin menebus rasa bersalah itu, gak lebih. Kumohon kamu bisa memberikan kesempatan itu untukku agar aku pun bisa menebus dosa – dosaku terhadapmu dan keluargamu."

"Tapi…kamu gak harus bohong samaku juga Rob, kamu kan bisa jujur samaku, aku benar – benar gak tau harus gimana ngomongnya, disatu sisi aku memang senang karna akhirnya mama ada harapan dan bisa segera dioperasi, tapi kamu jadi harus berkorban karnaku lagi kan…" ujar Ivory dengan emosinya yang masih mengudara di area parkiran rumah sakit yang kebetulan sudah sepi pengunjung.

"Itulah yang kutakutkan sayang, itu juga alasan kenapa aku gak mau ngasih tau kamu. Aku punya alasan sendiri kenapa aku gak mau ngasih tau kamu soal itu, karna aku takut kamu pasti akan merasa gak enak terhadapku bahkan merasa berhutang budi padaku dan ternyata itu beneran terjadi sekarang bukan? Ini buktinya. Kamu jadi merasa gak enak gitu samaku sekarang. Gini, kamu dengarkan aku baik – baik, sejak kamu menerimaku menjadi kekasihmu, aku udah berjanji pada diriku sendiri untuk senantiasa menjadi pelindung bagimu, menyayangi dan mencintaimu tanpa syarat, aku akan mengambil semua bebanmu menjadi bebanku, dan menerima semua kekuranganmu sebagai suatu kelebihan bagiku, termasuk menganggap keluargamu sebagai keluargaku juga. Jadi udah sepantasnya aku melakukan itu semua. Uang itu gak ada artinya bagiku karna bagiku saat ini yang terpenting adalah kebahagiaanmu. Kumohon izinkan aku untuk melakukan apapun yang kubisa untuk melindungimu dan keluargamu. Please…" ujar Robin lirih seraya memegang wajah gadis itu dan menatapnya lekat.

"Aku benar – benar gak tau lagi harus bilang apa selain terima kasih karna kamu udah ngelakuin semua ini untukku Rob, maaf karna aku udah salah paham sama kamu, aku juga minta maaf soal tadi karna lagi – lagi aku menyakitimu…Sakit gak?" ujar Ivory sembari mengusap wajah Robin yang ditampar olehnya tadi.

"Aku gak apa – apa sayang, tamparanmu itu gak ada apa – apanya bagiku. Yang membuatku sakit itu apabila kamu gak mau percaya samaku lagi lalu meninggalkanku seperti tadi. Wajar kalo kamu emosi, aku paham akan perasaanmu apalagi setelah apa yang kamu lewati sebelumnya. Tapi asal kamu tau, apapun yang kulakukan, itu demi kebaikanmu. Apapun akan kulakukan untukmu karna di dunia ini gak ada apapun yang lebih berharga lagi bagiku selain dirimu dan kebahagiaanmu. Kumohon kamu jangan pernah tinggalin aku lagi seperti tadi, aku sangat menyayangimu sayang…Sungguh, aku gak mau kehilangan kamu," ujar Robin lirih kemudian segera menyatukan bibirnya pada bibir gadis itu seakan ia bisa menjadi gila apabila gadis itu kembali meninggalkannya sembari memeluk erat gadis itu seakan tidak ingin membiarkannya pergi lagi.

Jade yang sedari tadi telah menyusul mereka hanya bisa memandang mereka dari sebuah jarak. Ia mengepalkan tangannya melihat keadaan tersebut, darahnya seakan terpompa begitu cepatnya dan menjadi panas. Ia begitu geram menyaksikan gadis yang selama ini begitu dicintainya telah dimiliki oleh pria lain dan bahkan kini pria tersebut telah menjadi pahlawan bagi gadis itu sementara ia sendiri tidak mampu melakukan apapun untuk menolong satu – satunya orang yang paling dicintainya. Ia segera berjalan mundur karena ia tidak mampu lagi mengukur seberapa besar batas kesabarannya yang tersisa setelah menyaksikan apa yang telah dilihatnya dan ia segera kembali ke ruang tunggu operasi. Ia merasakan sesak dalam dadanya dan napasnya seakan terhenti dan tidak mampu dihembuskannya ataupun sekedar menarik napas. Ia kemudian mendengus kesal dan geram lalu melayangkan sebuah tinju pada dinding koridor tersebut, membuat Robin dan Ivory yang baru saja kembali dan menyaksikan hal tersebut merasa bingung.

