Chereads / CINTA TIGA DIMENSI / Chapter 46 - 46. Pertengkaran Sengit Keluarga Smith (1)

Chapter 46 - 46. Pertengkaran Sengit Keluarga Smith (1)

Selama masa skors, Ivory menjadi lebih banyak menghabiskan waktu di luar bersama dengan Robin dan bukan lagi dengan Jade. Ia bahkan semakin membenci pria itu tatkala setiap kali ia melihat wajahnya, bahkan ia sudah hampir tidak pernah berkomunikasi dengan seluruh penghuni rumah tersebut seakan ia sudah tidak memiliki keluarga. Masa skorsing tersebut membuatnya merasa seakan mendapatkan hikmah dibalik peliknya masalah yang sedang dihadapinya hingga ia bisa bertemu dengan pria yang kini bersedia untuk membantunya, apalagi sejak kesepakatan yang telah dibuat diantara mereka, membuat Ivory dan Robin kini semakin sering bertemu sapa bahkan tidak jarang pula mereka menghabiskan waktu bersama di luar. Tidak ragu pula Robin menceritakan mengenai latar belakang dirinya bahwa ia merupakan salah seorang debt collector yang bekerja di perusahaan 'The Scotts Financial Credit' tersebut. Selama masa skors, Ivory bahkan tidak segan untuk mengikuti Robin ketika melaksanakan tugasnya mendatangi kreditur yang harus ditagihnya dan apabila yang ditagih tidak bersedia membayar maka Robin tidak akan segan – segan untuk memberikan ultimatum ataupun pelajaran termasuk itu merupakan tindakan fisik. Robin bahkan banyak mengajari Ivory hal – hal baru yang tidak pernah diketahuinya. Ternyata kerasnya dunia baku hantam yang digeluti oleh Robin tidak menciutkan nyali dan tekad bulat gadis itu untuk nantinya menggeluti dunia kerja yang sama dengan pria tersebut meskipun ia terlihat begitu takut di awal, namun hal tersebut tidak membuatnya berhenti untuk tetap mempelajari hal – hal yang harus diketahuinya. Ia merasa dunia kerja yang digeluti oleh Robin suatu hari akan bermanfaat baginya untuk membalaskan dendamnya kepada pelaku pembunuh orang – orang kesayangannya. Ia bahkan kini telah mampu melunasi semua biaya sekolahnya tanpa harus bergantung kepada Jade lagi.

Semakin hari Robin semakin meningkatkan intensitas kedekatannya dengan gadis itu dan sekarang ia bahkan bersedia untuk mengantar Ivory pulang pergi meskipun tidak sampai di area lingkungan sekolahnya. Hingga suatu ketika ia meminta Ivory untuk menemaninya memenuhi janji bertemu dengan teman – temannya, terpaksa hari itu ia mengantar Ivory pulang lebih larut ke rumah dan malam itu ia harus bertemu dengan Nathan dan juga Moniq. Melihat penampilan pria sangar yang mengantar Ivory seperti preman tersebut membuat Moniq curiga dan tidak senang, bahkan ia tidak ingin menyambutnya ataupun membalas sapaannya. Ia bahkan tidak senang ketika melihat Ivory harus memberikan respon yang begitu baik kepada pria itu hingga membuat emosi Moniq memuncak.

"Siapa itu Iv? Ada hubungan apa kamu sama dia?" tanya Moniq.

"Cuma teman. Udah dulu ya ma, aku mau ke kamar dulu. Capek," ujar Ivory seraya meninggalkan Moniq karena ia begitu malas melihat ibunya yang sedang bersama Nathan, namun lelaki itu langsung menarik dan mencengkeram lengannya.

"Hei anak kecil, apa pria itu juga yang mengajarimu untuk jadi kurang ajar seperti ini sama orang tuamu? Mama sedang bicara dan kamu bisa – bisanya bersikap seperti itu. Sekarang juga kamu minta maaf sama mama!" ujar Nathan menegaskan namun Ivory segera menarik tangannya agar terlepas dari cengkeraman lelaki itu.

"Gak usah ikut campur urusanku Tuan Nathan yang terhormat. Urus aja urusan kalian sendiri. Aku bukan anak kecil lagi yang harus kalian atur – atur," ujar Ivory yang membuat Moniq semakin emosi dan menamparnya.