"Kamu kenapa?" tanya Ivory heran.

Jade begitu terperanjat mendengar suara gadis yang begitu dikenalnya itu sudah kembali ke koridor dan terlihat sedang bergandengan tangan mesra dengan Robin.

"Gak apa – apa. Dari mana aja kalian?"

"Apa pedulimu?" tanya Robin ketus.

"Sini kamu! Dan Ivy, kamu gak perlu menyusul kami. Tunggu aja di sini! " ujar Jade memerintah Ivory dan menarik Robin darinya ke koridor toilet pria.

"Apa – apaan lagi ini? Kamu udah gila ya?" tanya Robin seraya melepaskan tangan Jade dari kerah bajunya.

"Buk!" terdengar suara tinju pada wajah Robin yang dilayangkan oleh Jade karena ia sudah tidak mampu menahan segala gejolak emosi dan amarah dalam batinnya.

"Dari dulu aku udah ingin sekali melakukan ini terhadapmu! Yang gila itu kamu. Bisa – bisanya kamu menyakiti gadis yang begitu kucintai dan memanfaatkan situasi ini untuk kepentinganmu sendiri. Aku…akan bayar semua biaya operasi itu untukmu nanti. Jadi kamu gak usah berlagak jadi pahlawan dihadapannya," ujar Jade dengan emosi yang sedang meluap.

"Memanfaatkan situasi apa? Disaat seperti ini bahkan kamu masih mau berlagak sok jagoan lagi. Kamu pikir kamu gak bersalah dalam hal ini? Gara – gara orang tuamu yang psikopat itu, keluarga gadis itu jadi hancur berantakan. Apa kamu pikir kamu masih bisa berlagak jadi pahlawan bagi gadis itu setelah apa yang kamu dan orang tuamu itu lakukan terhadap mereka? Apa itu yang dinamakan cinta? Cinta itu butuh pengorbanan bro, apa pernah sekali saja kamu membuatnya bahagia? Rasaku tidak. Selama ini justru parasit seperti kalian lah yang telah menggerogotinya dan membuatnya menderita. Apa itu juga yang dinamakan cinta? Mikir…Kamu mau pukul dan balas aku lagi kan? Nah, silahkan…ayo pukul lagi, aku ingin mendengar apa penilaian kekasihku terhadap perlakuan seorang pecundang seperti kamu."

"Jangan macam – macam kamu ya. Awas aja kalo kamu berani – beraninya menyakiti dia lagi seperti tadi, aku gak akan tinggal diam," ujar Jade kembali menarik kerah baju Robin.

"Oh…kamu brani mengancamku sekarang? Bukannya justru aku yang harusnya mengatakan hal itu padamu? Awas aja kalo kamu atau ayahmu yang psikopat itu berani menyakiti kekasihku lagi, akan kupatahkan leher dan tangan kalian. Dasar pecundang!" ujar Robin seraya melepaskan tangan Jade dari kerah bajunya dan mendorong tubuh Jade kasar ke dinding koridor lalu meninggalkannya dan kembali kepada gadis itu.

"Sayang…wajahmu kenapa? Dia mukulin kamu lagi kenapa? Apa sih masalah orang itu sama kamu?" ujar Ivory khawatir ketika melihat keadaan wajah Robin yang sedikit memar karena pukulan kuat yang dilayangkan oleh Jade.

"Gak apa – apa sayang, gak ada masalah yang perlu kamu khawatirkan dan ini paling cuma memar biasa. Aku itu kuat, jadi kamu tenang aja ya," ujar Robin tersenyum kepada gadis itu dan mengelus kepalanya membuat gadis itu merasa sedikit tenang dan lega.

Setiap detik, menit, dan jam yang telah berlalu membuat Ivory kian menegang, namun Robin tetap tidak bergeming dan menemani gadis itu menunggu hingga proses operasi akhirnya selesai. Dokter yang menangani Moniq mengabarkan bahwa pasien telah melewati masa kritisnya dan kini sudah bisa dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Mendengar akan hal itu membuat Ivory merasa semakin lega dan terharu. Akhirnya tidak lama lagi ia akan bisa kembali melihat ibunya dan bersua dengannya. Hal itu pun membuat kedua pria tersebut merasa lega terutama Jade, karena ia akan merasa lebih bersalah lagi apabila terjadi sesuatu terhadap ibu tirinya itu. Mungkin penuturan Robin barusan benar adanya, bahwa gadis itu menjadi hancur karena dirinya dan keluarganya, terutama ayahnya yang merupakan seorang psikopat. Entah bagaimana ia harus menjelaskan pada Moniq nantinya mengenai penggadaian besar – besaran yang telah dilakukan oleh ayahnya terhadap seluruh aset kepemilikan Enrique. Bahkan ia pun tidak tahu lagi ke mana ia harus membawa Moniq untuk tinggal nantinya jika Moniq sudah pulih dan diizinkan pulang. Meskipun kini Moniq telah dipindahkan ke ruang rawat inap, namun Ivory masih tetap harus menunggu hingga ibunya sadar. Seketika ia baru teringat bagaimana jika nanti ibunya telah sadar. Di mana ibunya dan Jade harus tinggal nantinya, mengingat rumah dan perusahaan ayahnya telah digadaikan oleh Nathan. Tanpa disadarinya, ia terlihat sedang memperhatikan penampilan Jade yang kini begitu lusuh dan seakan bagaikan seorang anak yatim piatu yang tidak terurus, membuat Ivory menjadi iba. Ia tidak pernah melihat pria tersebut dalam keadaan seperti ini. Selama dua tahun setelah ia pergi meninggalkan rumah beserta ibu dan Jade, justru pria ini yang telah mengurus dan membiayai seluruh pengobatan ibunya dengan sisa tabungan terakhirnya yang ia ketahui pasti merupakan penghasilan dari hasil kerja paruh waktunya. Seketika ia teringat kembali akan cerita ayahnya dulu ketika beliau berjuang merawat kedua kakek angkatnya yang sakit keras, membuatnya berpikir bahwa dulunya ia pernah mengagumi sosok pria ini karena ia benar – benar memiliki kesamaan seperti ayahnya dulu. Seketika ia berpikir apakah ia telah melakukan kesalahan lainnya dengan mengabaikan dan menyalahpahami pria yang berada di sampingnya itu. Karena setelah dipikir – pikir dari sudut pandang manapun, satu – satunya orang yang telah menemaninya sedari kecil dan selalu ada untuknya dikala ia sedang mengalami kesulitan apapun, maka pria ini yang akan selalu menjadi perisainya, terutama ketika psikopat itu hampir melukainya dulu. Dari jarak yang begitu dekat ia baru melihat lebih jelas bahwa pria itu benar – benar terlihat lebih kurus dari sebelumnya, membuatnya perlahan – lahan mulai menyadari bahwa biar bagaimanapun ia juga merupakan korban penganiayaan yang dilakukan oleh Nathan selaku ayah pria itu sendiri. Ia merasa bersalah telah menilainya begitu buruk, namun entah mengapa batinnya masih tetap belum bisa menerima kenyataan bahwa Jade telah menyembunyikan perihal kematian ayahnya yang telah disebabkan oleh Nathan.