"Ivy! Sejak kapan mama mengajari kamu untuk jadi gak sopan seperti ini? Mau jadi apa kamu kalo pergaulanmu sekarang harus dengan orang seperti itu? Ke mana Jade? Bukannya harusnya kamu pulang bersama kakak kamu sendiri? Kenapa sekarang malah sama preman gak jelas seperti itu?" tanya Moniq masih dengan tensi darahnya yang tinggi.

"Mama sekarang bahkan menampar aku ma? Lalu apa mama bilang barusan? Preman? Seenggaknya Robin yang walaupun penampilannya seperti itu tapi dia baik dan gak nikam orang dari belakang. Gak seperti orang – orang yang diluarnya aja terlihat baik tapi diam – diam membunuh orang demi untuk merebut apa yang mereka mau," ujar Ivory kecewa sembari melirik Nathan.

"Kamu bilang apa barusan? Kamu mau menyindir saya? Hah? Mau cari mati kamu rupanya? Dasar anak gak tau diri kamu, udah syukur kamu masih bisa menumpang hidup dan makan enak di sini. Kurang ajar! Sini ikut aku, akan kukasih kamu pelajaran! Ini akibat mama dan mendiang papamu itu dulu terlalu lemah dalam mendidik anak hingga kamu sekarang menjadi anak pembangkang seperti ini!" Nathan yang mulai emosi langsung menampar wajah Ivory lalu menarik rambut gadis kecil itu dan menariknya agar mengikutinya ke atas, namun Moniq memohon kepadanya untuk tidak menyiksa putrinya dengan cara seperti itu. Jade yang baru saja tiba di rumah dan mendengar keributan tersebut lalu segera mencari sumber suara hingga ia melihat dan menemukan gadis kecil itu sedang menjerit kesakitan dan meronta – ronta ketika ditarik oleh Nathan.

"Apa yang kamu lakukan kepadanya? Minggir! Berapa kali kukatakan jangan pernah sentuh dia dengan tangan kotormu itu," ujar Jade melepaskan cengkeraman Nathan dari Ivory namun gadis itu tidak suka ketika Jade kembali menyentuhnya.

"Jangan pernah sentuh aku lagi! Gak usah berlagak jadi pahlawan kamu. Kalian semua bukannya sama aja? Kalo memang kalian ingin bunuh aku, ayo bunuh aku sekarang juga! Ayo, tunggu apa lagi?!" ujar Ivory menarik tangan Nathan dan Jade bergantian agar menyetujui permintaannya, namun Moniq sudah datang melerai mereka.

"Sudah, cukup! Jangan kalian teruskan lagi pertengkaran ini! Ivy, sekarang juga kembali ke kamarmu dan mama minta kamu jangan pernah berhubungan dengan pria itu lagi atau mama akan pindahkan kamu ke sekolah lain! Harusnya kamu itu belajar yang rajin dan bergaul dengan teman – teman yang baik seperti Catherine. Belajar dari keteladanan dia, hampir gak pernah sekalipun mama melihat dia keluyuran sampai tengah malam seperti kamu sekarang ini! Dia selalu lebih memilih untuk berdiam di kamarnya dan belajar dengan baik, jadi anak yang penurut. Bukan seperti kamu, yang udah banyak berubah, apalagi setelah mama liat dengan mata kepala sendiri kalo ternyata kamu sekarang bergaulnya dengan preman seperti itu! Mau jadi apa kamu nanti hah? Kamu mau buat malu orang tua, iya?" ujar Moniq emosi.

"Catherine lagi, Catherine lagi… Dia yang putri mama atau aku sih sebenarnya? Mama gak sadar ya kalo mama yang udah banyak berubah apalagi sejak menikah dengan orang ini? Apa mama pernah memperhatikan aku lagi? Apa mama masih mempedulikanku? Liat aja sekarang, bahkan mama lebih membela mereka sekeluarga daripada putri kandungmu sendiri bukan? Daripada begitu, anggap aja aku udah mati ma, sama seperti papa. Bahkan mungkin papa sekarang bukan cuma mati di dunia nyata tapi juga udah mati dan gak ada di dalam hatimu lagi. Iya kan ma?" tanya Ivory lagi hingga membuat emosi Moniq kembali meledak lalu menamparnya lagi.

"Kurang ajar kamu! Bahkan sekarang kamu pun diajari orang itu untuk ngomong gak sopan begitu sama mama? Benar – benar kamu ya…" Moniq hendak memukul Ivory lagi namun Jade sudah menahan tangannya.

"Ma, udah, jangan pukul Ivory lagi, kasian dia ma, aku janji sama mama untuk jaga dia dan gak akan biarin orang itu untuk mendekatinya lagi. Tolong ma," ujar Jade menenangkan Moniq namun Ivory yang sudah mulai berlinang air mata langsung bermuram durja dan tidak senang mendengar pernyataan Jade.

"Kamu gak usah ikut campur urusanku! Aku gak akan ngebiarin siapapun dari kalian untuk mengatur – ngatur hidupku. Aku benci kalian semua! Benci…!" teriak Ivory yang sudah mulai menangis sejadi – jadinya lalu segera berlari dan mengurung diri di dalam kamarnya. Moniq yang terus memanggilnya pun sudah tidak dihiraukannya lagi. Jade berusaha untuk menenangkannya lalu segera menyusul Ivory ke kamarnya dan berusaha untuk berbicara kepada gadis itu namun Ivory yang sudah mengunci dirinya di dalam kamar langsung menangis sejadi – jadinya dan menutup telinganya dengan menghidupkan musik sekencang – kencangnya agar ia tidak mendengar suara apapun lagi dari luar kamar. Saat ini ia hanya ingin membenamkan dirinya dalam musik yang keras tersebut agar ia melupakan pahitnya dunia untuk sesaat. Ia lantas mengirimkan pesan singkat kepada Robin dan meminta pendapatnya. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Robin untuk membalas pesan singkat dari gadis itu hingga keduanya terlarut dalam pembicaraan virtual yang berlangsung hingga tengah malam.

Keesokan harinya, Jade kembali mengikuti gadis itu dan berencana untuk melunasi semua biaya sekolahnya namun ia mendapat kabar bahwa biaya tahunan untuk pendidikan gadis itu sudah dilunasi oleh siswi yang bersangkutan hingga ia lulus, membuat Jade begitu terperanjat dan tidak habis pikir dari mana Ivory mendapatkan uang sebanyak itu. Seketika ia baru mengingat transaksi yang dilakukan oleh Robin dan teman – temannya yang dilihatnya ketika ia sedang berada di bar. Ia mencurigai bahwa Ivory telah melakukan transaksi gelap dengan orang – orang tersebut demi mendapatkan sejumlah uang agar ia bisa menghidupi dirinya sendiri. Pantas saja ia merasa bahwa sejak bertemu dengan pria itu, Ivory sudah jarang meminta bantuan apapun darinya bahkan tidak lagi mau menghubunginya untuk sekedar berbagi cerita. Siang itu ia sengaja menunggu Ivory lebih awal dan ketika ia telah melihat sosok Ivory yang sedang berjalan keluar, ia segera menarik lengan gadis itu hingga mengagetkannya. "Iv, kumohon jawab yang jujur dari mana kamu dapat uang sebanyak itu?" ujar Jade yang membuat Ivory terperanjat dan menyadari bahwa sepertinya Jade sudah mengetahui mengenai biaya pendidikannya sudah dilunasi olehnya.

"Bukannya udah kuperingatkan berkali – kali untuk gak ikut campur urusanku? Lepaskan tanganku!" ujar Ivory seraya meninggalkan Jade namun pria itu sudah menarik dan membopong Ivory lalu segera membawanya pergi dari tempat tersebut.

Tidak lama kemudian setelah Jade membawa Ivory, Robin pun tiba dan menunggu gadis itu seperti sebelumnya, namun hingga berjam – jam lamanya ia tidak melihat sosok Ivory yang keluar dari lingkungan sekolah. Karena tidak kunjung melihat sosok gadis itu ia pun terpaksa berjalan ke pos keamanan untuk menanyakan petugas penjaga mengenai keberadaan Ivory dengan menunjukkan foto gadis itu namun petugas tersebut mengatakan bahwa gadis itu telah dijemput oleh kakaknya. Mendengar pernyataan petugas tersebut membuat batinnya kesal dan emosi, lalu ia pun segera meninggalkan tempat tersebut dan berusaha untuk mencari gadis itu. Berkali – kali ia mencoba menghubungi ponsel Ivory namun tidak ada jawaban, bahkan balasan chat pun tidak kunjung diterimanya. Baru hari itu ia merasa begitu khawatir dengan keadaan gadis itu, terlebih setelah ia mengetahui bahwa gadis itu telah dianiaya oleh ayah tirinya. Ia merasa kesal dan berencana untuk menghancurkan Nathan dan keluarganya namun ia masih harus menunggu persetujuan gadis itu terlebih dahulu.

Tanpa diduga, ternyata Jade telah membawa Ivory ke pantai tempat biasa mereka mendatangi gubuk kecil peninggalan James, namun gadis itu terus meronta dan meminta pria tersebut melepaskannya lalu ia langsung menampar Jade atas perbuatannya.

"Untuk apa kamu bawa aku ke sini lagi?"

"Berteriaklah sepuasnya di sini semaumu Iv, jangan kamu pendam – pendam amarahmu lalu dengan semudah itu kamu mengabaikanku begitu saja."

"Untuk apa? Belum puas juga kamu menghancurkan aku? Apa maumu?"

"Harusnya aku yang menanyakanmu seperti itu. Apa maumu? Kenapa kamu mengabaikanku belakangan ini? Kamu bahkan jalan dengan seorang pria asing yang baru kamu kenal itu bahkan kamu mengambil sejumlah uang darinya untuk apa? Untuk melunasi biaya pendidikanmu agar kamu gak bergantung kepadaku lagi. Iya?"

"Kalo iya memangnya kenapa? Kamu mau tampar aku juga seperti papa kamu atau mama? Ayo, tampar aja sekarang!"

"Kamu benar – benar keterlaluan Iv, apa yang sebenarnya telah menguasai pikiranmu? Apa pria itu memang udah cuci otak kamu supaya kamu berubah seperti ini?"

"Jangan pernah kamu adu domba kami dan aku gak mau lagi dengar kamu menjelek – jelekkan dia karna kamu gak pantas untuk menghujat siapapun selama kamu sendiri pun nggak lebih baik dari dia. Ngerti kamu?" ujar Ivory dengan tatapan sinisnya seraya mendorong tubuh Jade ke depan.

"Iv, kita ini udah hidup bersama selama puluhan tahun dan kamu baru mengenal dia belakangan ini tapi kamu sekarang lebih mempercayai omongan pria itu daripadaku?"

"Apa kamu pernah dengar kata bijak lebih baik melepaskan serigala berbulu domba daripada memeliharanya? Jadi kurasa aku lebih baik mempercayai seekor domba yang berbulu serigala daripada mempercayai apalagi memelihara seekor serigala berbulu domba seperti kamu," ujar Ivory masih dengan tatapan sinisnya dan berjalan menjauh meninggalkan Jade namun pria tersebut tidak menyerah begitu saja dan kembali mengejarnya.

"Kalo memang kamu udah gak mempercayaiku atau gak ingin melihatku lagi dalam hidupmu, bunuh aku sekarang! Aku lebih baik mati sekarang dihadapanmu agar kamu puas daripada aku harus tersiksa dan mati perlahan – lahan melihatmu bersama dengan pria lain apalagi dengan preman itu. Aku gak akan sanggup Iv, aku gak bisa hidup seperti ini terus – terusan," ujar Jade dengan matanya yang berkaca – kaca seraya memegang wajah gadis itu dan sudah berdiri mengunci tubuh kecilnya pada dinding depan gubuk tersebut, memandang wajah gadis tersebut lekat – lekat. Ivory merasakan debaran di dadanya lagi tatkala Jade menatapnya begitu dalam. Ia sebenarnya bisa merasakan kesedihan yang terpancar dari mata pria tersebut, bahkan ia pun merasakan kesedihan dan kepedihan yang sama di dalam hatinya seakan ia begitu ingin memaafkan dan mempercayai pria itu lagi, namun kekecewaaan yang ia rasakan jauh lebih membuat hatinya seakan teriris – iris dan akhirnya membuatnya mendorong jauh tubuh Jade.

"Lepaskan aku! Tolong jangan paksa aku untuk berbuat kasar lagi sama kamu! Sekarang juga kumohon bawa aku kembali!"

"Iv…tolong beri aku kesempatan sekali lagi untuk menjelaskan semuanya dari awal…"

"Bawa aku pergi dari sini! Sekarang…!" teriak Ivory dengan emosinya yang telah memuncak namun Jade terpaksa hanya bisa menurut. Sepanjang perjalanan mereka hanya bisa berdiam diri satu dengan lainnya. Hubungan yang sebelumnya begitu hangat diantara mereka kini telah berubah menjadi sebuah hubungan dingin dan permusuhan yang begitu sengit. Panasnya cuaca saat itu yang seakan membakar kulit pun tidak mampu melawan dinginnya es yang telah membeku diantara mereka berdua hingga membuat mereka tidak mampu lagi merasakan hangatnya alam yang menyelimuti tubuh mereka.